bc

SEMICOLON

book_age16+
5
FOLLOW
1K
READ
like
intro-logo
Blurb

Dan hidup hanya soal bertahan. Perjalanan adalah pertanyaan, waktu adalah jawaban, tujuan adalah penjelasan. Diri kita sebagai keputusan.

Lima orang anak muda yang hidup bersama masalahnya masing-masing dan juga berjuang mengatasinya sendiri.

SEMICOLON.

chap-preview
Free preview
BAB "Yel-Yel"
A-GIS-NA--Aaaaaaaaaa-Gisnaaaaa Good Morning. ~Zema,Gino,Reno,Ersan~ *** “A.” Zema Raharja. Zema adalah salah satu siswa yang sangat populer di sekolah. Bukan hanya karena ketampanannya yang sudah di akui semua murid di SMA Nusa Bangsa, tapi juga karena prestasinya di bidang akademik dan non akademik, menjadikan namanya semakin di kenal. Tahun lalu, dia menjadi juara pertama olimpiade Akuntansi Nasional. Ayahnya yang merupakan salah satu pengusaha terkenal, menjadikannya terlihat semakin sempurna, walaupun kenyataanya tidak semuanya benar. Selain itu, Zema juga merupakan anggota tim basket initi di sekolah. Berbeda dengan –Gino—yang cenderung cuek dan dingin, Zema adalah laki-laki ramah dengan tatapan hangat dari mata cantiknya, membuat murid perempuan menggila di sekolah. Banyak sekali wanita yang menginginkannya, walaupun pada akhirnya, dia hanya memilih sendiri dan berteman baik dengan empat orang lainnya. “Gis.” Gino Mario. Gino. Dia adalah salah salah satu dari sekian orang yang bersikap dingin di dunia. Wajahnya yang tampan dan sikapnya yang dingin, semakin membuat wanita tergila-gila padanya. Namun alih-alih mendapat julukan Ice Boy, dia malah mendapat julukan Playboy Ice, karena dia memang sering gonta-ganti pacar dengan prinsip nya bahwa dia adalah pujangga cinta, yang sedang berkelana, menyeleksi para wanita sampai menemukan yang paling cocok menurutnya. Gino juga merupakan anggota tim basket inti, sama dengan Zema. Dengan semua itu dia sama populernya dengan Zema, terlepas dari citra bajingannya, dia tetap di idolakan banyak wanita. “Na.” Reno Alviano. Reno. Namanya tidak kalah populer dari Zema dan Gino. Di sekolah Reno terkanal karena prestasinya di bidang musik. Bersama dengan –Ersan— Reno menjadikan penampilan band sekolah selalu terlihat sempurna di mata murid perempuan. Sikapnya yang blak-blakan dan cenderung emosian menjadi daya tarik bagi Ersan yang sudah jahil sejak masih jadi embrio. “Aaaaaaaaaa.” Ersan Julian. Ersan. Tidak kalah dari Zemma, Gino, dan Reno, Ersan juga adalah salah satu siswa yang cukup populer di sekolah. Selain karena wajahnya yang lucu dan manis, Ersan terkenal karena prestasinya di bidang musik. Sayangnya terkadang Ersan di ragukan kewarasannya oleh orang yang mengenal dia dengan baik. Termasuk Zema, Gino, Reno, mereka sudah bersahabat dengan Ersan sejak masih duduk di bangku SMP. “Gisnaaaaaa. Good morning.” Seru keempat laki-laki yang muncul secara bergantian memenuhi ambang pintu masuk kelas XI IPA 1. “Pagi Gaes.” Jawab wanita bernama lengkap Agisna Jingga dari mejanya yang berada di dekat pintu masuk. Agisna Jingga. Wanita cantik yang menjadi tuan putri bagi keempat sahabat laki-lakinya. Wanita cantik, yang terkenal dengan kepintarannya. Selain itu, Agisna adalah versi wanita dari Zema dalam hal popularitas di sekolah. Selebihnya, Agisna wanita yang sedikit misterius bagi sahabat-sahabatnya. Agisna menyimpan handphone yang sedang ia mainkan, lalu menatap satu persatu keempat laki-laki tampan yang kini menatapnya secara bersamaan. Paginya memang selalu begitu, dia tidak pernah merasa asing dengan sapaan yang lebih mirip seperti yel-yel itu. Hal seperti itu sudah seperti sarapan pagi bagi Agisna dan bagi sebagian siswa-siswi yang juga setiap paginya melihat keempat laki-laki tampan yang merupakan sahabat Agisna sejak masa SMP nya itu. “Berangkat bareng?” Tanya Agisna. “Yo i.” Jawab Ersan dengan mata anak anjingnya yang sengaja dia mainkan untuk menarik senyum Agisna. “Gue sama Gino mau sarapan nih, Lo udah sarapan?” Zema menanyakan pertanyaan ruitinnya pada Agisna. “Gue udah sarapan.” Jawab Agisna. “Nih Gis.” Reno menyodorkan tempat makan berisi sandwich. “Dari ibu, buat Lo.” Lanjutnya. “Waaaaaaw. Kapan-kapan gue mampir rumah Lo deh, bilang makasih ke tante Ratna.” Agisna menerimanya dengan senang. “Harus.” “Yaudah kita ke kelas dulu yah.” Gino mengakhiri sesi percakapan pagi ini. Agisna mengangguk di lengkapi senyum cantiknya. “Sampai ketemu di jam istirahat.” Seru Ersan dengan tingkah aneh yang langsung mendapat pukulan pelan Zema di kepalanya. “Malu anjing, di liatin si Mia Khalifa tuh.” Kata Reno melengkapi pukulan Zema yang sekarang sedang terseyum menampilkan deretan gigi putih dan rapihnya. “Lupa gue, kalau di kelas ini ada calon pacar gue sendiri.” Bisik keras Ersan dan tersenyum pada wanita cantik bernama Mia Regina yang membalas senyumannya dengan kaku. Karena kejahilan Ersan, nama asli Mia di ganti menjadi Mia Khalifa. Dia adalah wanita yang Ersan taksir kadang-kadang. Katanya perasaannya tidak menentu karena masih sering mengingat Laila, mantan pacarnya yang kini duduk di kelas XII dan sudah menjadi milik orang lain. “Hahaha udah sana pergi sebelum si Mia makin ilfeel sama Lo.” Saran Agisna dan keempatnya segera pergi di iringi teriakan kesal seseorang yang Agisna kenal, yang tak lama datang dengan wajah sebal sambil merapihkan rambutnya. “Kenapa?” Tanya Agisna pada wanita cantik yang kini terus menggerutu pelan. Bahkan setelah duduk di sampingnya, Agisna masih bisa mendengar ocehan pelannya dengan wajah sebal melihat ke cermin yang selalu dia bawa. “Sahabat-sahabat sialan Lo itu bener-bener yah gak bisa banget sehari aja gak ngacak rambut gue. Kenapa juga harus keempat tangan lebar itu yang ngacak. Herggh bener-bener.” Gerutunya sambil tak henti-hentinya dia merapihkan rambutnya yang memang menjadi kusut, sambil berkaca. “Mampus.” Agisna hanya terkikik melihat ekpresi sahabatnya yang manyun kesal karena rambutnya yang berantakan. Aruna, dia adalah sahabat satu meja Agisna selama hampir dua tahun ini. Wanita cantik yang terkenal dengan kejudesannya itu salah satu siswi populer di sekolah. Banyak laki-laki yang secara terang-terangan mengungkapkan perasaannya. Berbeda dengan Agisna yang selalu memberi pengertian dan alasan-alasan yang jelas, Aruna menolak semuanya mentah-mentah dengan apa adanya. Jika memang laki-laki itu tidak tampan maka itu yang akan dia katakan sebagai alasannya. Dia memang bar-bar, tidak pernah takut jika dari sekian orang yang dia tolak dan patah hati karenanya akan ada yang mengguna-gunanya, lalu dia akan muntah darah bercampur paku seperti di film-film horor. “Perhatian!” Seru ketua kelas yang baru saja datang dari ruang guru. Semuanya patuh dan mulai duduk di bangku masing-masing tanpa mengelurakan suara. Kelas XI IPA 1 ini adalah salah satu kelas unggulan di bandingkan dengan kelas-kelas lainnya. Walaupun jika di lihat dari latar belakang siswa-siswinya, mengenai harta, XI IPA 1 mungkin ada di posisi terendah. Karena hal itu, otak para penghuni kelas ini adalah yang paling sempurna. Kelas XI IPA 1 terkenal dengan julukan kelas Einstein, karena merupakan kelas dengan orang-orang penerima beasiswa di dalamnya, yang sudah tidak bisa di ragukan lagi kemampuan otaknya. SMA Nusa Bangsa merupakan sekolah yang berdiri di tengah-tengah kalangan elite. Fasilitas dan segala hal yang ada di sekolah ini serba modern di banding dengan sekolah yang lainnya. Murid-muridnya pun tidak sembarangan, jika bukan murid pintar maka dia adalah anak dari seorang konglomerat, pengusaha sukses dan sebagainnya. Seperti halnya Zema, Gino, Reno dan Ersan, juga murid-murid yang lainnya, mereka adalah anak dari para orangtua dengan kekayaan yang tidak bisa di sepelekan. Berbeda dengan Agisna yang berasal dari kalangan biasa yang sejak SMP sudah mendapat beasiswa full dari yayasan Nusa Bangsa. Hal itu bisa Agisna dapatkan tentu saja karena kemampuan berfikir Agisna yang memadai untuk mendapatkan beasiswa hingga ke jenjang SMA seperti sekarang. Selain karena para penghuninya yang memiliki otak jenius, kelas –Einstein—ini terkenal dengan kedisiplinan orang-orang di dalamnya, walaupun hal itu hanya di ketahui oleh sebgain orang seperti keempat sahabat Agisna yang sudah tahu aturan kelas XI IPA 1, yang membuat keempatnya tertawa karena sangat jauh berbeda dengan kelas mereka. Bagaimana tidak berbeda, keempatnya tinggal di kelas IPS yang terkenal dengan citra kurang baiknya di seluruh sekolah yang ada di Indonesia. “Jadi pagi ini Bu Nani berhalangan hadir.” Kalimat –Chandra—si ketua kelas XI IPA 1 yang merangkap jadi ketua osis priode baru itu di sambut dengan sorak sorai penghuni kelas. Walaupun jadi kelas predikat terbaik, tetep saja isi kelas ini normal, penghuninya tetap ricuh kegirangan saat mendengar hal-hal seperti itu. “Bentar dong anjir, jangan pada berisik dulu. Gue belum selelsai ngomomg.”Ocehnya di depan dan semuanya langsung hening. “Karena jam pelajaran setelah ini Olahraga, jadi kita Free nya pas jam olahraga nanti. Gak sekarang. Faham?” Tanya Chandra sambil membetulkan kacamatanya yang membuat kesempurnaannya semakin nyata. Bagaimana tidak, dia ketua osis priode baru, dengan wajah tampan, otak yang jenius dan tatakrama yang baik. Benar-benar nyaris sempurna, tidak ada cela. “Faham Pak.” Seru yang lain kompak, dan mulai mengeluarkan baju olahraga dari tas masing-masing setelah Chandra menutup pengumumannya dengan kalimat terimakasih. “Yok ke toilet.” Ajak Aruna dan Agisna menngangguk setuju. Keduanya pergi menuju toilet untuk mengganti seragamnya dengan baju olahraga. Sesampainya di sana keduanya masuk ke dua bilik toilet yang berbeda. Agisna dengan cepat mengganti baju seragamnya seperti biasa. “Gila sih kalau emang itu bener.” Suara siswi yang baru saja masuk ke bilik toilet yang ada di samping bilik yang di tempati Agisna memecah keheningan. “Gue gak tau juga sih itu bener atau enggak. Tapi feeling gue kayanya itu bener orang yang kita kenal.” Sambung satu temannya yang lain yang sama-sama amsuk ke bilik yang sama. “Kalau bener, dan kalau gue jadi Agisna, gue gak akan bertingkah sebebas dia sekarang sih. Mungkin gue bakalan pindah ke tempat yang jauh, atau diam di kamar karena stress berat” Braaakkk Agisna menjatuhkan handphonenya tanpa sengaja setelah namanya di sebut di antara gosip yang sedang di bicarakan dua orang siswi di bilik toilet yang ada di sampingnya. “Jangan keras-keras, gak enak ada orang di sebelah.” Kata satu orang yang menyadari bahwa ada siswi lain yang ada di bilik toilet yang ada di sampingnya. Walaupun mereka tidak tahu itu Agisna, orang yang menjadi topik pembicaraannya saat ini. Agisna membiarkan handphoenya berada di lantai, tidak ada niat untuk segera mengambilnya. Dia hanya ingin mendengarkan apa yang akan kedua orang itu katakana selanjutnya tentang dirinya dan sesuatu hal yang tidak di ketahui siapapun bahkan keempat sahabat dekatnya. “Oke, terus gimana? Gimana ceritanya Lo bisa dapet rumor kayak gini?” Kedua orang itu kembali memulai percakapan dengan frekuensi lebih rendah namun tetap masih terdengar. “Jadi bulan kemaren temen bokap masuk penjara gitu dengan vonis pembunuhan. Gue gak tau jelasnya gimana, yang pasti istrinya meninggal gitu deh pokonya padahal katanya yang sebenernya gak gitu, Cuma karena sebelumnya punya riwayat KDRT gitu, jadi di tuduh sama keluarga istrinya kalau temen bokap gue itu yang bunuh. Singkatnya gitu.” Suaranya berhenti sebentar bersamaan dengan Agisna yang mulai gusar. “Nah, dua hari yang lalu,bokap ke penjara jenguk. Singkatnya mereka ngobrol mungkin, dan temennya bokap itu cerita dia punya temen satu sel yang baik dengan kasus yang sama kayak dia. Karena temen bokap cerita kalau dia sebelumnya termasuk orang penting, si pembunuh itu minta tolong ke temen bokap, buat nyariin anaknya yang katanya sekolah di SMA kita. Katanya selama hampir tujuh tahun dia di penjara dia gak pernah ketemu sama anaknya atau ketemu sama keluarganya. Katanya si pembunuh itu cuma tau kabarnnya dari temennya dia yang udah keluar dari sel itupun sekarang temen yang dia jadiin informan udah pindah ke kota yang jauh. Alhasil ya gitu, dan dia tahu soal anaknya itu trakhir kali satu tahun yang lalu, maknya dia sempet tau sekolahnya dimana dari si informannya itu.” Dia berhenti sejenak untuk bergantian duduk di kloset dengan temannya. “Terus Lo bisa tau anaknya yang si pembunuh itu Agisna gimana?” “Temen bokap gue kan minta tolong ke bokap, buat nanyain ke gue ada apa enggak nama itu. Karena ya si pembunuhnya kan minta tolong, dan temen bokap gue bersedia karena katanya dia baik ke temen bokap gue itu di sel.” “Terus Lo jawab apa?” “Ya gue jawab ada lah, kan emang ada. Walaupun gue juga belum yakin dia bener-bener Agisna yang kita kenal, anak XI IPA 1, atau bisa jadi anak dari jurusan lain. Gue juga kan gak tahu nama Agisna cuma Agisna yang kita kenal doang atau ada yang lain.Yuk.” ajaknya keluar dan mencuci tangan di wastafel. SMA Nusa Bangsa memang menyediakan lima jurusan yang tersedia. IPA, IPS, Sastra, Keperawatan, dan Farmasi. “Iya juga sih belum pasti.” “Tapi katanya nanti kalau bokap kesana lagi, temen bokap mau minta fotonya soalnya si pembunuh juga nunjukin foto terbaru anaknya itu, hasil dari si infoormannya itu kali.” “Oh yah? Jadi kapan?” “Gak tau gue, bokap lagi sibuk banget. Nanti gue bakal cerita deh kalau emang bokap liatin fotonya ke gue, soalnya bokap juga pasti minta tolong gue lah kalau emang ada yang di sampein ke orang yang namanya Agisna itu.” Katanya dengan suara memelan karena keduanya keluar. Di akhir pecakapan kedua orang itu, tubuh Agisna tiba-tiba limbung bersamaan dengan air mata yang berebut turun, bahkan sejak pertama kali dia mendengar kalimat penjara dan seorang pembunuh yang mencari anaknya. Dada Agisna terasa sesak dan dia mulai jatuh dengan sendirinya lalu terduduk di lantai dengan kepala yang terasa pening, kemudian pingsan bersamaan dengan suara Aruna yang mengetuk pintu bilik toilet. *** I'm back with new story. Enjoy ❤

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Mafia and Me

read
2.1M
bc

Married By Accident

read
224.4K
bc

(Bukan) Istri Pengganti

read
49.1K
bc

My Ex Boss (Indonesia)

read
3.9M
bc

Accidentally Married

read
102.8K
bc

Marrying Mr. TSUNDERE

read
380.6K
bc

Pengantin Pengganti

read
1.4M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook