Episode 2

1011 Words
Aksara untuk Elea Aksa tersenyum setelah Elea pergi terlebih dahulu, tanpa menyentuh sedikitpun makanan yang mereka pesan. Senyum mengerikan yang sering ia lakukan jika merasa sudah menaklukan sesuatu yang menurutnya sangat menantang. Termasuk rencana pernikahannya dengan Elea yang akan diselenggarakan bulan depan. Aksa memang sudah lama memperhatikan gadis cantik bernama Eleanor dari keluarga Rahadian, salah satu rekan bisnis orang tuanya. Meskipun Aksa tidak berminat menjalin hubungan dengan serius dengan satu perempuan, namun ia perlu memastikan terlebih dahulu siapa yang akan dijodohkan padanya. Setelah beberapa kali melihat secara langsung, meski diam-diam bahkan Aksa memerintahkan beberapa orang kepercayaannya untuk menggali lebih dalam informasi tentang Elea, dan dari informasi yang ia terima Aksa cukup bersyukur karena gadis itu tidak seperti gadis pada umumnya. Elea lebih sering menutup diri, bahkan hanya beberapa orang saja yang menjadi teman dekatnya. Aksa mengira Elea adalah gadis gaul metropolitan, namun Aksa dibuat terkejut dengan kenyataan jika Elea sama sekali tidak memiliki tempat favorit untuk melepas penat seperti gadis seusianya. Dan hari ini sesuai perjanjian yang disepakati orang tuanya dan juga orang tua Elea. Awalnya Aksa kira dengan menggoda salah satu pelayan restoran tersebut bisa membuat Elea langsung membatalkan rencana pernikahan mereka. Namun di luar dugaannya, Elea justru tidak bereaksi apapun dan malah tetap menyetujui perjodohannya. Melihat reaksi yang diperlihatkan Elea, Aksa yakin gadis itu pasti menyembunyikan sesuatu darinya, dan mungkin saja di balik sikap pendiam Elea, justru gadis itu menyimpan senjata rahasia yang bisa menghancurkan hidupnya. Aksa menepis segala kemungkinan buruk yang masih disembunyikan Elea, dan ia berjanji sebelum gadis itu melanjutkan rencana liciknya, ia terlebih dulu akan menghancurkan hidup Elea. Hanya dengan bermodal wajah tampan dan juga uang berlimpah, tidak akan membuat Aksa merasa kesulitan menemukan wanita idamannya. Contohnya hanya dengan beberapa lembar uang kertas berwarna merah saja, pelayan restoran itu pun mau melayaninya dan dengan sukarela melanjutkannya lebih jauh jika Aksa mau, namun Aksa tidak berselera setelah melihat reaksi Elea yang ternyata tidak menampakan rasa terkejut sedikitpun. Beberapa saat setelah kepergian Elea, Aksa pun meninggalkan restoran,dan memilih pulang ke apartemen miliknya. Selama perjalanan ada beberapa panggilan dari nomor wanita yang selama ini menjadi teman tidurnya, namun malam ini ia tidak ingin menemui salah satu dari mereka. Aksa memilih langsung pulang ke apartemen miliknya. Begitu ia membuka pintu, tampak perempuan paruh baya yang masih begitu cantik menyambut kedatangannya. "Baru pulang?" Tanya perempuan itu, dan langsung menghampiri Aksa. "Iya, tumben Ibu datang." Aksa mencium punggung tangan Ibunya, dan mengecup singkat dahi perempuan yang telah membesarkannya. "Ibu sengaja datang kesini, karena Ibu mau mendengar bagaimana kencan kamu dan Elea." Dea, Ibu Akasa mengikuti putra semata wayangnya kemanapun pergi, termasuk ketika anaknya itu ke dapur mengambil air dingin didalam kulkas. Dea masih menunggu putranya bercerita, bahkan ia menunggu putranya menghabiskan satu botol air putih dingin hingga tandas. "Bagaimana?" Tanya Dea, penasaran. "Dia gadis baik bukan?" Aksa belum menjawab pertanyaan Ibunya,ia hanya berjalan menuju sofa di ruang televisi sambil melonggarkan dasi yang terasa begitu mencekik lehernya. Aksa mendaratkan bokongnya di atas kursi empuk, Ibunya terlebih dulu duduk di sampingnya dan menarik paksa tangannya hingga kini ia berhadapan dengan sang Ibu. "Jadi gimana?" Tanya Dea dengan begitu antusias.. Aksa bisa melihat dari sorot mata ibunya, Aksa bisa melihat harapan yang begitu besar, jika sedikit saja ia mengucapkan kata2 yang bisa membuat kecewa hatinya, makan Aksa pasti akan kembali melihat sorot kecewa dari mata Ibunya. Dan Aksa tidak ingin itu terjadi, karena selama ini ia sudah sangat sering menyaksikan kesedihan Ibunya, jadi untuk kali ini saja ia ingin melihat Ibunya bahagia. "Dia gadis baik, dan juga cantik." Jawab Aksa. Memang pada kenyataannya Elea cantik dan baik, meski ia tidak tahu sejauh apa kebaikan Elea. "Lalu?" Tanya Dea lagi. "Iya dia sesuai dengan kriteria yang Ibu cari selama ini. Berasal dari keluarga baik-baik, dan terpandang." Jelas aksa. Aksa memejamkan matanya dan merebahkan tubuhnya di sandaran kursi, merenggangkan pundaknya yang terasa kaku. Tidak ada jawaban untuk beberapa saat dari ucapannya. Dan begitu Aksa kembali membuka matanya, ia melihat Ibunya hanya diam mematung dan menatap prihatin padanya. "Kenapa? Ibu tidak menyukai Elea?" Aksa bingung dengan ekspresi yang terlihat dari raut wajah ibunya. "Kamu bahagia?" Tanya Dea. Aksa tersenyum masam begitu kata bahagia dijadikan pertanyaan untuk dirinya," Aksa bahagia jika Ibu bahagia. Dan jika menikahi Elea bisa membuat ibu bahagia, maka Aksa pasti akan melakukannya untuk Ibu." Ucap Aksa, sambil meraih tangan Ibunya yang kini mulai keriput. Ibunya bukan tipe perempuan yang senang berdandan dan merawat tubuhnya, ia lebih suka berpenampilan apa adanya bahkan sangat sederhana. Aksa sering mengajak Ibunya untuk pergi ke salon atau berbelanja pakaian dan keperluan lainnya, namun Dea selalu menolak setiap ajakan Aksa. Ia lebih memilih menghabiskan waktu di dalam kamar, atau mengurus semua kebutuhan Aksa, meski kini mereka tinggal di rumah yang berbeda. "Ibu tidak memaksa kamu untuk menikahi Elea. Ibu hanya ingin ada seorang wanita yang bisa menjaga dan mengurusmu dengan baik." Aksa hanya bisa menghela nafas lemah, karena Ibunya selalu menggunakan alasan yang sama hanya untuk memintanya segera menikah. "Berhenti mempermainkan perempuan, dan mulailah menjalani hidup normal seperti orang lain. Hanya itu yang ibu pinta darimu." "Iya, Aksa tau. Aksa pasti akan menikahi Elea, bulan depan. Ibu hanya perlu bersiap-siap supaya terlihat cantik, karena tante Kanaya sangat cantik." Goda Aksa, sambil mengusap pipi ibunya yang sudah tidak sekencang dulu. Dea tersenyum lega mendengarnya, ia sangat menginginkan seorang menantu dan tentu saja pilihannya kali ini tidak salah, karena Dea sudah mengenal sejak lama keluarga Rahadian. Setelah memasak beberapa hidangan untuk anaknya, Dea memilih pulang karena Aksa tampak begitu lelah. Sementara Aksa, setelah ibunya pergi ia keluar dari kamar menuju meja makan yang sudah tersaji beberapa hidangan kesukaannya. Dea memang sering mendatangi apartemen miliknya, terlebih jika stok makanan di dalam kulkas sudah mulai menipis, maka Dea akan datang dan kembali mengisinya. Aksa menikmati hidangan yang dimasak ibunya tanpa minat, meski sudah terbiasa makan sendiri tapi kali ini terasa begitu sepi setelah Ibunya pergi. Seharusnya bukan masalah besar menikmati makanan seorang diri bahkan tinggal di rumah sebesar ini sendirian, namun hatinya terasa jauh lebih kosong sejak dulu, semenjak kedua orang tuanya memutuskan bercerai, dan juga semenjak ia tahu alasan dibalik perceraian kedua orang tuanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD