Satu

2110 Words
“Duh, rese banget sih itu si Daniel!” keluh Ganis sambil membersihkan noda di roknya. “Udahlah, Gan. Lo kan tahu sendiri dia emang jahil,” kata Luna sambil membantu membersihkan rok Ganis di toilet perempuan. “Lo tahu rok gue yang kemarin kena permen karet? Akhirnya disuruh dijadiin lap aja sama Ibu gue,” cerita Ganis pada Luna. “Ya mau diapain lagi atuh?” tanya Luna. “Oh iya, lo serius mau ikutan nyalon ketua OSIS?” tanya Luna. “Iya, gue serius,” Ganis menjawab dengan pasti. “Lo kan bukan anak OSIS, Gan?” tanya Luna. “Pemilihan ketua kali ini tuh bebas buat siapa aja, Lun. Mau anak OSIS atau bukan, kita semua dipersilahkan buat daftar,” kata Ganis bersemangat. “Terus kalau menang, emangnya lo yakin bisa tahan ikut OSIS?” tanya Luna yang tidak yakin. “Gue pasti menang, Lun. Gue itu bukan anak bermasalah di sekolah. Gue juga pintar dan kesayangan guru-guru. Mana mungkin gue gak menang. Terus gue emang udah mantepin hati buat nyalon ketua OSIS,” kata Ganis yakin. “Lo emang gak bermasalah sama sekolah, tapi bermasalah sama Daniel!” ejek Luna. Ganis menajamkan matanya dan menatap Luna, “Please gak usah ngomongin orang rese itu!” “Hahaha, habisnya gue seru sih kalau udah lihat lo marah sama dia,” ucap Luna sambil tertawa. Rok Ganis sudah bersih sekarang dan berhasil dikeringkan dengan pengering tangan yang ada di toilet. Ganis dan Luna pun keluar dari toilet lalu menuju kelas mereka. “Lun, kemarin gue juga lihat Julio di tempat pendaftaran calon ketua OSIS. Gue lihat dia minta formulirnya,” kata Ganis. “Julio?” Luna diam sejenak, “Hmm ... pantes. Ternyata lo mulai beraksi ya?” “Ish, apa sih, Lun? Wajar dong gue ngejar Julio yang perfect itu? Udah pintar, ganteng, lumayan kaya juga dia. Hahahaha.” “Daniel ganteng tuh, kaya juga,” celetuk Luna “Lo bahas Daniel lagi, gue jitak nih kepala lo!” Ganis sudah siap dengan tangan mengepal untuk Luna. Mengenai Daniel, dia memang sangat tampan, di sekolah saja ada dua orang perempuan yang terang-terangan mengejar dia. Keduanya cantik, tapi tidak ada satu pun yang mendapatkan timbal balik dari Daniel. Daniel memang seumur hidupnya belum pernah berurusan dengan jatuh cinta. Dia mendapatkan kasih sayang dari keluarganya, kesenangan dari teman-temannya, dia sudah merasa nyaman dengan kehidupannya. Baginya tidak perlulah menambah embel-embel wanita di hidupnya, yang nantinya malah akan mengusik kenyamanannya. Daniel memang termasuk anak orang kaya. Ayahnya memiliki sebuah perusahaan yang memproduksi sepatu. Bahkan kakak angkatnya pun mengelola perusahaan cabang milik ayahnya. Hanya saja Daniel terlalu jahil, sehingga menurunkan kadar pesona bagi teman-teman perempuannya. Bahkan Ganis yang selalu jadi korban kejahilannya pun sampai membenci Daniel. ※※※ Baru saja Ganis dan Luna tiba di kelas, terlihat teman-teman di kelas sedang berbisik seolah membicarakannya. Ganis langsung yakin, pasti Daniel membuat keisengan lagi padanya. Benar saja, Ganis melihat kursinya sudah tertutup oleh benang wol yang sengaja dililitkan. Banyak sekali benang wol yang terpakai, entah punya siapa benang itu. Saat ini kelas mereka memang sedang diberi tugas membuat lampion dari benang wol. Cara membuatnya yaitu, dengan meniupkan sebuah balon lalu dilumuri dengan lem, kemudian dililitkan dengan benang wol. Ganis menghampiri tempat duduk Daniel yang terletak paling belakang dan paling pojok di kelas. “Daniel! Ini pasti kelakuan lo lagi?” bentak Ganis sambil menunjuk Daniel. Daniel dan teman-temannya tertawa melihat reaksi Ganis. Daniel membuka tasnya kemudian mengambil benang wol dari dalam tasnya. “Bukan, ini benang wol gue masih ada,” kata Daniel sambil menunjukkan benang wol miliknya. Ganis mengepalkan tangannya, tetapi tidak berani memukul Daniel. Karena jika dia melakukan itu, Ganis akan dianggap perempuan kasar oleh teman-temannya. Ganis memilih pergi ke tempat duduknya dan membersihkan kursinya. Ganis menggunting benang wol yang melilit di kursinya, lalu membuangnya ke tempat sampah di depan kelas. Baru saja dia duduk, lalu dia teringat benang wolnya yang tertinggal di laci mejanya. Ganis meraba laci mejanya untuk memastikan bahwa benang wolnya masih ada. Namun tangannya tidak dapat menemukan benang wolnya, setelah ditengok pun Ganis tidak mendapati benang wolnya itu berada di laci mejanya. Ganis menengok ke arah Daniel. “Daniel! Lo tadi pake benang wol punya gue?” mata Ganis melotot, hampir terlihat mau keluar. “Kan tadi gue bilang, kalau benang wol gue masih ada,” kata Daniel sambil tersenyum miring dan menunjukkan benang wolnya. “Lo emang k*****t ya, Niel!” Bel masuk pun berbunyi dibarengi dengan datangnya Bu Riska, guru Keterampilan di kelas mereka. “Duh, Man. Gimana nih? Benang wol gue udah gue buang,” kata Ganis panik. “Udah, lo barengan gue dulu aja benangnya. Lagian pasti gak bakal dikumpulin hari ini kok, kan harus nunggu kering dulu,” kata Amanda menenangkan Ganis. “Ya udah, gue nebeng dulu ya,” kata Ganis sambil mengambil benang wol Amanda. Amanda menganggukkan kepalanya sebagai tanda iya. ※※※ Bel tanda istirahat berbunyi, semua murid berteriak gembira. Mereka selalu kompak meski tidak pernah direncanakan. Bagi para murid sekolah, bel istirahat dan bel pulang memang hal yang paling menyenangkan. Setelah mendengar suara itu, mereka semua akan berbondong-bondong keluar dari kelasnya. “Man, Lun, kalian ke kantin duluan aja deh. Gue mau ke ruang OSIS dulu minta formulir lagi,” kata Ganis. “Oke, jangan lama-lama ya!” kata Luna sambil berjalan dengan Amanda menuju kantin. Ganis dengan semangat berjalan menuju ruang OSIS. Dilihatnya sudah ada Mahesa, sang ketua OSIS yang sebentar lagi akan melepas jabatannya, dan Puteri sang wakil ketua OSIS yang juga akan melepas jabatannya. Mereka sedang menjaga stand pendaftaran calon ketua OSIS di depan ruang OSIS. Baru saja Ganis ingin mendekat, tiba-tiba Julio datang ke stand itu, Ganis pun memperlambat langkahnya. Ganis menunggu dengan memberi jarak lima meter dari stand itu, namun Julio tidak juga pergi dari sana. Akhirnya dengan rasa gugup, Ganis pun memberanikan diri untuk bergabung dengan mereka. “Hai, Ganis!” sapa Puteri. “Hai!” balas Ganis menyapa. “Ada apa, Gan?” tanya Mahesa sambil tersenyum. Mahesa ini selain memiki kelebihan otak yang pintar sebagai ketua OSIS, dia juga memiliki kelebihan yang diberikan pada wajahnya. Mahesa memiliki wajah tampan menuruni ayahnya yang berasal dari Amerika. “Gue mau minta formulir lagi, yang kemarin hilang,” kata Ganis berbohong. Ganis merasa malu untuk mengatakan bahwa formulirnya dibuang oleh Daniel, karena pasti akan ditertawakan oleh mereka. Rasanya hampir seluruh murid di SMA Cakrawala ini tahu bahwa Ganis dan Daniel tidak pernah akur. “Oh, lo nyalonin ketua OSIS juga?” tanya Julio dengan gaya cool-nya itu. “I … iya,” jawab Ganis malu-malu. “Berarti nanti kita saingan dong? Gue juga daftar soalnya,” kata Julio sambil tersenyum. “Oh, iya juga sih,” wajah Ganis pun berubah jadi merah. “Put, mana formulirnya? Gue mau ke kantin nih,” tanya Ganis. “Ini, Nis!” kata Puteri sambil memberikan formulirnya. “Thanks ya. Duluan ya, Put, Mahesa, Julio!” kata Ganis sambil melambaikan tangannya lalu meninggalkan stand. Ternyata dari kejauhan, Daniel yang sedang bersama teman-temannya, melihat Ganis yang sedang terlihat gugup berhadapan dengan Julio. Daniel pun menghampiri Ganis yang sedang jalan terburu-buru menuju kantin, agar Luna dan Amanda tidak menunggunya terlalu lama. “Cie … gue rasa ada yang jatuh cinta nih sama Julio, mukanya sampe merah gitu,” goda Daniel. “Ish, apa sih lo?” kata Ganis kesal dan sambil terus berjalan. “Gue rasa alasan lo nyalonin ketua OSIS itu karena ada Julio. Pasti! Gue yakin!” goda Daniel lagi. “Bukan urusan lo, Daniel!” bentak Ganis. Ganis tiba di kantin kemudian langsung duduk bersama Luna dan Amanda. Kemudian langsung menyantap siomay yang sudah dipesankan oleh Amanda. Sedangkan Daniel sudah kembali bergabung dengan Bayu, Rayhan, dan Hendrik, teman-temannya yang sama jahilnya dengan Daniel. “Lo lama banget sih,” kata Luna sambil meminum es jeruknya. “Tadi ada Julio di stand OSIS, terus gue gugup gitu. Duh ....” curhat Ganis pada dua sahabatnya itu. “Wah, wah, terus seneng dong? Berbunga-bunga gitu?” tanya Luna dengan wajah sumringah. “Tadinya, terus mendung lagi gara-gara si Daniel,” kata Ganis sambil melahap siomaynya yang tinggal sedikit lagi. “Daniel melulu, kayaknya lo berdua gak bosen-bosen ya jadi kucing sama anjing terus?” kata Luna ikutan kesal. “Udahlah, siomay gue udah habis nih, ke kelas yuk! Oh iya, ini pake uang siapa?” tanya Ganis mengenai siomay yang tadi dia makan. “Punya gue,” kata Amanda. “Nih, gue ganti. Thanks ya!” kata Ganis sambil memberikan uang lima ribu pada Amanda. Waktu istirahat masih tersisa sepuluh menit ketika mereka sudah sampai kelas. Ganis pun mengisi ulang formulir pendaftaran calon ketua OSIS yang sebelumnya sudah dibuang oleh Daniel. “Lo serius daftar?” tanya Amanda, teman sebangku Ganis yang setia. Dari kelas satu sampai kelas tiga mereka selalu sekelas dan selalu duduk bersama. “Iya, serius,” kata Ganis sambil mengisi biodata dirinya di formulir itu. Kemudian datang Daniel, Bayu, Rayhan, dan Hendrik ke kelas. Daniel berhenti sebentar saat melewati meja Ganis yang berada di barisan kedua. “Kok alasannya belum diisi? Kan tinggal tulis, alasannya karena mengejar Julio,” kata Daniel mengejek Ganis. “Ish, apa sih lo? Jangan buang formulir gue lagi!” Ganis buru-buru memasukkan formulirnya ke laci bawah mejanya agar tidak diambil oleh Daniel. Ganis merasa seisi kelas sekarang sedang membicarakannya. Itu karena perkataan Daniel tadi, yang bilang bahwa Ganis ingin mengejar Julio. “Enggak kok, gak bakal gue isengin lagi. Tapi tulis alasannya yang berbobot ya!” ejek Daniel sambil ngeloyor menuju kursinya. “Apa pun alasan gue, itu bukan urusan lo!” ucap Ganis membentak. Bel masuk pun berbunyi, Ganis segera memasukkan formulirnya ke dalam tas supaya tidak tertinggal lagi dan dijahili oleh Daniel lagi. ※※※ Ganis dan Luna kini sedang berada di rumah Amanda. Mereka mengerjakan tugas keterampilan yang tadi belum selesai. Sebelumnya, sepulang sekolah tadi mereka mampir dulu untuk membeli benang wol. “Man, lo bukannya sepupuan ya sama Daniel?” Luna bertanya pada Amanda, setelah melihat foto pernikahan kakaknya yang terpajang di ruang keluarga Amanda. “Emang itu namanya sepupu, ya? Kan cuma Kakak gue yang nikah sama Kakaknya Daniel. Gue sama Daniel sih gak ada hubungan darah apa-apa,” kata Amanda menjelaskan. “Oh iya, denger-denger Kakaknya Daniel anak angkat ya?” tanya Luna ingin tahu. “Iya, sebelum Daniel lahir, orangtua Daniel ngadopsi Kak Riza dari panti asuhan,” jawab Amanda. “Oh, namanya Riza?” tanya Luna. “Iya, Alriza Saputra. Katanya sih sebelum diangkat anak namanya bukan itu, terus pas udah diadopsi namanya diganti sama Bokapnya Daniel,” jelas Amanda. “Bokapnya Daniel baik ga?” tanya Luna. “Baik banget. Keluarga Daniel itu semuanya baik. Bokapnya, Nyokapnya, Kakaknya, bahkan Daniel juga kalau di rumah itu jadi anak baik. Nurut banget sama orangtuanya, akur sama Kakaknya. Pokoknya keluarga mereka itu harmonis,” kata Amanda. “Masa sih? Di rumah Daniel penurut?” tanya Luna penasaran. “Duh, ngapain sih ngomongin Daniel?” Ganis akhirnya membuka suara setelah sebelumnya cemberut terus karena mendengar pembicaraan tentang Daniel. “Gue di sekolah udah enek ketemu Daniel, masa di luar sekolah juga masih aja ngomongin Daniel?” “Kenapa sih, Gan? Lo benci banget sama Daniel?” tanya Luna. “Gimana gue gak benci sama dia sih, Lun? Gue dari kelas satu sekelas terus sama dia dan selalu diisengin dia. Nih, Amanda saksinya, yang dari kelas satu udah jadi teman sekelas gue juga. Lo kan baru sekelas di kelas tiga, belum terlalu jengkel sama dia, lo masih tertipu sama wajah dia!” kata Ganis geram. “Ya habis, dia ganteng banget sih. Awas loh, nanti malah jadi cinta!” kata Luna sambil menyenggol bahu Ganis. “Gak mungkinlah! Tipe gue tuh kayak Julio, bukan kayak Daniel. Mustahil banget!” kata Ganis kesal. “Udah, cepet kelarin lampionnya! Udah sore nih!.” ※※※ Daniel tiba di rumah mewahnya disambut Pak Satpam yang membukakan gerbang. “Assalamualaikum,” salam Daniel setelah masuk rumah. “Wa'alaikumsalam,” jawab perempuan cantik bernama Martha, yang telah melahirkan Daniel ke dunia. Daniel pun mencium tangan ibunya lalu dibalas kecupan di kening Daniel. “Kok kamu baru pulang?” tanya Martha. “Tadi habis nganter Rayhan jenguk Omanya yang sakit, Mah,” jawab Daniel menjelaskan. “Sakit apa?” tanya Martha. “Stroke, Mah,” jawab Daniel. “Duh, kasian. Kamu udah makan?” tanya Martha lagi. “Belum, Mah. Laper nih!” jawab Daniel sambil memegang perutnya. “Ya udah, sana ganti baju dulu, terus makan. Udah sholat kan?” tanya Martha. “Udah kok, Mah. Aku masuk dulu ya,” kata Daniel sambil pergi menuju kamarnya yang berada di lantai dua. ※※※
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD