7. Tangisan Arven

2022 Words
Kegugupan dan rasa suka membuat seseorang tidak dapat berkata apapun. Apa lagi kata menikah membuat seseorang tidak dapat berkata apapun. Mengingat menikah itu adalah sebuah ikatan suci. **** Vino menghela nafas beratnya. Sudah 10 menit yang lalu ia berdiri di belakang Arven yang masih saja sibuk dengan kotak bekal yang lebih besar dari kotak bekal lainnya. Entah apa yang dilakukan oleh bocah cilik itu, sedari tadi bocah cilik itu entah tengah menulis apa? Dengan sebotol saus di tangannya. Bayangkan saja, untuk apa bocah itu mengunakan saus? Bukankah sudah ada roti selai di dalam roti tadi. "Astaga. Arven, apa yang tengah kau lakukan? Kenapa lama sekali. Tadi kamu menyuruh Daddy cepat - cepat', sekarang lihat dirimu sendiri. Kamu seakan sibuk hingga waktu terus berjalan. Kamu tahu ini sudah pukul 06:10 pagi dan bukannya kamu bilang sendiri kalau lewat jam 6 pagi kamu gak mau sekolah lagi. Sekarang sudah lewat dan itu bukan kesalahan Daddy ya? Ini kesalahan Arven yang lebih memilih sibuk sama kotak bekal itu," Oceh Vino yang gemas pada tingkah putranya. Bisa - bisanya kesibukan putranya hanya pada kotak bekal itu, sebenarnya apa spesialnya kotak bekal itu? Mengapa putranya lebih memilih kotak bekal ketimbang berangkat sekolah. Huh. Lihatlah putra kecilnya itu, sedari tadi entah sibuk menulis apa dengan satu botol saus di tangannya. "Arven kamu itu menulis apa sih? Sini dari pada Arven telat biar Daddy yang nulis," Tawar Vino yang langsung melangkah ke arah bocah kecil itu. Yang tengah berdiri di atas kursi sambil memoles saus di atas roti. "Aaaaa. Gak usah Daddy, Arven bisa sendiri," Pekik Arven yang langsung menutupi kotak bekalnya mengunakan kedua tangan mungilnya. Membuat Vino menatap penasaran pada apa yang tengah ditulis oleh putra kecilnya itu. "Sebenarnya apa yang di tulis sama Arven. Sini. Coba Daddy lihat dulu," Pinta Vino yang ikut penasaran dengan tulisan Arven. "Iiihhh. Gak boleh Daddy, cuman Mommy yang boleh lihat. Mommy yang harus lihat pertama kalinya, huh. Daddy kalau mau lihat nanti saat Mommy yang membuka kotak bekalnya," Kata Arven yang dengan lucunya langsung menjauhkan kotak bekalnya dari Vino Membuat Meisie dan Viola hanya mampu terkekeh geli. "Huh. Terserah Arven saja. Daddy capek, terserah mau Arven apa," Kesal Vino lalu melangkah dan duduk di kursi yang sedikit jauh dari Arven. Vino duduk di sana dengan wajah kesalnya. Membuat Meisie dan Viola hanya mampu terkekeh geli seakan tengah mengejek seorang Vino. Vino menatap ke arah Arven yang sama sekali tidak ada rasa bersalahnya sedikit pun padanya. Huh. Ingin sekali Vino merebut kotak bekal itu karena rasa penasarannya sangatlah besar. "Entah apa yang tengah ia tulis? Lihat. Dia tidak merasa bersalah sedikitpun padaku," Oceh Vino membuat kedua wanita dewasa itu hanya mampu tersenyum geli. "Sudahlah kak. Namanya juga anak kecil, lagian. Biarkan saja ia sibuk sendiri kan itu kemauannya," Kata Viola. "Iihh. Kenapa susah sekali. Uhh, kan jadi belepotan. Huh." Gerutu Arven sebal hingga kedua tangan mungilnya penuh dengan saus. Bagaimana tidak, jika sedikit kesalahan saja. Pria kecil itu akan menghapusnya dengan jari - jari tangannya. Membuat para orang dewasa hanya mampu Menatap geli pada dirinya. "Arven, Sayang. Hapusnya pakai ini jangan pakai tangan nanti tangan Arven kepanasan loh," Kata Viola yang langsung menyodorkan beberapa lembar tissue. "Terima kasih. Bibi cantik," Ujar Arven sambil membersihkan tangannya dari saus cabe. Kini pria kecil itu kembali menulis dan sesekali ia akan menghapusnya mengunakan tissue sesuai yang dikatakan bibi cantiknya tadi. "Entah apa yang dia tulis. Sehingga ia mengabaikan semuanya dan lebih fokus pada bekal pagi ini," Oceh Vino membuat kedua wanita itu tersenyum geli saat melihat kekesalan Vino. "Selamat pagi semua. Selamat pagi cucu Opa yang tampan?" Sapa Kavin saat pria paru baya itu menuruni anak tangga. Kedua alis Kavin sedikit naik saat tidak mendapatkan respon dari cucu kecilnya itu. Berbanding balik dengan istri dan anaknya yang sudah merespons sapaanya tadi." Ada apa ini? Kenapa cucu tampanku tidak membalas sapaanku?" Tanya Kavin yang terheran - heran. "Daddy. Bukan hanya Daddy yang dilupakan. Aku sebagai Daddy-nya saja seakan tidak di anggap," Ujar Vino membuat Kavin langsung menatap kesibukan cucunya itu. "Hallo. Cucu Opa yang tam...!!! Ucapan Kavin terhenti saat pria kecil itu menutupi apa yang tengah ia buat. Tetapi sekilas Kavin bisa membacanya. "Iihhh. Opa, jangan lihat. Yang boleh lihat duluan itu Mommy," Kesal Arven yang merasa bahwa anggota keluarganya seakan berusaha untuk melihat apa yang ia tulis. Oh ayolah, bisakah anggota keluarganya tidak menganggu dirinya sejenak. "Mommy?" Tanya Kavin dengan alis terangkat ke atas. "Iya Mommy-nya Arven. Yang baru saja di kirim tuhan untuk Arven," Jawab Arven. Pria kecil itu segera turun dari kursi yang sempat menjadi pijakannya. Pria kecil itu tersenyum senang saat karya yang ia buat telah selesai sepenuhnya. Betapa bahagianya dirinya. Kavin menatap istri dan kedua anaknya bergantian seakan menagih sebuah jawaban. "Mommy yang di maksud keponakanku itu seorang gadis SMA. Dad, gadis itu sangat cantik. Sangat cocok untuk kak Vino," Kata Viola tanpa menyadari kedua mata tajam Vino yang tengah menatap dirinya. "Gadis SMA? Wah sejak kapan putra keras kepala Daddy ini menyukai seorang Gadis SMA?" Tanya Kavin entah pada siapa. Kavin dengan senyuman gelinya langsung menepuk punggung kokoh milik putra semata wayangnya itu." Tapi, Good Boy. Daddy setuju jika kau ingin menikahi gadis SMA. Lagian, kau masih sangat muda dan tampan. Tentu saja cocok padamu," Kata Kavin saat ia telah duduk di kursi utama. "Itu tidak akan terjadi Dad. Daddy jangan berpikir yang tidak - tidak, Gadis SMA itu mana mungkin Vino suka. Apa kata orang nanti, bahwa Vino menyukai seorang gadis kecil? Yang benar saja, Vino bukan seorang pedofill," Bantah Vino membuat Kavin tersenyum geli. "Ayolah Vin. Gadis SMA tidak semuda yang kau kira. Gadis SMA, sudah pantas menikah apalagi menikah dengan seorang DUDA. Tentu itu lebih panas dari pada menikahi seorang pria lajang," Ucap Kavin Membuat Vino menatap kesal pada pria paru baya itu. Bisa - bisanya pria paru baya itu mengatakan hal itu dengan begitu mudah. "Daddy. Sudahlah, Vino tidak mau membahasnya," Kata Vino yang lebih fokus pada sarapan paginya. "Oh ayolah. Boy, banyak para gadis yang ingin menikah dengan seorang lekaki matang. Karena kenapa? Lelaki yang sudah matang itu tentu lebih paham soal ranjang," Ucap Kavin dengan senyuman jailnya membuat Vino tersedak saat tengah memakan nasi goreng. Uhuk! Uhuk! Uhuk! Kedua mata Vino Menatap tajam pada sosok pria paru baya yang tengah terkekeh geli saat menatap dirinya. Sial, kenapa ia bisa salah tingkah begini. Kedua mata Vino menatap bergantian pada Meisie dan Viola yang juga tengah terkekeh geli. "Aku sudah selesai," Ujar Vino yang langsung bangkit dari posisi duduknya. "Tunggu dulu Boy. Kau belum mengajari Daddy soal ranjang. Kau tahu, Daddy semakin tua dan Daddy perlu belajar denganmu." Kata Kavin semakin senang saat melihat wajah kesal Vino. "Daddy. Berhenti berbicara sevulgar itu," Gerutu Vino yang lebih memilih menjauhi anggota keluarganya yang mungkin tengah menertawakan dirinya. "DADDY. Ayo kita berangkat sekolah." Panggil Arven yang baru saja keluar dari dapur dengan membawa dua tas bekal di tangannya yang nampak begitu susah bagi pria kecil itu saat membawanya. Pikir Vino." Duh. Kenapa berat banget sih," Cicit Arven dengan ekspresi kesusahannya. "Mau Daddy bantu, membawakannya?" Tawar Vino. "Daddy mau bantu Arven?" Tanya pria kecil itu balik tentu saja langsung dibalas anggukan dari Vino." Wah. Terima kasih Daddy," Ujar Arven sambil memberikan tas bekalnya pada Vino. "Ayo. Sana pamit sama Opa, Oma dan bibi Viola dulu," Perintah Vino dibalas anggukan patuh dari Arven. Pria kecil itu langsung berpamitan pada ketiga orang itu secara bergantian. Setelah berpamitan, Vino dan Arven melangkah menuju mobil milik Vino yang sudah terparkir rapi di depan halaman kediaman Adiputra. "Kata Arven gak mau terlambat ke sekolah. Sedangkan ini sudah jam 06:30 pagi, sekarang yang bersalah disini siapa. Arven atau Daddy?" Sindir Vino membuat pria kecil itu menampilkan senyuman tanpa dosanya pada Vino. "Kalau ini gak ada yang salah, Dad. Dan yang buat terlambat itu Arven sendiri. Terkecuali, Daddy yang terlambat baru Arven salahi Daddy," Kata Arven tanpa dosa sedikit pun. "Huh. Sejak kapan Arven jadi egois begini? Perasaan dulu enggak," Ujar Vino sambil membukakan pintu untuk Arven setelah itu Vino langsung masuk dan duduk di kursi kemudi. "Sejak hari ini Dad. Sejak Arven punya Mommy," Balas Arven saat ia memeluk kuat - kuat tas bekalnya. Jujur, ia takut jika hiasannya rusak sebelum dibaca oleh Mommy-nya nanti. **** Jasmine sejak tadi duduk di taman sekolah. Sejak tadi kedua matanya tengah mencari - cari sosok Arven yang sama sekali tidak kelihatan. "Dimana Arven ya? Tidak biasanya ia belum datang di jam seperti ini?" Tanya Jasmine entah pada siapa. Rasanya ada yang kurang dari harinya. Ada sesuatu yang membuat ia merindukan wajah polos itu. "Jasmine. Kemarilah, Tolong bantu ibu sebentar," panggilan guru kimia membuat Jasmine menoleh ke arah panggilan itu. Benar sekali. Guru kimia yang bernama Bu Rena itu memang yang memanggil dirinya. Membuat Jasmine segera melangkah untuk menanyakan ada maksud apa Bu Rena memanggil dirinya "Ada apa Bu? Ibu panggil saya?" Tanya Jasmine ramah. Jasmine adalah murid teladan meskipun ia hanya anak murid yang mendapatkan beasiswa, tetapi. Kepintaran Jasmine membuat para guru sangat senang. Apalagi tiap kali mereka ingin meminta bantuan, gadis SMA itu pasti akan dengan senang hati membantu dirinya. "Ini Jasmine. Kebetulan ibu ada rapat mendadak sama kepala sekolah, Tetapi ibu masih ada jam mengajar. Apa Jasmine bisa membantu ibu untuk mewakili ibu untuk mengajar. Tenang saja. Hanya 1 jam kok," Kata Bu Rena dengan nada penuh harap membuat Jasmine tidak tega untuk menolaknya. Sebab, ibu Rena sangatlah baik pada dirinya. Bahkan sering memberikan ia makanan, apalagi mengingat ia tidak pernah mendapatkan uang saku dari Resti. "Tentu saja bisa. Bu, dengan senang hati malah," Jawab Jasmine membuat Bu Rena tersenyum bahagia. "Terima kasih ya. Jasmine, kamu memang murid kesayangan ibu. Ayo ikut ibu, biar ibu kenalin sama murid - murid ibu," Ajak Bu Rena. Membuat Jasmine mengikuti langkah kaki Rena, sekilas Jasmine menatap ke arah sekolah kanak-kanak yang tidak ada sesosok yang ia cari. "Mungkin hari ini pangeran kecilku tidak masuk," Batin Jasmine berpikir hal itu. Setelah kepergian Jasmine yang mengikuti Rena ke kelas, tepat dimana Jasmine yang akan mewakili Bu Rena. Pada saat itulah Arven datang bersama Vino, sejak di dalam mobil wajah pria kecil itu tidak henti - hentinya tersenyum sehingga membuat Vino menggerutu. Entah apa yang spesial dari gadis SMA itu. Kedua mata Arven mencari - cari sosok Jasmine. "Dimana Mommy ya?" Tanya Arven entah pada siapa. Wajah lucunya yang tadinya berbinar kini tergantikan dengan wajah lesunya. "Arven kenapa? Kok wajah Arven terlihat sedih begitu?" Tanya Vino yang berlutut di hadapan Arven. Meskipun Vino sadar bahwa banyak pasang mata yang tengah menatap dirinya dengan lapar. Tapi Vino berusaha untuk tetap biasa saja, karena bagi dirinya itu sudah hal biasa. "Hiks. Mommy gak datang Dad, Hiks. Padahal Arven sudah menghias semuanya bahkan tangan Arven sampai panas begini," Adu Arven saat pria kecil itu menunjukkan telapak mungilnya yang sudah memerah. "Astaga Arven. Kenapa kamu gak bilang sama daddy. Seharusnya Arven bilang biar Daddy bisa mengobatinya, dan seharusnya Arven gak perlu bermain saus tadi," Kata Vino yang merasa kesal. Ingin sekali ia memaki gadis itu yang justru tidak datang. Padahal putra kecilnya sudah merelakan waktunya hanya untuk membuat hiasan entah apa itu." Sudah jangan nangis. Ada Daddy disini," Pinta Vino sambil mengendong tubuh kecil Arven. "Hiks. Hiks. Mommy, Hiks. Mommy," pada akhirnya pria kecil itu menangis membuat Vino semakin emosional saat melihat tangisan pria kecilnya itu. "Gadis itu benar - benar kelewatan. Bisa - bisanya ia membuat pangeran kecilku menangis, awas saja. Tidak akan aku maafkan," Batin Vino yang harus menahan emosinya sendiri." Astaga, apa yang aku pikirkan. Huh, gadis itu bukanlah siapa - siapa disini. Jadi tidak seharusnya aku marah kan?" Pikir Vino yang berusaha untuk menenangkan tangisan Arven meskipun tangisan pria kecil itu membuat ia ikut sedih dan sakit secara bersamaan. Membuat Vino tidak dapat berpikir saat ini. "Mommy. Hiks, Mommy Jasmine mana? Hiks. Daddy, Apa Mommy Jasmine dibawa pergi lagi sama tuhan? Seperti yang tuhan lakukan pada Mommy Lisa?" Tanya Arven dengan kedua mata basahnya. Ya, Arven tahu bahwa Lisa adalah ibu kandungnya. Mengingat Vino sering menunjukkan foto Lisa. Tetapi, Vino tidak habis pikir bahwa ingatan Arven sangatlah kuat. Bahkan Vino berani bertarung bila ia mengucapkan sesuatu. Vino yakin putranya pasti akan mengingat semua bahkan akan di hafal di dalam hati dan pikirannya. Tbc,
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD