Bab 3 | Bukan Pilihan

1409 Words
Tidak mengapa jika aku bukan pilihanmu, asal Tuhan menetapkan aku sebagai takdirmu. Maka, kamu tidak lagi mempunyai pilihan, selain aku, yang Tuhan pilihkan untukmu. -Ayyara- *** "Tante, saya dan Fares...." ucapan Ayya tertahan begitu saja dengan tatapan pilu Sekar. Wanita paruh baya itu menatap kepada Fares dengan raut berkaca-kaca. "Kamu masih ragu untuk bertanggung jawab, Fares?" tanya Sekar menahan tangis, membuat Fares langsung berlutut di hadapan Sekar dan menggenggam tangan wanita itu. "Kamu tidur bersama anak gadis orang, tanpa pakaian, saling memeluk dan kamu masih tidak mau bertanggung jawab? Sejak kapan kamu menjadi b******k, Fares? Kamu tau bagaimana hidup Mama kan? Bagaimana nenek kamu membesarkan Mama dan bagaimana perjuangan kami? Kamu mau membiarkan gadis itu mengalami nasib seperti Mama?" Sekar sudah terisak-isak, membuat Bagas langsung mendekat, Fares berlutut dan memeluk ibunya itu. "Apa yang Mama katakan? Tidak mungkin Fares seperti itu, Mah. Kejadiannya berbeda. Fares dan Ayya tidak melakukan apapun." Fares masih teguh dengan pendiriannya. Membuat Sekar langsung reflek menampar Fares. "Tidak melakukan apapun bagaimana maksudmu?! Jelas-jelas kalian tidur di ranjang yang sama, saling berpelukan dan setengah telanjang. Bagian mana yang tidak melakukan apapun Fares?!" Sekar berteriak penuh emosi, membuat Bagas langsung memeluk istrinya itu dan menatap tajam ke arah Fares. "Kamu tau kan Fares? Nenek kamu mengalami hal itu juga, dia ditinggalkan oleh pria yang menidurinya hingga harus membesarkan Mama seorang diri. Apa kamu juga akan menjadi b******k seperti kakek kamu itu?! Jawab Mama, Fares?! Kamu mau menjadi b******n seperti itu?! Jika iya. Pergi kamu dari rumah ini dan jangan harap lagi kamu bisa melihat Mama." Sekar langsung mendorong Fares dan berlalu meninggalkan anaknya itu. Fares langsung berlari dan memeluk Sekar dari belakang, hatinya begitu sakit saat melihat bagaimana Sekar yang menangis begitu pilu. Tentu ia sangat tau bagaimana latar belakang keluarga Mamanya yang hanya dibesarkan oleh neneknya. Bagaimana Mama nya itu berjuang hidup bersama neneknya. "Maafkan Fares mah, maaf." Fares semakin erat memeluk Sekar. Mengingat dulu bagaimana saat pertama kali Sekar menceritakan tentang siapa dirinya, dan bagaimana hidup yang harus dijalaninya itu di tengah masyarakat yang haus akan aib orang lain untuk dijadikan santapan lezat. "Jadilah laki-laki bertanggung jawab dan menghargai wanita seperti yang selama ini Mama ajarkan, Fares. Iya atau pun tidak kamu melakukannya, tetap saja, kamu telah melakukan dan melihat hal yang tidak seharusnya. Itu sama saja kamu sudah merendahkan harga diri wanita jika kamu tidak mau bertanggung jawab sepenuhnya. Kamu sudah tidur dengannya, dalam keadaan sama-sama telanjang. Cukup dengan alasan itu kamu harus bertanggung jawab, Fares. Mama tidak mau ada lagi wanita seperti Mama yang hidupnya penuh dengan hinaan sebagai anak haram." Sekar masih terisak dalam ucapannya, membuat hati Fares berdenyut sakit, dia sudah terjebak dalam situasi ini. Tidak ada lagi celahnya untuk menghindar. Tidak mungkin dia tetap teguh dengan pendiriannya saat melihat air mata Sekar. Dia tidak bisa membiarkan wanita yang paling ia cintai di dunia itu menangis, apalagi karena dirinya. Melimpahkan kesalahan pada Ayya juga tidak mungkin Fares lakukan, dia tidak mau terlihat semakin buruk dengan melemparkan kesalahan pada Ayya di depan orang tuanya. Selain b******k, dia juga akan dicap sebagai pengecut, dan itu sangat melukai harga dirinya. Dia hanya bisa menahan semua amarahnya dalam hati, menatap Ayya dengan tatapan benci sebenci-bencinya. Ayya yang pusing dengan situasi yang semakin tidak terkendali hanya bisa menggigit bibir bawahnya kuat, menatap bergantian pada tiga orang di depannya dengan raut frustasi. "Om ... Tante .... ini semua salah, saya dan Fares..." ucapan Ayya terpotong begitu saja saat Bagas menyelanya. "Kamu wanita Ayya. Sudah seharusnya Fares bertanggung jawab karena melakukan hal yang tidak seharusnya pada kamu." "Tapi om, bukan seperti itu kejadiannya," Ayya mencoba menjelaskan yang sebenarnya, dia telah menemukan jawaban kenapa dia bangun di kamar Fares, pasti karena kebiasaan sialannya itu. Bagas menggeleng sekali lagi. "Kejadian yang seperti apa lagi yang kamu maksud? Kalian tidur di ranjang yang sama dalam keadaan telanjang dan saling berpelukan. Entah karena paksaan atau alasan lainnya. Tetap saja hal itu salah, dan sudah seharusnya Fares bertanggung jawab. Its okay jika kamu menganggap kami orang tua yang berpikiran konvensional. Menikahkan anak kami karena ditemukan satu ranjang dengan seorang gadis. Tapi itulah cara kami mendidiknya. Dia harus bertanggung jawab dengan apa yang telah dilakukannya. Membawa gadis ke kamarnya dan menidurinya." Bagas menjawab dengan lugas, menatap tenang ke arah Ayya yang tidak bisa lagi berkata-kata. Bagas seolah mengunci semua ruang geraknya untuk menyangkal. Pria itu begitu tenang namun tidak bisa dilawan. "Tapi Om ..." Ayya masih berusaha dengan raut frustasinya. "Apa lagi, Ayya? Seharusnya kamu yang paling dirugikan di sini, Fares melakukan hal yang seharusnya tidak dia lakukan, dia juga melihat apa yang tidak seharusnya. Seharusnya kamu merasa marah padanya. Dan saya sebagai ayahnya hanya bisa meminta maaf juga berusaha agar anak saya yang b******k ini mau mempertanggung jawabkan perbuatannya." 'Tapi keadaanya berbeda, Om.' Ayya hanya bisa menggumam dalam hati, rasanya dia sudah tidak akan menang melawan Bagas. Apalagi melihat bagaimana Sekar menangis dan mengatakan masa lalu, sedikit banyak Ayya memahami jika Sekar mungkin pernah mengalami hal buruk itu, dan Fares terlihat tidak memiliki kuasa juga untuk menolaknya. "Katakan pada orang tua kamu, kami akan datang lusa untuk melamarmu." "Om, serius?" Ayya sangat terkejut dengan ucapan Bagas. "Tidak pernah seserius ini." Bagas lalu merangkul Sekar dan mengajak istrinya itu keluar. Seolah membiarkan Ayya dan Fares menyelesaikan masalahnya. Begitu hanya tersisa dirinya dan Fares, Ayya bingung, bingung harus memulai dari mana dan bingung harus berbuat apa. Melihat tatapan tajam Fares yang seolah bisa membunuhnya, membuatnya kaku setengah mati. "Fa .. res ... itu ... Aku pikir kita masih bisa membatalkannya. Kita berdua bisa bekerja sama untuk membicarakannya lagi kepada orang tuamu. Ya, sekarang juga." Ayya mendongak, menatap Fares dengan raut bersalahnya. Fares mendekat, menatap Ayya begitu tajam, seolah setiap langkahnya juga tatapannya yang semakin nyalang itu bisa melumpuhkan semua persediaan Ayya. "Di saat semua udah jadi kacau kaya gini, lo baru mikir gimana cari jalan keluarnya?! Kenapa ngga dari tadi lo coba jelasin ke orang tua gue?! Kenapa, Ayya?! Atau ini emang rencana licik lo, karena segitu terobsesinya lo sama gue?!" Fares berteriak tepat di wajah Ayya, membuat wanita itu memundurkan langkahnya dengan mata terpejam, dia begitu ketakutan melihat Fares yang sangat marah. "Aku ngga terobsesi sama kamu, Fares." Tapi cinta. Ayya melanjutkan dalam hati. "Aku ngga serendah itu buat ngejebak kamu. Aku masih punya harga diri, Fares." Ayya membela diri, sangat sakit saat orang yang kita cintai merendahkan kita dengan begitu hina. "Tapi nyatanya gitu kan, Ayya?! Apa lagi tujuan lo masuk ke kamar gue selain buat ngejebak gue?! Udah jadi rahasia umum kalo lo tergila-gila sama gue lewat surat sampah lo yang jumlahnya ratusan itu." Ayya menggigit bibir bawahnya, sekali lagi mendengar hinaan Fares yang sangat melukai hatinya. Menganggap sampah semua perasaan yang tercurah untuk lelaki itu di surat-suratnya yang ia tulis dengan sepenuh hati. "Ya udah ayo. Biar aku yang jelasin semuanya ke orang tua kamu." Ayya langsung menarik tangan Fares, namun pria itu dengan kuat menghempaskannya. Menatap nyalang Ayya dengan emosi yang semakin menjadi. "Percuma! Percuma lo ngomong sampe mulut lo berbusa di depan orang tua gue. Yang orang tua gue tau, gue udah jadi b******k dengan nidurin lo. Dan gue harus bertanggung jawab. Itu poinnya. Kita ngelakuin seks atau ngga itu bukan masalah. Yang jadi masalah, orang tua gue liat gue, meluk lo yang setengah telanjang di ranjang gue. Dan nikah adalah solusi mutlak orang tua gue karena mereka nganggep gue udah ngerusak lo. Jadi, selamat Ayya. Rencana busuk lo berhasil. Lo bener-bener hina." Fares meninggalkan Ayya yang kini kehabisan kata-kata untuk membalas setiap ucapan Fares yang menyakitkan. "Satu lagi. Lo bukan pilihan, Ayya. Lo ngga ada dalam pilihan hidup gue. Jadi bangun dari mimpi bodoh lo yang mungkin udah mikir gimana bahagianya pernikahan ini nanti. Pernikahan ini cuma tanggung jawab, dari hal bodoh yang buat gue terjebak dalam permainan lo." Lalu, Fares pergi meninggalkan Ayya yang menahan tangis juga sakit tak kasat mata yang semakin menjadi di hati. Pelan-pelan tubuh itu luruh ke lantai, tangis dalam diam yang sangat menyesakkan hati itu pasti membuat siapa pun yang melihat meringis ngilu. "Bunda, kenapa semuanya menjadi kacau seperti ini? Ayya tidak mau seperti ini, pernikahan ini hanya akan menyakiti kita berdua, terutama Fares, Bunda. Kini dia telah membenci Ayya, apa yang harus Ayya lakukan bunda? Jika pada akhirnya, kami benar-benar menikah, dan Ayya semakin sulit untuk melupakannya sedang dia semakin membenci Ayya. Apa yang harus Ayya lakukan, bunda? Kenapa harus serumit ini?" Ayya menggumam lirih dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya. Menerka-nerka, mengapa Tuhan memberikannya kejutan seperti ini? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD