Red - 43

1079 Words
Mendengar intruksi dari Victor Osvaldo, sontak semua ninja yang ada di sekeliling arena langsung bergerak dan menyerbu Paul yang berdiri tepat di tengah-tengah lapangan, mereka semua bergerak sangat cepat, layaknya bayangan yang berhembus-hembus secepat kilat. Menyadari bawahan-bawahannya akan memulai sebuah p*********n pada Sang Mentor, Victor dengan menyeringai senang, langsung memundurkan langkahnya santai, sembari menikmati wujud mentornya yang sedang dikerubungi oleh para ninja bawahannya. Tentu saja, Victor juga berharap dengan memanggil mereka semua, dia bisa dapat meraih kemenangan dengan sangat mudah, sebab dia tidak mau buang-buang waktu dan tenaga terlalu banyak, juga dia pun tidak mau melihat Koko, yang merupakan seorang lelaki super cantik, harus kelelahan di pertandingan ini. Itulah kenapa Victor sangat senang saat melihat wujud Koko yang sedang berdiri di tepian arena, memandangi dirinya dengan senyuman tipis. Hanya dengan pasangannya yang tidak terluka saja, Victor sudah sangat bahagia, dia ingin memenangkan pertandingan ini tanpa harus mengorbankan Koko dalam pertarungan sengit melawan mentornya karena dia sadar pasangannya tidak sebanding dengan Paul yang brutal. Membayangkan Paul memukul wajah Koko saja, Victor berang, apalagi kalau itu sampai terjadi, dia mungkin bakal tidak terima dan marah setengah mati. “Hancurkan dia! Buat dia tidak bisa bergerak di pertandingan ini! Jangan beri dia kesempatan sedikit pun! Ingat itu!” seru Victor pada bawahan-bawahannya yang sedang menerjang Paul. Warna hitam kelam yang sekelebat-sekelebat terpampang di depannya, menandakan para ninja sedang serentak bergerak ke arah Paul. Sedangkan Paul, yang saat ini sedang menjadi incaran banyak ninja, terlihat berdiri tegap dengan menatap ke depan dengan hening. Kelihatannya Paul sangat tenang, sampai akhirnya dia langsung memiringkan kepalanya saat ada ninja yang mendekatinya dan berniat menusuk kepala belakangnya dengan pisau tajam. Lalu, Paul melompat tinggi saat menyadari ada tusukan-tusukan lain yang melesat dari berbagai arah, kemudian ketika ninja-ninja itu saling bertubrukkan, dan Paul masih melayang-layang di udara karena sedang melompat, Sang Mentor langsung sengaja mendaratkan dua telapak kakinya tepat di puncak kepala-kepala para ninja yang kebetulan ada di area yang cocok dengan pendaratannya. “Sial! Dia menginjak kepalaku!” “Ini berat sekali!” Dua ninja yang kepalanya terinjak oleh Paul, meringis kesakitan dan kaget saat Paul malah mendaratkan kakinya di puncak kepala mereka. Mengetahui incarannya sedang ada di atas, otomatis ninja-ninja yang lain langsung bersorak kencang dan ikut melompat menuju Paul sambil mengulurkan sebuah pisau tajam. Cepat-cepat Paul mengangkat kakinya dan berjalan-jalan di puncak kepala-kepala ninja yang ada di depannya. Setiap injakannya sangat dipenuhi penekanan dan cukup kuat, sehingga siapa pun ninja yang puncak kepalanya terinjak oleh Paul, sudah dipastikan dia akan meringis. Dan ternyata benar, ringisan-ringisannya jadi menyebar luas saat Paul melangkah dan melangkah di atas, membuat para penonton jadi terkagum-kagum dan beberapa ada yang tertawa melihat tingkah Sang Mentor yang konyol. Sementara Victor dan Koko, tampak kaget dan tidak menyangka bakal berakhir begitu, mereka kira Paul akan langsung dikalahkan, ternyata tidak semudah itu. Ini gawat, jika Paul berhasil mengatasi p*********n ratusan ninja, Victor dan Koko bakal berada di posisi yang membahayakan, karena mereka bisa saja didatangi Sang Mentor dan dihajar habis-habisan. “Apa kau melihatku, Victor b******k!” raung Paul dengan kakinya yang masih melompat-lompat dan menginjak-injak puncak kepala ninja, dia terlihat menyunggingkan sebuah seringaian sombong. “Bagaimana!? Apa kau kaget!? Kau pikir aku akan mati hanya karena dikeroyok oleh ninja-ninja semacam itu!? KAU SALAH! Malah sebaliknya, mereka terlalu mudah untuk kuatasi!” Menggigit bibirnya, Victor kesal melihat upayanya tidak berhasil untuk menumbangkan Sang Mentor, dia bingung harus menggunakan cara apalagi untuk menghentikkan Paul, tapi dia tidak bisa memikirkan apa pun selain kewaspadaan dan ketakutan. Victor harus meminta bantuan, tapi dia bingung harus mencarinya ke siapa? Melengak-lengokkan kepalanya ke segala arah, Victor memandangi ribuan penonton yang sedang menyaksikkan pertandingannya, mereka semua terlihat terhibur dengan aksi-aksi yang ditampilkan di sini, tanpa peduli pada para peserta yang mungkin saja bisa terluka atau bahkan tewas. Seakan-akan mengingatkan Victor pada beban dan penderitaan yang dipikul seorang gladiator yang selalu bertarung melawan rekannya sendiri demi hiburan dan juga uang. Entahlah, Victor jadi resah dan merasa menyesal karena dulu dia selalu membuat para gladiator menderita demi suatu hiburan konyol yang tidak bermakna, seharusnya dia tidak boleh melangsungkan acara pertandingan gladiator karena saat dirinya mengalaminya sendiri, rasanya ternyata sangat mengerikan dan menakutkan. Seolah-olah kau bisa tewas kapan saja di sini tanpa ada yang berempati, karena semua orang yang hadir di sini hanya menganggapmu sebagai hiburan, tidak lebih dari itu. Kalau pun ada yang terluka, para penonton tidak akan panik karena menganggap kalau luka-luka itu bakal langsung sembuh jika para peserta menyelam di kolam penyembuhan. Tapi jika dipikir-pikir, bukan itu masalah utamanya! Ya, memang benar, setiap peserta yang terluka, entah itu Sang Mentor atau Para Pahlawan, bakal langsung disembuhkan di kolam penyembuhan. Tapi memangnya kenapa? Tetap saja saat tubuhmu dilukai, rasanya bakal sangat perih dan menyakitkan walau kau tahu, kau pasti bakal pulih nantinya. Saat Paul sudah benar-benar mendarat di tanah dan menaklukkan nyaris sebagian kecil dari ratusan ninja-ninja itu, ia menolehkan kepalanya ke arah Koko, Si Lelaki Cantik Berambut Ungu Lebat, yang kini sedang berdiri tegap di tepian arena. Paul menajamkan pandangannya dan mulailah dia berbicara, “Hey, Koko! Kau ini sedang apa di sana, hah!?” Tatapan Paul jadi semakin tajam, dia tidak suka melihat keadaan yang ada di hadapannya. “Kenapa kau berdiri diam saja di sana? Apa kau tidak punya kebanggaan dan keberanian sebagai pahlawan untuk bertarung melawanku di pertandingan ini? Atau kau hanya menuruti kemauan si rambut emas tanpa peduli pada perasaaanmu, hah!?” Tentu saja Koko kaget saat Paul bilang begitu, karena itu sama saja Paul sedang merendahkan sekaligus mencurigai dirinya dan juga Victor dengan tuduhan bahwa mereka berdua telah bekerja sama dalam suatu rencana yang mengatur si bangsawan berambut emas lah yang maju bertarung melawan Sang Mentor sedangkan Si Lelaki Cantik dilarang untuk ikut ke dalam sebuah pertarungan. Padahal kenyataannya sama sekali tidak begitu, malah sebaliknya, Koko selalu menegaskan bahwa dia tidak mau dianggap sebagai beban dan ingin ikut bertarung melawan Sang Mentor. Sekarang, Koko sedang berdiri di tepi arena seolah-olah seperti sosok perempuan yang hanya sedang menyemangati kekasihnya yang sedang bertanding, tapi itu bukan kenyataan karena dia sejatinya keras kepala ingin ikut andil ke dalam pertarungan. Cepat-cepat saja Koko menjawabnya dengan lantang, yang juga suaranya didengar oleh seluruh penonton. “Tidak…., asumsi-asumsimu salah, aku di sini bukan untuk menyemangati Victor dan ninja-ninjanya atau tidak punya keberanian dan kebanggaan dalam bertarung denganmu, Paul” Koko seketika tersenyum tipis. “Aku di sini untuk…,” Seketika permukaan tanah jadi bergetar, seperti sedang terjadi gempa bumi ringan. Para penonton menjerit-jerit dan Paul, para ninja, serta Victor juga terkejut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD