Red - 72

2004 Words
Baru saja Paul bebas dari lorong panjang yang gelap itu, ia malah dikejutkan saat kakinya membawa dirinya menuju tempat pertama di istana ini yang pernah dikunjunginya bersama Roswel, yaitu ruangan yang dipenuhi berbagai macam bunga atau bisa disebut sebagai lokasi penyambutan tamu di istana Pulau Gladiol. Selain itu, ia juga menemukan gadis yang bernama Gissel masih berada di ruangan ini, tanpa didampingi oleh Lolita, Pelayan Pendampingnya, melainkan dikerubungi oleh lelaki-lelaki bodoh yang hendak mengganggunya. Sejujurnya Paul tidak mau mencampuri urusan orang lain, apalagi itu adalah urusan dari gadis berambut putih keriting yang sempat meremehkannya waktu itu bersama Lolita, tapi yang membuat ia tak tahan ingin ikut campur adalah lagak dari lelaki-lelaki asing itu yang hendak menyiksa Gissel, mereka semua, terutama lelaki berambut cokelat gelap yang mengenakan jaket bomber ungu—sama seperti lelaki-lelaki lainnya yang seragam berambut hitam kelam—sangat menyebalkan dan memuakkan, membuat Paul jadi jengkel melihat tingkahnya yang berlagak seperti seorang bos. Itulah hal yang mendorong Paul jadi ikut campur ke dalam urusan tersebut. “Hoo? Aku paham sekarang,” Leo tersenyum kecil setelah melihat respon isyarat dari Gissel. “Sepertinya kau juga sama sepertiku, ya?” Leo menganggukkan kepalanya dengan mengangkat dua tangannya lebar-lebar, seolah-olah menyambut kedatangan Paul. “Kau adalah manusia terpilih dari salah satu negara, kau adalah mentor, aku benar, kan? Tapi untuk apa kau datang sambil berkata kasar begitu? Apa kau tidak tahan melihat gadis lemah seperti Gissel dipermainkan oleh banyak lelaki? Woah, jantan sekali, ya? Dirimu.” Mendengar itu, kegondokan di hati Paul jadi semakin besar. “Biar kuberikan satu pelajaran untukmu, tetaplah di situ, Bocah-Bocah Tolol.” Merasa sesuatu yang menarik akan dimulai, Leo mengedipkan sebelah matanya pada para pahlawannya yang sedang mengunci tubuh Gissel. Paham pada isyarat itu, mereka semua segera melepaskan kuncian di badan Gissel, melepaskan gadis itu dan segera berlarian ke sisi Sang Mentor untuk menyambut kedatangan seorang lelaki yang mukanya cukup buas. “Uhuk! Uhuk!” Sambil matanya mengerling ke depan, menatap kemunculan orang yang pernah menyiksanya, yaitu Paul, ia malah terbatuk-batuk sejenak untuk meredakan tenggorokannya yang gatal sehabis dilepas dari bekapan tangan para lelaki bawahan Leo. “Bukankah kau itu—“ Ucapan Gissel terpangkas oleh suara Leo. “Jadi, siapa namamu? Berasal dari negara mana? Dan di mana pahlawan-pahlawanmu? Apakah mereka sedang berkeliling di istana kecil ini sehingga kau berjalan-jalan sendirian di sini? Tapi yang membuatku penasaran bukan cuma itu,” Leo tersenyum kecil sembari menyisir helaian rambut cokelatnya dengan jemari. “Sebenarnya kau mau apa dengan wajah menyeramkanmu itu? Apa kau mau berkelahi denganku?” Paul menyeringai dan terus berjalan tanpa henti, menginjak-injak puluhan bunga dengan penuh penekanan, hingga akhirnya jarak antara dirinya dan Leo cuma setengah meter. “Hah?” dengus Paul dengan bola matanya yang menegang, melotot sempurna layaknya seorang pembunuh yang siap menghabisi targetnya. “Kau ini dari tadi banyak bicara, ya?” Kemudian perhatian Paul dialihkan ke muka pahlawan-pahlawannya Leo yang tampak bersiaga hendak melindungi mentornya. “Dan apa ini? Bersikap patuh seperti pasukan robot, dan kau menyebut dirimu sebagai seorang pahlawan? Menjijikan.” “Hey, bisakah kau santai sedikit?” Leo mengangkat dua tangannya seperti penjahat yang baru tertangkap oleh polisi. “Kau ini kenapa?” “Kau bertanya ‘kenapa’, ya?” balas Paul dengan nada menggeram, napas beratnya terdengar begitu mengerikan, ditambah pelototan matanya yang semakin tajam, aura intimidasinya berhasil membuat pahlawan-pahlawannya Leo jadi sedikit gentar. “Kalian ini cuma sekawanan lalat kotor, jangan bertingkah memuakkan di depanku, brengsek.” “Beraninya kau menghina kami!” Salah satu pahlawannya Leo ada yang maju, mengayunkan tinju tangan kanannya pada Paul, tapi sebelum pukulannya mendarat tepat di pipi si lelaki buas, pergelangan tangannya langsung diremas dan dibanting ke lantai berbunga oleh Paul dengan sebegitu kencangnya, menimbulkan suara bedebum yang cukup kuat. “ARGH!” Leo menaikan sebelah alisnya, terkesan pada cara Paul menghalau serangan dari salah satu bawahannya, sementara Gissel yang ikut menyaksikan kejadian itu, hanya menjerit ketakutan saat si lelaki buas menghantamkan salah satu pahlawannya Leo ke lantai. “H-Hentikan!” jerit Gissel dengan menutup dua matanya, ia begitu ngeri selepas menonton Paul menumbangkan seseorang dengan mengerikan. “Jangan berkelahi di sini!” “B-Bos!” Melihat salah satu temannya dijatuhkan dengan kejam, membuat pahlawan-pahlawannya Leo jadi tak terima, mereka pun berseru-seru pada Sang Mentor meminta izin untuk menyerang Paul secara berkeroyok. “Dia sudah keterlaluan, Bos!” “Ayo, kemarilah, serang aku bersamaan, Lalat-Lalat b******k!” Paul meloncat mundur untuk mencari posisi yang leluasa agar bisa bertarung dengan puas. Menyunggingkan senyumannya, Leo menganggukkan kepalanya, mengizinkan pahlawan-pahlawannya untuk menyerbu Paul untuk membalaskan dendam salah satu pahlawan yang tumbang dipatahkan tangan kanannya oleh Si Mentor Buas itu. “Kuhabisi kau!” “Menyesallah!” “Kau akan mati di sini!” “Jangan harap kau bisa bebas setelah berurusan dengan kami!” Satu-persatu dari mereka langsung meluncur ke arah Paul dengan gaya yang berbeda-beda, memberikan serangannya masing-masing dengan melompat, berlari kencang, merayap di langit-langit, menenggelamkan diri di lantai berbunga, bahkan ada juga yang menghilangkan keberadaannya. Sepertinya lawan yang Paul hadapi bukanlah manusia-manusia normal, mereka semua telah diberkahi suatu kekuatan sakti, tidak seperti manusia pada umumnya. Namun, apakah Paul bakal takut terhadap hal tersebut? Mustahil. Itu sama sekali bukan masalah baginya, bahkan walau musuhnya adalah dewa sekali pun, Paul tidak akan takut selama dirinya berada di kubu yang benar. Dan menurut Paul, mereka semua tidak lebih dari sekedar lalat-lalat kecil yang bisanya cuma beterbangan kesana-kemari, sangat mengganggu dan menjengkelkan. Karena itulah, Paul segera menyiapkan kuda-kudanya dan membungkuk sedikit sembari mengepalkan dua tangannya. “Ini jadi semakin menarik, heh!” raung Paul sebelum akhirnya langsung mengangkat satu kakinya dan mengayunkan tendangan kuatnya pada seseorang yang berlari mendatanginya dengan kecepatan yang begitu gila. “Urgh!” Tepat sasaran, orang itu meringis dan badannya terguling-guling di lantai setelah terkena tendangan dari satu kaki Paul. Tidak sampai di situ, Paul merasakan ada hawa kehadiran seseorang yang akan mencelakainya dari atas, bawah, dan belakang. Menyadari bahayanya semakin meningkat, secepat kilat, Paul langsung meloncat dan memutar tubuhnya seperti bola dan, BUAG! Seseorang yang merayap di langit-langit tertimpa hantaman kaki Paul ketika dia mau menyerang dari atas, sementara di area belakang, tangan kanan Paul berhasil merampas pisau yang hendak ditusukan ke punggungnya dari seseorang yang tanpa wujud, dan pisau itu dibuang ke segala arah olehnya. “S-Sialan!” pekik orang tanpa wujud itu saat senjatanya diraih dan dilemparkan ke pojokan ruangan yang cukup jauh oleh Paul. Selanjutnya dari area bawah, tepatnya dari lantai berbunga, Paul merasakan akan ada terjangan dari lantai bawah kakinya, dan ternyata dugaannya benar. Mendadak muncul kepala seseorang muncul begitu saja dari lantai berbunga, seperti seseorang yang baru keluar dari dalam air, dengan berniat menyerang Paul menggunakan serangan kepala, tapi sayang sekali, si lelaki buas sudah menyadari itu dan akhirnya orang itu malah berakhir tragis karena leher kepalanya dipelintir oleh Paul sampai berbunyi ‘Kretak!’ yang merupakan suara retakkan tulang yang patah, sampai tergeletak begitu saja di permukaan lantai. “Lemah!” Setelah beberapa menit bertarung melawan seluruh pahlawan-pahlawan bimbingannya Leo, Paul tertawa sambil mencibir, saat ini cuma dia satu-satunya lelaki yang berdiri tegap di lantai di saat semua bawahan Leo terbaring lemas di permukaan lantai disertai tubuh yang luka-luka dan beberapa diantaranya telah pingsan. “Kalian semua terlalu lemah untukku!” Terhibur menyaksikan penampilan Paul, Leo dengan santainya menepuk-nepuk tangannya, tampak gembira meski bawahan-bawahannya sedang terluka parah di lantai. “Ini sangat spektakuler, kau menakjubkan. Bolehkah aku mengetahui namamu? Agar suatu saat nanti,” Tiba-tiba Leo melesat dengan sebegitu kencangnya menuju posisi Paul dan BLEDAG! Menghajar wajah Si Lelaki Berandal dengan sangat kuat hingga Paul terpelanting berkali-kali ke lantai dan berakhir menabrak tembok di belakang, bahkan dindingnya sampai retak. “... namamu bisa kupajang di batu nisan.” “AAAAAAAARGH!” Bukan Paul yang menjerit histeris, melainkan Gissel. Gadis itu menjerit kencang saat melihat Paul dipukul oleh Leo sampai terlempar sangat jauh, itu pemandangan yang sangat mengerikan. “Bisakah kalian hentikan perkelahian ini! Aku tidak tahan melihatnya!” “B-b******k!” Tertatih-tatih, Paul berusaha membangunkan badannya yang lebam-lebam untuk bisa berdiri tegak. Rasa nyeri menyebar ke seluruh tubuhnya, kening, hidung, dan mulutnya berdarah, Paul benar-benar tertimpa balasan yang setimpal atas perbuatannya pada bawahan-bawahannya Leo. Paul tidak pernah mengira kalau lelaki berambut cokelat yang berdiri santai jauh di depannya, sekuat ini. “Sekarang, menurutmu siapa yang lemah di sini, hm?” Leo mengusap-usap punggung tangan kanannya ke jaket bombernya karena tangannya bisa kotor jika tidak dibersihkan, sebab dia baru saja memukul Paul menggunakan tangan tersebut. “Berisik!” tampik Paul dengan menggeram, meski saat ini bibirnya penuh dengan cairan merah kental yang mengalir. “Kau terlalu banyak bicara, k*****t!” “Terserahlah, jika kau tidak mau menyebut nama dan asalmu, maka baiklah, aku akan memperkenalkan diriku terlebih dahulu agar kau bisa mengenal siapa aku, setidaknya untuk menghormati aku yang telah menghancurkanmu,” Leo menyeringai dan berdehem. “Aku Leo Grissham, seorang Mentor dari Negara Nomor Satu di dunia, yaitu Megasta! Pelayan Pendampingku adalah Tuan Varigos yang sangat kuhormati! Dan aku bersama sepuluh pahlawanku telah dilatih keras oleh Tuan Vardigos untuk menjadi kelompok pahlawan nomor satu di antara kelompok-kelompok lain, karena itulah kami semua sudah lihai dalam mengeluarkan kekuatan sakti masing-masing.” “K-Kekuatan? Jadi yang begituan juga ada, ya? Seperti komik saja, b******k!” ketus Paul dengan mendecih. “Lalu siapa dirimu? Sekarang sebut namamu, ini giliranmu, loh. Kalau kau tidak mau membuka mulutmu, tergantung situasinya, aku bisa menghabisimu di sini.” kata Leo dengan tersenyum meremehkan Paul. “Ayo, sebutkan nama dan asalmu agar kita bisa saling mengenal.” “Namanya Paul, dia berasal dari Madelta,” Kini yang bersuara adalah Gissel, entah apa alasannya tiba-tiba gadis itu menyebutkan nama dan asal Paul tanpa persetujuan dari yang bersangkutan, tapi jika dilihat dari sorot matanya, sepertinya gadis keriting itu masih punya dendam kesumat terhadap Paul. “Dan kalau tidak salah, Pelayan Pendampingnya adalah pria pucat yang bernama Roswel.” Baru saja mendengar penjelasan Gissel, secara refleks Leo tertawa terbahak-bahak. “Hahahahaha! Aku tidak menyangka kalau kita bertiga, mentor yang berasal dari tiga negara besar di dunia, bisa dipertemukan seperti ini! Kebetulan yang tidak terduga, ya! Hahahaha!” “Apanya yang lucu, b******k! Aku tidak peduli asalmu dari mana, jika kau terlihat menjengkelkan saja di depanku, aku akan—“ “Akan apa?” sambung Leo dengan cepat, terkekeh-kekeh menyaksikan kondisi Paul yang penuh dengan luka dan darah. “Kau mau melakukan apa padaku dengan tubuh lembekmu itu, Paul? Lagipula, kau itu cuma berasal dari Madelta, negara besar yang urutannya paling rendah di antara kita bertiga. Kau seharusnya menghormatiku dan Gissel yang berasal dari negara yang lebih tinggi darimu.” “Sayangnya aku tidak butuh penghormatan dari siapa pun di sini, yang aku butuhkan, kalian berdua harus segera minta maaf padaku,” ungkap Gissel dengan menggigit bibirnya, menahan kekesalannya. “Kalian berdua telah mengganggu dan melukaiku, maka sudah sewajarnya kalian meminta maaf padaku!” “Minta maaf?” Mengerlingkan matanya ke samping, Leo memutar lehernya dan menatap Gissel dengan terheran. “Untuk apa aku meminta maaf padamu? Kau yang salah di sini karena terlalu lemah, jika kau kuat, kau tidak mungkin terluka. Jadi tidak ada alasan bagiku untuk meminta maaf padamu, Gissel.” “K-Kau!” Gissel benar-benar geram pada omongan Leo yang tidak menyadari kesalahannya. “Aku tidak mau menyakitimu lagi, jadi berhentilah memancing amarahku,” Leo pun berjalan mendekati salah satu pahlawannya yang tergeletak lemas di dekat kakinya, lalu, BUAG! Menginjak wajah pahlawannya dengan sepatu. “Inilah yang akan terjadi jika seseorang terlalu lemah. Mereka hanya akan menjadi buruan predator buas. Memalukan sekali.” Gissel dan Paul terkejut saat melihat Leo menginjak-injak wajah pahlawan-pahlawannya yang sedang terbaring lemah satu-persatu, seakan-akan itu adalah metode hukuman karena gagal melakukan aksi. “Kau tidak perlu menyakiti mereka berulang-ulang, b******k! Mereka adalah pahlawan-pahlawanmu, Bodoh!” raung Paul dengan menggertakkan gigi-giginya. “Kau tidak berhak bilang begitu, Paul!” Seketika Gissel berteriak, membuat Leo dan juga Paul memfokuskan perhatiannya pada gadis keriting itu. “Orang sepertimu, yang pernah mengobrak-abrik rahimku dengan sebegitu kejamnya, tidak berhak berseru seolah-olah kau tidak tega melihat kekerasan!” “Hm?” Leo mengernyitkan alisnya, terheran-heran dengan perkataan
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD