Raja dan Ratu, atau Tamu dan Babu?

1813 Words
Sore hari seperti biasanya, semua kegiatan berjalan normal sekalipun ada Haekal. Bina masih rajin mengerjakan pekerjaan rumahnya yang sempat tertunda karena pergi ke kost Haekal.  Ada banyak hal yang harus ia kerjakan. Mulai dari menyapu lantai atas dan bawah, mencuci piring, sampai membersihkan debu-debu yang menempel di perabotan rumah. Walau pekerjaan itu selalu ia lakukan setiap sore, Bina tidak pernah sekalipun merasa repot. Karena baru inilah yang bisa ia lakukan untuk membantu kedua orang tuanya. Apalagi semenjak Mama kembali membantu Papa di warung bakso, Bina menjadi tidak tega jika harus melihat Mama kerepotan membereskan rumah.  Bina harus menjadi anak yang berbakti setidaknya dengan melakukan hal hal sederhana yang dapat meringankan beban kedua orang tua. Jika Bina mempunyai pekerjaan di dalam rumah, lain lagi dengan Mas Johnny. Pekerjaan rumahnya tidak banyak, hanya menyapu halaman dan menyirami bunga-bunga. Khusus setiap minggu pagi, ia sangat rajin mencuci motor dan mobil. Itu bukan termasuk ke dalam pekerjaan, melainkan kegemaran Mas Johnny. Haekal sedari tadi hanya duduk di meja makan, memandangi Bina yang sibuk mencuci piring. "Ternyata lo rajin banget, ya!" Ucap Bina setelah keheningan tercipta dengan suara grusak grusuk bina ketika mencuci piring dan suara keran air yang terbuka dengan deras. "Bina Sabrina adalah anak Papa Mama paling rajin seantero dunia." Jawab Bina tanpa mengalihkan fokusnya pada cucian piringnya. Haekal berdecak. "Sok banget." Ia lalu berdiri menghampiri Bina, membasahi tangannya di bawah air keran. "Sini gue banting," ucapnya sambil mengambil alih piring berbusa yang dipegang Bina.  "Nggak usah. Ini kan bukan piring bekas makan lo." Bina merebut kembali piring yang sudah ada di tangan Haekal. Haekal kembali merebut. "Nggak papa." "Nggak usah." Piring tersebut kembali ke tangan Bina. Kalau saja piring bisa bicara. Ia pasti akan sangat sombong karena diperebutkan dua anak manusia.  "Nggak papa, Bina. Masa lo nyuci piring, sedangkan gue leyeh-leyeh." Lagi-lagi piring tersebut berpindah tangan. "Lo 'kan tamu. Tamu adalah raja." Ucap Bina dengan sepatah pepatah. Piring berbusa itu masih asyik berpindah tangan. "Kalo gitu ... lo yang jadi ratunya." Haekal menanggapi. "Mana ada ratu cuci piring? Raja juga nggak akan cuci piring." Ucapan Bina berubah ketus. Pasalnya gara-gara diganggu Haekal, cucian piringnya yang tidak seberapa itu tidak kunjung kelar.  "Berarti kita babu, dong?" Bina menghentikan aktivitasnya. Ia menoleh menatap Haekal dengan matanya yang membulat. "Gue Bina Sabrina, anaknya yang punya rumah ini!" tegasnya. Yang ditatapnya itu langsung meringis. "Berarti, gue adalah Haekal Suryoㅡsahabatnya Bina Sabrina. Oke." Haekal menyetujui perkataannya sendiri dan melingkarkan telunjuknya dengan ibu jari. Lalu laki-laki itu mundur beberapa langkah, mengurungkan niatnya membantu Bina mencuci piring. Yang tersisa tinggal suara air yang mengalir dari aktivitas Bina mencuci piring. Haekal menjadi diam memikirkan berbagai hal tentang perasaannya pada perempuan bernama Bina Sabrina tersebut. Ia sedang bergelut dengan hatinya yang ingin segera merasa lega, dan juga pikirannya yang masih menebak-nebak kemungkinan yang akan terjadi jika ia mengungkapkan perasaannya atau tidak.  "Bin. Itu pohon tomat? Kok buahnya kecil-kecil?" tanya Haekal saat pandangannya menangkap tiga tangkai pohon tomat ceri di halaman belakang. "Pohon tomat ceri gue sama Doyi." Mulut Bina berucap spontan tanpa permisi. Rasanya Bina ingin sekali menarik perkataan yang langsung lolos dari mulutnya. Ia juga ingin membekap mulutnya, tetapi tangannya sedang penuh busa. "Hah? Maksud lo Pak Doyi?" Tanya Haekal memastikan. "Kal. Udah mau magrib. Gue mandi dulu, ya. Kalo lo mau, lo boleh kok petik tomat ceri itu beberapa," ucapnya kemudian melipir dari dapur. Ia sengaja agar Haekal tidak bertanya tanya lagi. Sebenarnya Haekal tidak terkejut dengan apa yang diucapkan Bina. Ia hanya tidak menyangka jika Bina ternyata lebih dekat dengan Pak Doyi, jauh lebih dekat dengan apa yang dipikirkannya, sampai memiliki pohon tomat ceri bersama.  Sepengetahuan Haekal juga, Pak Doyi sangat suka dengan tomat ceri. Dulu Miss Linda pernah bercerita, bahwa mereka bersama Bu Riyah pernah nyemil tomat ceri yang dibawakan Pak Doyi. - Malam harinya juga tidak ada yang spesial. Setelah pukul tujuh malam dan mereka sudah selesai makan, ruang TV lah yang menjadi tujuan.  Serial Upin dan Ipin menyisakan sekitar tiga puluh menit lagi dan saat-saat terkahir sebenarnya adalah saat-saat yang sangat dihargai oleh Bina. Beberapa kali perempuan itu tidak menyaksikan Upin Ipin sampai selesai, dan yang ia dapat adalah sedikit rasa penyesalan. Menurutnya, lebih baik terlambat menonton daripada berhenti menonton di tengah pertunjukkan.  Saat serial Upin Ipin selesai, tidak ada sinetron lain yang Bina dan Mas Johnny tonton. Biasanya saat mereka selesai menonton Upin dan Ipin, televisi pintar yang dibeli Papa setahun yang lalu itu berpindah ke saluran youtube. Entah sedang santai atau sibuk mengerjakan tugas, Bina dan Mas Johnny akan berada di ruang TV sampai orang tua mereka pulang alih-alih sibuk di kamar masing-masing. Katanya, kebersamaan itu mendekatkan, kebersamaan itu membuat kita menjadi saling sayang dan saling membutuhkan.  Kini ada tiga kepala yang terlihat di balik sofa. Satu kepala lengkap dengan bahu lebarnya, sedangkan dua yang lainnya benar-benar hanya nampak kepala dan rambut hitam. "Dek, gue ke kamar, ya. Ada kerjaan." Mas Johnny bangkit dari duduknya.  "Lah, biasanya juga dikerjain di sini." "Ada Haekal. Berisik banget." Mas Johnny langsung melipir ke kamar meninggalkan Haekal dan Bina berdua di depan televisi. Haekal yang disebut-sebut namanya itu tidak terima. "Woi, Mas. Dari tadi gue diam!" Ia bersungut-sungut. "Kan, kan. Berisik!" Lalu Mas Johnny melenggang pergi. Ruangan menjadi semakin sepi saat Mas Johnny tidak ada di sana. Bina dan Haekal hanya menatap televisi yang sedang menampilkan youtuber mukbang bakso mercon jumbo. Keduanya sangat fokus sekali menyimak setiap detail yang dijelaskan youtuber tersebut. "Gila ... cabenya bejibun, mantap." "Dunia udah hampir kebalik, ya." Haekal bergumam di samping Bina. "Yang harusnya cari duit buat makan, tapi dia makan buat dapetin duit." Dia yang dimaksud Haekal adalah youtuber tersebut. "Lo kira setiap makanan yang dia makan bakal jadi duit?!" balas Bina dengan ketus. Haekal beralih menatap Bina. "Lo pikir nasi di rumah dia bisa ngasilin duit? Lo pikir garam di rumah dia bisa jadi duit? Heh, Kal. Gimana-gimana juga duit hasil ngeyoutubenya bakal dia pake buat makan dan keperluan lainnya. Lo pikir gampang jadi youtuber yang udah terkenal? Banyak banget yang nggak kita tahu di balik layar. Mulai dari mikirin konten, cari referensi, bayar editor dan tim lainnya, ditambah kalo youtuber itu lagi capek bahkan stres. Jangan kebiasaan ngeremehin youtuber yang udah gampang dapet duitnya. Kalo iri, bilang aja!" "Kan gue cuma ngomong sepotong, kok lo jawabnya seporsi?" Bina berdiri dan membanting bantal kepala Upin. "Mbuh, lah. Gue mau tidur." Ia melenggang. "Kok gue ditinggal?" Harusnya malam ini Haekal sudah berkumpul dengan keluarganya di Surabaya. Namun karena menuruti apa yang Bina mau, alhasil laki-laki itu hanya duduk sendirian di depan televisi di rumah orang.  Haekal tidak habis pikir jika perkataannya yang hanya sepotong tadi berhasil membuat Bina ngambek. Mungkin Bina memang sangat suka dengan youtuber mukbang tersebut, atau mungkin kata-kata Haekal memang bermakna menyakitkan.  Kalau dipikir-pikir, kata-katanya memang sedikit banyak mengandung unsur merendahkan. Haekal mengangguk-angguk mendapati kebenaran itu. Tetapi bagaimanapun juga, tidak seharusnya Bina bersikap seperti tadi. Marah-marah dan langsung pergi. Seharusnya Bina cukup mengomel saja. Tidak usah meninggalkan Haekal sendirian di depan televisi. Bina harus bertanggung jawab karena dirinyalah yang membawa Haekal menginap di rumahnya. "Loh, Haekal. Kok sendirian?"  Haekal menoleh seketika ada yang berbicara. Rupanya papa dan mama Bina telah pulang dari warung bakso.  "Bina dimana? Johnny juga mana?" ucap papa setelah bersalaman dengan Haechan. "Nggak tahu, Om. Masa saya ditinggal di sini sendirian," adunya. "JOHNNY ... BINA ...." Papa berteriak memanggil kedua anaknya. Jika Mas Johnny langsung keluar dari kamar dan turun menemui orang tuanya, hal itu tidak berlaku dengan Bina. Bina sama sekali tidak memunculkan batang hidungnya. "Masa papa sama mama pulang, tapi yang nyambut orang lain," omel papa ketika Mas Johnny sampai di hadapan. Laki-laki jangkung itu lalu mencium tangan kedua orang tuanya. "Johnny tadi ke kamar sebentar, Pa." Mas Johnny berusaha membela diri. "Nggak ding, Om. Mas Johnny udah di kamar dari tadi. Katanya saya berisik. Padahal dari tadi saya diam aja nonton Upin Ipin." Haekal mengadu seperti anak kecil. Langsung saja ia ditatap melotot oleh Mas Johnny. Rasanya Mas Johnny sangat ingin sekali meminting tubuh Haekal. Mendengar kata-kata dari mulut Haekal yang lamis itu sangat membuat Mas Johnny ingin meminting lehernya. Bocah petakilan itu akan membuat dirinya diguyur nasihat selama satu jam oleh papa. "Johnny, kamu kan udah besar, masa iya ada tamu malah kamu tinggal ke kamar." Kata Papa. Mas Johnny mulai melemas dalam hati. Ia berdoa semoga saja papa cepat-cepat ingin istirahat. Walau hanya masalah kecil, tetapi papa tidak akan membiarkan anak-anaknya terbiasa dan mengulanginya dikemudian hari. Itulah mengapa papa sangat hobi menasihati anak-anaknya selama satu jam penuh bahkan sampai berhari-hari masih saja diungkit.  "Kalau emang lama, bisa ajak Haekal ke kamar. Biar dia nggak sendirian." Papa masih dengan nasihatnya. "Lagian Haekal itu bukan anak kecil, dia nggak mungkin juga kan ganggu kerjaan kamu." Haekal memang bukan anak kecil. Haekal juga tidak akan mengganggu pekerjaan Mas Johnny. Tetapi dengan melihat rupa selengekan bocah itu saja otomatis akan menggangu hati dan pikiran Mas Johnny. Diam-diam mama pergi berlalu meninggalkan mereka bertiga.  "Sekarang kamu temani Haekal." Ucap papa kemudian. "Tapi, Pa. Haekal kan temannya Bina," keluh Mas Johnny.  Rasa-rasanya memang kehadiran Haekal sangat tidak diharapkan di rumah ini. Jika saja Haekal adalah orang lain, pasti Haekal akan merasakan ketidaknyamanan dan langsung berpamitan untuk pulang. Namun Haekal adalah Haekal, si bocah selengekan dengan segala virus menyebalkan dan dengan segenap rasa percaya diri yang berhasil mengalahkan rasa sungkan. "Om. Malam ini saya tidur dimana?" tanya Haechan selanjutnya. "Kamu tidur sama Johnny." Ucapan papa berhasil membuat Mas Johnny mengembuskan napas lelah. Jawaban Mas Johnny masih sama seperti sore tadi. "Nggak mau, Pa. Kamar Johnny kan kasurnya sempit." "Yasudah. Haekal, kamu ke kamar Bina." "Papa!"  "Apa sih, Johnny?" Papa kembali menatap Haekal. "Kamu tidur di kamar Bina. Biar Bina tidur sama mama." Haechan mengangguk. "Terus Om tidur dimana?" tanyanya. "Om tidur di kamar Johnny." "Kok gitu, Pa?" Johnny merengek tidak terima. "Kamu tidur sama Haekal di kamar adik kamu. Kan kasur Bina gede." Mendengar itu membuat Haekal bermelet ria menjulurkan lidahnya, mengejek Mas Johnny yang hanya bisa pasrah manghadapi cobaan dimalam hari ini.  "Endingnya kita sekamar berdua juga, Mas," ejek Haekal sambil menggoyangkan bokongnya saat papa sudah pergi meninggalkan mereka berdua. "Sono ke atas. Suruh Bina pindah ke kamar mama. Gue masih ada kerjaan di kamar." Mas Johnny menyuruh Haekal untuk mengatakan pada Bina yang harus berpindah tidur ke kamar mama. Haekal langsung saja melenggang menyusuri tangga masih dengan tatapan yang mengejek Mas Johnny karena ia merasa menang untuk malam ini.  Sedangkan Mas Johnny hanya bisa pasrah tanpa bisa melakukan hal lain lagi. Bisa-bisa kalau dia protes, mama dan papa bakal menyuruhnya untuk tidur di ruang televisi. Ah, tapi sepertinya memang lebib baik untuk tidur sendiri di depan televisi yang menyala nyala dari pada harus tidur bersama Haekal si bocah petakilan yang sangat menyebalkan. Tidak tahu. Mungkin opsi terakhir adalah pilihan Mas Johnny. Semoga Haekal tidak lama-lama menginap di rumah ini. Bukannya jahat, hanya saja Mas Johnny adalah tipe orang yang butuh ruang untuk sendiri setelah seharian bekerja. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD