Dua

1529 Words
Pagi ini saat baru datang di kelas, Ganis sudah mendapati pemandangan buruk. Meja kelas acak-acakan, lantai kelas kotor dan debu yang bertebaran di udara. Para pelakunya adalah dua orang murid yang sedang bermain-main dengan sapu, seolah-olah mereka sedang perang menggunakan pedang. Kedua orang itu adalah Daniel dan Bayu, dua orang paling jahil di kelas. Peringkat pertama terjahil di kelas di menangkan oleh Daniel, lalu Bayu kedua. “Lo berdua apa-apaan sih? Kayak bocah!” tegur Ganis yang memang seorang ketua kelas mereka. Daniel menoleh sebentar, lalu berkata dengan santai. “Lagi piket.” “Piket kata lo? Piket tuh bikin bersih, bukan bikin makin berantakan!” Ganis memarahi Daniel. “Iya, iya, selow aja sih. Nanti gue beresin, mau main-main dulu bentar,” kata Daniel. “Lihat jam dong! Sepuluh menit lagi bel masuk, pelajaran pertama itu Ibu Ratna. Lo tahu kan gimana killernya dia? Kalau dia lihat kelas ini berantakan, banyak debu terbang, bisa habis diomelin kita!” celoteh Ganis. “Kita?” kata Daniel sambil menaikkan alisnya sebelah. “Kelas kita!” Ganis memperjelas. “Nanti gue tanggung jawab kok, tenang aja!” kata Daniel santai. “Ish, lo lama!” Ganis merampas sapu dari tangan Daniel kemudian langsung menyapu kelas. “Duh, ileh. Ketua kelas kita rajin ya?” kata Daniel mengejek. “Jelas! Di sini gue ketua kelas. Gue bertanggung jawab atas ketertiban kelas ini,” kata Ganis sambil terus menyapu. “Bayu, cepet lo beresin tuh meja!” “Ish, bawel!” kata Bayu mendumel. Meskipun tetap saja Bayu menuruti perintah Ganis. Akhirnya dua menit sebelum bel masuk, kelas sudah rapi dan bersih. Hasil kerja sama Ganis yang menyapu lantai dan Bayu yang merapikan meja. Sedangkan Daniel yang memiliki jadwal piket, hanya duduk menonton mereka bersih-bersih. ※※※ Ganis, Amanda, dan Luna berjalan menuju ruang OSIS. Melewati koridor kelas yang disepanjang jalannya banyak murid-murid sedang berkumpul bersama teman-temannya. Para murid perempuan biasanya membicarakan artis-artis idolanya, sedangkan para murid laki-laki saling tertawa karena melakukan hal-hal konyol. Suatu kejadian yang selalu terjadi saat jam istirahat. “Put, ini gue mau ngumpulin formulir!” kata Ganis sambil menyerahkan formulir pada Puteri ketika mereka sudah sampai di ruang OSIS. “Oh, oke!” kata Puteri sambil meraih formulir itu. “Udah ada berapa orang yang daftar?” Ganis bertanya pada Mahesa. “Sepuluh orang,” jawab Mahesa. “Banyak juga ya? Nanti semuanya jadi kandidat tuh?” tanya Ganis. “Oh, enggak. Nanti kita seleksi lagi kok, sambil minta pendapat guru-guru. Nantinya cuma ada lima nama yang bakal jadi kandidat,” kata Mahesa menjelaskan. “Penyeleksiannya dilihat dari mana?” tanya Ganis. “Ya kita lihat dari prestasi, sikap, dan keaktifannya di kelas. Kita juga berkoordinasi sama guru, jadi guru-guru bisa ngasih saran siapa aja yang kiranya baik,” jawab Mahesa menjelaskan. “Tenang, Gan! Lo pasti masuk kandidat kok. Lo kan juara satu melulu, ketua kelas, terus lo gak pernah masuk ruang BP kan?” kata Puteri menyemangati, tapi sambil tertawa di kalimat terakhirnya. “Iya, Put. Thanks ya!” kata Ganis. “Oh iya, gue cabut ya mau ke kantin,” “Oke, bye!” kata Puteri sambil melambaikan tangan. Ganis, Amanda, dan Luna berjalan menuju kantin. Saat melewati lapangan basket, pandangan mereka tertuju pada Julio yang sedang bersama seorang adik kelas bernama Fera, yang merupakan seorang anggota OSIS. Mereka terlihat akrab, itu terlihat dari cara mereka berbicara. Bahkan sesekali terlihat Julio mengacak-acak rambut Fera. “Gan, itu pacarnya Julio?” tanya Luna heran. “Gue gak tahu, setahu gue dia jomlo deh,” jawab Ganis lemas. “Tapi mereka kelihatan akrab banget deh, Gan,” tambah Amanda yang malah membuat Ganis semakin panas. “Mereka lagi pedekate kali, Gan?” kata Luna menyulut api. “Duh, gak tahu deh,” Ganis berjalan dengan kesal menuju kantin, meninggalkan Amanda dan Luna di belakang. “Duh ileh, cemburu,” ejek Luna. “Tungguin dong, Gan!” kata Amanda sambil mencoba menyusul Ganis yang jalan terburu-buru. ※※※ Setelah bel masuk berbunyi, Ganis, Luna, dan Amanda segera masuk ke kelas, kemudian mereka terkejut karena kursi Ganis tidak ada. “Kursi gue siapa yang pake?” tanya Ganis pada teman-temannya di kelas. “Gak tahu, Gan. Gue juga baru datang,” jawab Ratri. “Pasti Daniel!” Ganis menuju kursi Daniel, kebetulan Daniel belum datang. Rencananya Ganis ingin mengambil kursi Daniel untuk dia pakai, karena dia yakin Daniel pasti pelakunya. Tetapi ternyata kursi Daniel sudah ditulis menggunakan tipp-ex. Kursi ini punya Daniel. Kalau selain Daniel yang dudukin, disumpahin bakal sial seumur hidup!!! Bukan tulisannya yang membuat Ganis mengurungkan diri untuk mengambil kursi Daniel, tetapi jebakan yang dibuat Daniel. Di kursi itu terlihat seperti ingus menempel di kursi. Ganis pun merasa jijik melihatnya. Entah itu ingus asli atau bukan, yang jelas jebakan itu berhasil membuat Ganis mengurungkan niatnya. Bukan hanya di kursi Daniel, tetapi di kursi Bayu, Rayhan, dan Hendrik juga sengaja dibuat seperti itu. Sepertinya Daniel tahu, bahwa bisa saja Ganis malah mengambil kursi milik teman-temannya. Selain mereka, Ganis pasti tidak akan berani menggambil kursi milik teman yang lain, apalagi kursi di kelas jumlahnya pas sesuai jumlah murid, jadi tidak ada kursi lebih untuk Ganis. “Ganis!” panggil Gusti. “Apa?” Ganis bertanya pada Gusti yang sedang berdiri di pintu. “Kursi di deket tangga itu punya lo?” tanya Gusti. “Kursi?” tanya Ganis heran. “Di deket tangga ada kursi. Ada tulisannya ‘Punya Ganis’ gitu,” jelas Gusti. “Tangga sebelah mana?” tanya Ganis. “Tangga yang deket toilet cowok,” kata Gusti memberi tahu. Ganis langsung menuju tangga itu. Tangga yang berada di dekat toilet cowok. Ternyata benar, di sana ada sebuah kursi dengan bertuliskan ‘Kursi ini punya Ganis kelas XII IPA-2, jangan ada yang ambil, kecuali Ganis!’ ditulis menggunakan tipp-ex. Sudah dapat ditebak bahwa itu ulah Daniel dan teman-temannya. Ganis pun menyeret kursi miliknya itu ke kelas. Sesampai di kelas ternyata sudah ada Bu Riska yang sedang mengabsen murid-murid. “Dari mana kamu? Ngapain bawa-bawa kursi?” tegur Bu Riska pada Ganis. “Tadi ada yang isengin saya, Bu. Taruh kursi saya di luar,” adu Ganis. “Siapa?” tanya Bu Riska. “Daniel, Bu,” adu Ganis. Dilihatnya Daniel dan teman-temannya tertawa diam-diam. “Udah, kamu sana ke tempat kamu!” perintah Bu riska. “Kalian ini kayaknya sering banget sih berantem? Kamu juga Daniel! Kalau suka sama Ganis langsung bilang aja, jangan isengin. Kayak anak SMP aja!” Seketika kelas menjadi riuh penuh tawa. Tetapi Ganis tidak ikut tertawa, dia malah memasang wajah kesal. “Ih, Ibu. Siapa juga yang suka sama cewek galak kayak dia?” ucap Daniel. Kelas kembali riuh dipenuhi tawa. Luna tertawa kencang sekali, hal itu membuat Ganis semakin kesal. ※※※ Sepulang sekolah Ganis menemani Amanda pergi ke toko buku yang berada di sebuah mal. Selagi Amanda memilih-milih novel untuk dibeli, Ganis hanya berjalan-jalan melihat buku, tapi tidak dibacanya, karena Ganis memang tidak suka membaca buku. Setelah Amanda mendapatkan tiga novel yang diinginkannya, mereka pun pergi berjalan-jalan sebentar di mal. “Man, lusa Julio ulang tahun. Menurut lo kado apa yang cocok buat dia?” Ganis bertanya pada Amanda. “Lo mau ngasih dia kado?” tanya Amanda. “Iya,” jawab Ganis sumringah. “Mending gak usah deh, Gan,” saran Amanda. “Loh? Kenapa?” tanya Ganis kecewa. “Emangnya Julio lirik lo? Enggak kan? Malah dia lagi deket sama si Fera itu,” jawab Amanda. “Justru itu, Man. Ini aksi gue biar dia ngelirik gue, mumpung hubungan dia sama si Fera itu belum terlalu jauh. Kali aja bisa gue pepet kan?” kata Ganis memberikan alasan dengan penuh semangat. “Terserah lo deh, Gan. Gue ngasih tahu juga percuma. Lo selalu bersikukuh sama pendirian lo,” kata Amanda pasrah. Ganis tersenyum puas. “Menurut lo kado apa yang cocok buat Julio?” “Gak tahu deh,” jawab Amanda kesal. Setelah berkeliling cukup lama untuk mencari hadiah apa yang tepat untuk Julio, akhirnya Ganis memilih sebuah MP3 player untuk hadiah ulang tahun Julio. “Lo yakin mau ngasih Julio itu?” tanya Amanda seperti tidak setuju. “Yakin,” jawab Ganis antusias. “Kenapa gak ngasih gantungan kunci aja sih? Satu gitu,” kata Amanda mengejek. “Ish, turun harga diri gue! Lagian Julio gak semurah itu, Man,” jawab Ganis kesal. “Ya, ya, ya,” jawab Amanda sambil mengangkat bahu dan mengerutkan keningnya. ※※※ Saat ini Ganis sedang membuat surat ucapan ulang tahun untuk Julio. Ganis bingung apa yang harus ia tulis di kertas itu. Sudah berulang kali Ganis membuang kertasnya lalu menggantinya dengan yang baru. Entah karena kata-katanya yang kurang bagus, ada kesalahan dalam penulisan, atau karena tulisannya yang terasa jelek. Akirnya setelah lelah, ia pun hanya menuliskan kalimat yang berisi: Selamat ulang tahun Julio. God bless you. Lalu Ganis melipat kertas itu, kemudian dimasukkan ke dalam amplop kecil berwarna merah muda, kemudian dibungkus kertas kado bersama hadiah MP3 player-nya. Dilipatnya kertas kado berwarna biru muda. Ganis terlihat hati-hati sekali membungkus kado untuk Julio, Ganis takut hasilnya akan terlihat jelek. Setelah selesai, kado itu Ganis taruh di mejanya untuk ia bawa lusa. ※※※   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD