Red - 82

1407 Words
Sekarang, Victor dan Koko sedang bersiaga di posisinya masing-masing, mereka mengepalkan dua tangannya dan menatap fokus pada lawan yang ada di hadapannya, yaitu mentor mereka sendiri, Raiga Cozelario, yang saat ini terlihat memberikan seringaian kejam dan tatapan tajam yang meremehkan pada mereka berdua. Sejujurnya, dua orang itu masih belum merencanakan apa pun dalam pertarungan ini, mereka belum merundingkan suatu strategi untuk mengalahkan Paul, Victor dan Koko belum sempat melakukan hal itu hingga akhirnya mereka tidak punya kesempatan untuk melakukannya di tempat ini. Alhasil, mereka berdua hanya bisa mengandalkan intuisi dan gerakan refleks jika semisalnya Paul mulai menyerang, meski sebenarnya Koko agak sedikit takut berhadapan melawan Sang Mentor, tapi dia berusaha memberanikan dirinya sendiri demi membuktikan pada pasangannya bahwa dia bukanlah seorang beban. Koko ingin menunjukkan juga pada semua orang bahwa dirinya bukanlah pahlawan yang lemah, dia ingin dianggap setara seperti teman-temannya yang lain, menjadi seorang pahlawan tangguh yang bisa diandalkan. “Entah cuma perasaanku saja, atau memang begitu kenyataannya,” ucap Paul dengan berdehem sejenak, yang juga suaranya didengar oleh seluruh penonton berkat mikrofon yang tertempel di pipinya. “Aku merasa kalian berdua tegang sekali dari tadi,” Paul menggeleng-gelengkan kepalanya. “Dengar ini! Ketegangan memang wajar, tapi kalian tidak boleh tegang berlebihan seperti itu, terutama kala berhadapan dengan musuh!” bentnak Paul pada Victor dan Koko dengan dua bola matanya yang membulat melotot. ”Musuh akan meremehkan kalian jika kalian selalu tegang dan ketakutan begitu saat melawannya, apalagi kekuatan kalian sangat dibutuhkan oleh masyarakat! Sedikit saja gemetar, mereka semua akan merendahkann kalian, b******k!” Mendengar ituu, Victor sedikit demi sedikit mengendurkan kepalan tangannya, sedangkan Koko hanya menundukkan kepalanya dengan lemas, membuat helaian-helaian ungunya berjatuhan. “Mengapa harus begitu? Mengapa untuk tegang dan ketakutan saja, kami butuh laki-laki? Apakah semua perempuan selalu dilindungi oleh semua orang? Manja sekali, heh!” “M-Manja?” Koko terbelalak saat Paul bilang demikian, dia tidak tahu kalau seluruh dunia mulai berubah ke dalam masyarakat yang sehat dan anti-patriatkis sehingga akhirnya orang-orang yang pernah menentang dirinya telah menjadi salah-satu rekannya, dalam meawan dan mengalahkan Sang Mentor. Kedengarannya memang gokil, tapi memang begitulah realitanya, miris sekalii, kan? Ketika puterimu ternyata harus berbicara dengan sebuah benda yang tidak ada hubungannya denganmu sama sekali. “Sekarang, apa yang harus kita lakukan?” tanya Koko dengan menolehkan kepalanya cemas pada Victor yang berdiri di sampingnya, mereka berdua kebingungan saat Paul mulai jatuh pingsan di depan penonton. “Jika kita membiarkannya terus seperti itu, para penonton akan mencurigai kita. Aku tidak mau dianggap sebagai gadis nakal oleh mereka! Pokoknya kalian juga harus menolong dan menghapus stigma di benak para penonton dan meminta mereka untuk mendengaran sebuah penjelasan singkat dari pasangannya. “Baik, terima kasih karena sudah mau memberikan kesempatan untukku berbicara,” yang sedang berkata di situ adalah Victor Osvaldo. Lelaki berambut emas itu sekarang ingin mengambil beberapa hal dari penulis-penulis lain, dan tentu saja itu ilegal. “Aku ada di sini ingin memberitahu pada kalian semua bahwa tikus pencuri dan kucing pengawas itu memang nyata adanya, dan salah satu dari kalian telah melakukan kesalahan yang fatal karena bermain-main dengan kucing-kucing pengawas seperti kami.” “M-Mengapa mereka ingin melakukan hal seperti itu!?” Koko memekik dengan menutup mulutnya sendiri dengan tegang, tidak menyangka kalau teman-temannya telah berniat untuk menghianatinya. “M-Mereka tidak mungkin mengkhianati kami, mereka adalah teman-teman setia kami! Mereka akan datang kemari membantu kami!” “Benarkah? Kalau begitu, coba panggillah,” ajak Paul dengan menaikan sebelah alisnya, tampak terkekeh saat mendengar omongan Koko yang lemah. “Aku benar, kan? Tidak ada yang tidak bisa kutebak selama orang-orang itu punya tujuan yang sama di sini, mereka semua pada dasarnya ingin memperoleh kebebasan dan kekayaan, tapi karena tidak mampu bersaing dengan zaman, akhirnya mereka hanya bisa menjadi kacung dan b***k yang diharuskan menurut pada majikan masing-masing! Menjijikan!” “Aku tidak mau,” Koko menggeleng-gelengkan kepalanya dengan tegas. “Aku tidak mau hidup lagi sebagai seorang b***k. Itu menyeramkan dan tidak ada harapan. Aku lebih suka membebaskan orang-orang yang diperbudak oleh sesama manusia dan menghancuran sistem itu dengan tanganku sendiri!” “Kalau maumu begitu, maka lakukanlah sekarang!” seru Paul dengan menyunggingkan seringaian jahat di wajahnya, seakan-akan menantang Koko untuk melakukan hal yang di luar zona nyamannya dan bergerak. “Baiklah!” Sekarang, Victor dan Koko sedang bersiaga di posisinya masing-masing, mereka mengepalkan dua tangannya dan menatap fokus pada lawan yang ada di hadapannya, yaitu mentor mereka sendiri, Paul Cozelario, yang saat ini terlihat memberikan seringaian kejam dan tatapan tajam yang meremehkan pada mereka berdua. Sejujurnya, dua orang itu masih belum merencanakan apa pun dalam pertarungan ini, mereka belum merundingkan suatu strategi untuk mengalahkan Paul, Victor dan Koko belum sempat melakukan hal itu hingga akhirnya mereka tidak punya kesempatan untuk melakukannya di tempat ini. Alhasil, mereka berdua hanya bisa mengandalkan intuisi dan gerakan refleks jika semisalnya Paul mulai menyerang, meski sebenarnya Koko agak sedikit takut berhadapan melawan Sang Mentor, tapi dia berusaha memberanikan dirinya sendiri demi membuktikan pada pasangannya bahwa dia bukanlah seorang beban. Koko ingin menunjukkan juga pada semua orang bahwa dirinya bukanlah pahlawan yang lemah, dia ingin dianggap setara seperti teman-temannya yang lain, menjadi seorang pahlawan tangguh yang bisa diandalkan. “Entah cuma perasaanku saja, atau memang begitu kenyataannya,” ucap Paul dengan berdehem sejenak, yang juga suaranya didengar oleh seluruh penonton berkat mikrofon yang tertempel di pipinya. “Aku merasa kalian berdua tegang sekali dari tadi,” Paul menggeleng-gelengkan kepalanya. “Dengar ini! Ketegangan memang wajar, tapi kalian tidak boleh tegang berlebihan seperti itu, terutama kala berhadapan dengan musuh!” bentnak Paul pada Victor dan Koko dengan dua bola matanya yang membulat melotot. ”Musuh akan meremehkan kalian jika kalian selalu tegang dan ketakutan begitu saat melawannya, apalagi kekuatan kalian sangat dibutuhkan oleh masyarakat! Sedikit saja gemetar, mereka semua akan merendahkann kalian, b******k!” Mendengar ituu, Victor sedikit demi sedikit mengendurkan kepalan tangannya, sedangkan Koko hanya menundukkan kepalanya dengan lemas, membuat helaian-helaian ungunya berjatuhan. “Mengapa harus begitu? Mengapa untuk tegang dan ketakutan saja, kami butuh laki-laki? Apakah semua perempuan selalu dilindungi oleh semua orang? Manja sekali, heh!” “M-Manja?” Koko terbelalak saat Paul bilang demikian, dia tidak tahu kalau seluruh dunia mulai berubah ke dalam masyarakat yang sehat dan anti-patriatkis sehingga akhirnya orang-orang yang pernah menentang dirinya telah menjadi salah-satu rekannya, dalam meawan dan mengalahkan Sang Mentor. Kedengarannya memang gokil, tapi memang begitulah realitanya, miris sekalii, kan? Ketika puterimu ternyata harus berbicara dengan sebuah benda yang tidak ada hubungannya denganmu sama sekali. “Sekarang, apa yang harus kita lakukan?” tanya Koko dengan menolehkan kepalanya cemas pada Victor yang berdiri di sampingnya, mereka berdua kebingungan saat Paul mulai jatuh pingsan di depan penonton. “Jika kita membiarkannya terus seperti itu, para penonton akan mencurigai kita. Aku tidak mau dianggap sebagai gadis nakal oleh mereka! Pokoknya kalian juga harus menolong dan menghapus stigma di benak para penonton dan meminta mereka untuk mendengaran sebuah penjelasan singkat dari pasangannya. “Baik, terima kasih karena sudah mau memberikan kesempatan untukku berbicara,” yang sedang berkata di situ adalah Victor Osvaldo. Lelaki berambut emas itu sekarang ingin mengambil beberapa hal dari penulis-penulis lain, dan tentu saja itu ilegal. “Aku ada di sini ingin memberitahu pada kalian semua bahwa tikus pencuri dan kucing pengawas itu memang nyata adanya, dan salah satu dari kalian telah melakukan kesalahan yang fatal karena bermain-main dengan kucing-kucing pengawas seperti kami.” “M-Mengapa mereka ingin melakukan hal seperti itu!?” Koko memekik dengan menutup mulutnya sendiri dengan tegang, tidak menyangka kalau teman-temannya telah berniat untuk menghianatinya. “M-Mereka tidak mungkin mengkhianati kami, mereka adalah teman-teman setia kami! Mereka akan datang kemari membantu kami!” “Benarkah? Kalau begitu, coba panggillah,” ajak Paul dengan menaikan sebelah alisnya, tampak terkekeh saat mendengar omongan Koko yang lemah. “Aku benar, kan? Tidak ada yang tidak bisa kutebak selama orang-orang itu punya tujuan yang sama di sini, mereka semua pada dasarnya ingin memperoleh kebebasan dan kekayaan, tapi karena tidak mampu bersaing dengan zaman, akhirnya mereka hanya bisa menjadi kacung dan b***k yang diharuskan menurut pada majikan masing-masing! Menjijikan!” “Aku tidak mau,” Koko menggeleng-gelengkan kepalanya dengan tegas. “Aku tidak mau hidup lagi sebagai seorang b***k. Itu menyeramkan dan tidak ada harapan. Aku lebih suka membebaskan orang-orang yang diperbudak oleh sesama manusia dan menghancuran sistem itu dengan tanganku sendiri!” “Kalau maumu begitu, maka lakukanlah sekarang!” seru Paul dengan menyunggingkan seringaian jahat di wajahnya, seakan-akan menantang Koko untuk melakukan hal yang di luar zona nyamannya dan bergerak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD