1. Arven butuh seorang Mommy

3060 Words
Terkadang cinta itu memang aneh. Tapi terkadang pura cinta mampu membuat seseorang jatuh bahkan sejatuh - jatuhnya. Dan kini ia pergi, pergi meninggalkan aku seorang diri. **** Perkenalkan namaku Vino Ardana Abiputra saat ini usiaku sudah memasuki usia 34 tahun. Aku adalah putra pertama dari Kavin Ardana Abiputra. Dulu ketika aku kecil aku memiliki impian terbesar, yaitu. Aku ingin Daddy memiliki seorang pendamping hidup yang bisa menjaga dirinya ketika aku sudah tidak ada di dunia ini lagi. Tapi. Nyatanya, aku salah karena pada akhirnya aku kembali hidup karena kasih sayang dan cinta tulus dari seorang wanita yang amat sangat aku sayangi dan aku cintai. Mommy Meisie, dialah wanita pertama yang aku cintai. Karena dia dengan kasih sayangnya membuat aku hidup kembali, padahal. Aku hampir mati pada saat itu. Aku beruntung memiliki dirinya di dalam hidupku. Meskipun ia bukanlah Mommy kandung ku, tapi bagiku ia lebih dari Mommy kandung bagiku. Ia seperti seorang bidadari yang jatuh dari langit, karena dirinyalah aku mampu untuk melewati setiap tahap penyakitku yang hampir membuat aku menghembuskan nafas terakhir ku. YA. Aku menyayangi Mommy Meisie lebih dari apapun, aku seakan tidak berniat menyakiti dirinya sedikitpun. Karena ia adalah bidadari terindah bagiku. Tapi kalian harus tahu. Kini aku bukan lagi Vino yang masih berusia 5 tahun. Kini usiaku sudah memasuki kepala 3 dan mungkin tidak akan lama lagi akan memasuki kepala 4. Tapi bukan berarti aku tidak bahagia akan hidupku ini. Kini aku sudah menjadi seorang Daddy untuk seorang malaikat kecil yang telah tuhan kirimkan kedalam rahim wanita ku, meskipun. Kini ia telah pergi jauh setelah melahirkan putra kami. Ya. Aku adalah seorang duda beranak satu, wanita ku pergi karena mungkin tuhan begitu menyayangi dirinya. Sehingga ia lebih cepat dipanggil pulang oleh sang maha kuasa. Tetapi, jika aku boleh jujur hatiku sakit. Saat harus merelakan dirinya pergi padahal ia adalah wanita pertama, wanita yang pertama yang membuat aku jatuh cinta. ***** Saat ini. Vino tengah sibuk dengan file - file miliknya yang nampak begitu banyak di atas meja kerjanya saat ini. Tok! Tok! Tok Suara ketukan pintu menyadarkan Vino dari kertas - kertas putih yang penuh coretan itu. Pria itu tersenyum tipis di usianya yang sudah memasuki usia 34 tahun dengan status yang ia miliki. Ia adalah orang single Daddy yang telah berstatus sebagai duda di usianya yang cukup matang saat ini. "Vino, apa Mommy menganggu waktu mu nak?" Tanya seorang wanita paru baya yang masih terlihat begitu cantik di usianya yang tak lagi muda. "Tentu saja tidak, Mom. Mana mungkin Mommy menganggu Vino, justru Vino bahagia saat Mommy datang menemui aku seperti ini," Kata Vino dengan senyuman tipis yang menghiasi wajah tampannya itu. Meisie melangkah masuk dan duduk dihadapan Vino. "Vin. Sampai kapan kau akan terus sendirian nak, Mommy merasa sudah waktunya kau kembali untuk berkomitmen karena kau juga harus mengingat bahwa Arven masih membutuhkan seorang Mommy. Nak," Kata wanita paru baya yang tidak lain adalah Meisie. Ibu tiri dari Vino, walaupun status Meisie bukanlah ibu kandung dari Vino tapi bagi Vino. Meisie lebih dari seorang ibu kandung baginya. "Mom. Berapa kali harus Vino katakan, bahwa Arven sama sekali tidak membutuhkan seorang Mommy. Arven sudah bahagia karena ia memiliki kita di dalam hidupnya. Dan Vino rasa itu sudah lebih dari cukup," Ujar Vino sambil menggenggam jemari meisie yang nampak masih begitu lembut di dalam genggamannya. Wanita paru baya itu, sudah bersama dengannya sejak ia masih kecil. Kehangatan sosok Meisie membuat Vino merasa sangat nyaman bila berdekatan dengan wanita paru baya itu. "Vino. Mungkin bagi dirimu, Arven sudah bahagia tapi pernahkah kau merasa bahwa Arven juga menginginkan seorang Mommy untuk menemani dirinya ketika ia kesepian sama seperti dirimu. Vino, kau juga membutuhkan seorang pendamping hidup untuk menemani hari - harimu," Kata Meisie dibalas gelengan kepala dari Vino. "Mom. Jika soal permintaan Mommy ini, aku minta maaf padamu. Karena untuk yang satu ini, Vino belum bisa," Jujur Vino sambil kembali duduk di kursi kebesarannya. Meisie memutar kedua bola matanya dengan malas. Saat jawaban itu lagi - lagi harus ia dengar. Memang. Sudah sekian lama Meisie memaksa putra semata wayangnya itu untuk menikah tapi nyatanya. Vino masih tetap kekeh untuk menolak permintaannya itu. Padahal Vino selalu mengabulkan permintaannya, tapi sayangnya. Untuk satu ini, pria itu dengan keras kepalanya tetap menolak permintaannya itu. "Vino. Mommy mohon, setidaknya pikirkan Arven. Arven butuh seorang Mommy sama seperti dirimu. Apa kau lupa. Jika dulu kau juga menginginkan hal yang sama seperti cucu kecil. Mommy," Perkataan Meisie seakan membuat ingatan di masa lalu kembali berputar di dalam otaknya. Ya. Vino masih mengingat betapa ia sangat merindukan sosok seorang Mommy tapi sayangnya, Daddy tercintanya tidak mau mengabulkan permintaannya karena masa lalu kelam Kavin pada saat itu. Kavin adalah Daddy kandung dari Vino, YA. Masa lalu Kavin membuat pria itu tidak lagi mempercayai seorang ibu tiri. Tapi. Nyatanya tuhan berkehendak lain. Karena keinginan Vino terkabul saat ia kembali diberi kesempatan oleh sang maha kuasa untuk kembali hidup bersama dua orang yang sangat ia sayangi. "Vino. Tolong, setidaknya pikirkan Arven. Tidak ada salahnya jika kau mewujudkan keinginan Mommy ini. Seorang Mommy untuk Arven," Kata Meisie membuat pria itu terdiam." Vino. Kau tidak boleh seperti ini terus, mungkin bagi dirimu Arven sudah bahagia tapi bagi cucu Mommy itu tidaklah cukup," Ujar Meisie kembali. "Akan Vino pikirkan lain kali Mom," Balas Vino saat sudah cukup lama terdiam. Bahkan Vino bisa mendengar helaan nafas dari Meisie yang terdengar begitu berat bagi dirinya. ***** Kejadian minggu lalu membuat Vino kembali teringat akan permintaan Meisie. Ya. Vino tahu bahwa setiap anak kecil pasti menginginkan seorang Mommy. Hanya saja, untuk hal ini, Vino belum siap. Tentunya belum siap untuk kembali mencintai seorang wanita sedang hatinya masih ingin Lisa. Wanita yang telah membuat ia menjadi seorang Daddy saat ini. "Maafkan aku. Mom, untuk yang satu ini aku belum bisa, karena cintaku masih seutuhnya untuk Lisa," Batin Vino dengan wajah sedihnya saat mengingatkan sang istri yang pergi tanpa ia inginkan. Hati mana yang tidak sakit saat ditinggal pergi oleh wanita yang sangat ia cintai bahkan sudah melahirkan malaikat kecilnya. Tapi, Vino sadar mungkin istrinya sudah lelah untuk menahan rasa sakitnya hingga pada akhirnya ia pergi. **** Flashback On Pertemuan Vino dengan Lisa adalah kali pertama baginya. Disebuah rumah sakit yang tidak terlalu besar. Ya, Vino sempat menyumbangkan dana di rumah sakit itu. Itu memang rutinitas Vino selama ini. Ia ingin agar setiap rumah sakit dapat memiliki alat yang lebih bagus dan tentunya lebih canggih. Langkah kaki Vino harus terhenti saat sebuah suara telah mencuri perhatiannya. "Kau lucu sekali. Kau selalu membuat aku gemas jika melihat tingkah lucu mu itu," Sebuah suara yang menghentikan langkah kaki Vino yang hampir sampai di depan pintu mobilnya. Vino menoleh ke arah kanan dan ke kiri guna mencari suara yang baru saja ia dengar. "Auw, hehehe. Auw jangan begitu, aku kegelian," suara tawa yang terdengar begitu merdu di indera pendengaran Vino. Membuat langkah kaki pria itu seakan membawanya untuk mencari asal suara tersebut. "Iihh. Kau nakal sekali, hehehe. Auw hei jangan lari. Hei, tunggu aku, kau nakal sekali," Gerutu seorang gadis yang memiliki bobot tubuh mungil, rambut yang panjang dan tubuh seputih salju. Membuat Vino seakan tidak mampu untuk menatap ke arah lain selain menatap gadis cantik itu. "Cantik," Lirih Vino sambil menatap tingkat lucu si gadis yang tengah bermain dengan seekor anak anjing. Membuat gadis itu menghentikan larinya saat sudut matanya melirik seorang pria berparas tampan membuat gadis itu menundukkan kepalanya karena malu. Membuat Vino tanpa sadar tersenyum geli akan tingkah lucu gadis yang baru beberapa detik ia temui. Gadis itu melangkah mundur dengan wajah takut - takutnya, membuat Vino membuyarkan lamunannya pada saat itu. "Tunggu," Teriak Vino saat melihat gadis itu ingin berlari pergi dari hadapannya. Gadis itu menghentikan langkah kakinya sambil kembali menoleh ke arah Vino yang tengah memandangi dirinya. Vino melangkah, niatnya ingin mengenal gadis itu lebih jauh lagi tapi naas, gadis itu malah berlari pergi. Membuat Vino ikut mengejar gadis itu tapi sayangnya Vino sudah kehilangan jejak gadis mungil berparas bidadari itu. Shit Vino mengumpat saat dirinya gagal mengejar gadis itu. Gadis yang membuat dirinya ingin selalu melihat gadis itu, tapi sayangnya, gadis itu justru melarikan diri sebelum Vino tahu siapa namanya. "Aku tidak akan menyerah, aku pasti akan menemukan dirimu," Ujar Vino sambil melangkah pergi. Dirinya memasuki mobil mewahnya dan langsung meninggalkan lokasi tersebut. Gadis itu keluar dari persembunyiannya saat dirinya melihat mobil pria itu telah pergi jauh. Flashback Off **** Perkenalan aku Jasmine. Gadis yang dikenal begitu ceria padahal dibalik wajah bahagiaku tersimpan rasa kesepian, kesedihan dan luka. Aku hanyalah anak yatim piatu, kedua orang tuaku telah meninggal sejak aku masih kecil, aku tinggal bersama bibi yang merupakan adik papaku, tapi. Aku merasa bingung kenapa bibi Resti begitu membenci aku, apa salahku? Apa yang membuat bibi Resti begitu membenci diriku? Aku memang tinggal bersamanya. Tapi. Aku diperlakukan tidak manusiawi, aku selalu di anggap orang lain bahkan aku selalu dijadikan seorang pembantu. Padahal bibiku juga mempunyai seorang putri, tapi. Sayangnya putrinya juga tidak menyukai aku. Aku tahu. Mereka tidak suka jika aku tinggal bersama mereka, tapi aku harus apa? Aku seorang diri. Tidak punya keluarga atau kerabat lain yang bisa aku mintai bantuan, hanya bibi Resti yang aku miliki. Tapi. Aku merasa begitu menderita jika harus berada di rumah ini, maka dari itu aku lebih memilih pulang sore agar aku tidak bertemu dengan bibi Resti dan tidak mendengar ocehannya itu. Saat ini aku tengah berada di sekolah, kebetulan aku duduk di kelas 2 SMA di sebuah sekolah yang begitu berkelas. Aku bisa bersekolah disini karena aku mendapatkan beasiswa di sebuah sekolah swasta yang sangat terkenal. Sekolah ini sangat lengkap banyak anak - anak yang bersekolah disini karena mereka tidak perlu lagi pindah - pindah sekolah. Karena tempat aku bersekolah tersedia sekolah kanak - kanak, Sd, SMP, SMA dan juga SMK lengkap bukan? Di pagi hari aku sengaja berangkat lebih awal, YA. Tentunya aku melakukan ini untuk menghindari kebencian bibiku dan juga sepupuku, Febi. Aku sengaja berangkat lebih pagi dan duduk di bangku sekolah kanak - kanak agar aku tidak merasa kesepian. Jujur, aku suka melihat para bocah cilik yang tengah bermain kesana kemari. Apalagi ketika jam istirahat, mereka akan keluar serombongan, membuat Jasmine sangat terhibur akan para bocah cilik yang begitu lucu baginya. Tapi senyuman Jasmine berubah menjadi kekehan geli, saat ia melihat seorang bocah laki - laki yang kira - kira berusia 4 tahun tengah berusaha untuk memasukkan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya. Yang nampak begitu susah, membuat Jasmine merasa gemas karena tingkah lucu dan polos dari bocah laki - laki itu. Tanpa sadar kedua kaki Jasmine melangkah mendekati bocah lelaki itu. "Perlu bantuan?" Tanya Jasmine dengan suara gelinya. "Mommy," Panggil bocah cilik itu membuat Jasmine tersentak kaget. Bagaimana tidak, bocah cilik itu memanggil dirinya dengan sebutan Mommy dengan senyuman lucunya saat ini. Membuat Jasmine yang merasa kaget kini mampu mengontrol dirinya saat ia melihat senyuman lucu dari bocah cilik itu. "Iya. Boleh aku membantu dirimu?" Tanya Jasmine yang tidak mempermasalahkan tentang panggilan "Mommy" terhadap dirinya. "Kamu mau jadi Mommy, nya, Arven?" Tanya bocah lelaki yang bernama Arven tanpa berniat menjawab pertanyaan Jasmine. Jasmine memang merasa terkejut tapi ia berusaha untuk tetap tersenyum untuk menyembunyikan rasa gugupnya. "Tentu saja tidak mungkin. Kan, kita baru bertemu hari ini masa ia sudah harus jadi Mommy kamu," Balas Jasmine hati - hati karena jujur ia bingung harus menjawab apa pada pertanyaan yang bocah itu tunjukkan pada dirinya. Bocah itu kembali duduk yang tadinya sempat bangkit karena merasa bahagia tapi jawaban Jasmine nampaknya membuat ia kembali murung. "Hei. Kenapa? Sini kakak bantu buat suapi kamu," Kata Jasmine, dirinya berniat mengambil kotak bekal di tangan Arven tapi segera dijauhkan oleh bocah lelaki itu membuat Jasmine merasa bingung dengan perubahan Arven yang tadinya nampak bahagia tiba - tiba saja berubah murung." Kamu kenapa? Kakak niat loh mau bantuin kamu makan karena tadi kakak lihat kamu sedikit kesusahan. Sini kakak bantu," Tawar Jasmine lembut. "Gak perlu. Arven cuman mau disuapi sama Mommy. Kamu kan, bilang bukan Mommy dari Arven jadi Arven gak mau disuapi sama orang asing," Kata Arven dengan nada ketus, pria kecil itu bahkan melangkah sedikit menjauh dari Jasmine dan lebih memilih pindah ke kursi lain membuat Jasmine menelan ludahnya karena ia merasa bersalah karena sudah menolak panggilan bocah lelaki itu pada dirinya. "Tapi, Arven. Ka...!!! Ucapan Jasmine terhenti saat pengusiran Arven pada dirinya. "PERGI. Pergi tinggali Arven sendiri," Teriak Arven sebab kedua mata sudah memerah membuat Jasmine lebih memilih melangkah mundur karena takut membuat pria kecil itu menangis karena Jasmine bisa melihat jika air mata bocah cilik itu hampir menetes. "Maaf," Lirih Jasmine merasa bersalah sambil melangkah meninggalkan Arven yang tengah menghapus air matanya. Gerakan Arven ditangkap jelas oleh kedua mata Jasmine. Langkah demi langkah kaki Jasmine terasa begitu berat saat melihat bocah lelaki itu menangis. "Arven," Suara seseorang yang memanggil Arven membuat Jasmine segera menoleh ke arah sumber suara itu berada. Jasmine bisa melihat seorang wanita paru baya melangkah mendekati bocah lelaki itu dan duduk di samping bocah itu sambil mengusap air mata bocah cilik itu." Arven kenapa menangis, Sayang?" Tanya wanita paru baya yang tidak lain adalah Meisie, Oma. Dari Arven. "Oma. Hiks, Hiks," Hanya isakan tangis yang menjawab pertanyaan Meisie di lain hati Jasmine berusaha untuk bersembunyi dibalik tembok untuk mengetahui kenapa Arven menangis, apa karena dirinya? Apa karena dirinyalah, Arven menangis? Pertanyaan itu membuat Jasmine merasa sangat bersalah. "Arven. Cup cup cucu Oma yang tampan dan juga lucu gak boleh nangis nanti tampannya hilang loh, Sayang," Bujuk Meisie sambil memeluk Arven dengan Sayang. Ya. Meisie paham kesedihan cucu kecilnya itu, apalagi jika bukan seorang mommy yang mungkin sudah lama pria kecil itu harapkan. "Oma," Panggil Arven sambil mendongak kearah Meisie dengan air mata di wajah basahnya. "Iya. Ada apa sayang?" Tanya Meisie dengan lembut. "Apa Arven gak akan lagi punya seorang Mommy, Oma?" Tanya Arven dengan kedua mata memerahnya, Mendengar pertanyaan Arven membuat Meisie berusaha untuk berpikir bagaimana caranya memberi jawaban yang tepat untuk cucu kecilnya itu." Oma. Jawab pertanyaan Arven, apa Arven gak akan lagi punya seorang Mommy?" Tanya Arven kembali. "Tentu saja. Arven akan memiliki seorang Mommy lagi, saat tuhan menurunkan seorang Mommy baru untuk Arven. Tetapi untuk sekarang Arven harus bersabar ya, karena kesabaran itu adalah kunci utama untuk mencapai kebahagiaan," Kata Meisie membuat Arven mengangguk. "Berarti jika Arven bersabar, tuhan akan segera memberikan Mommy baru untuk Arven ya Oma?" Tanya Arven polos. "Tentu saja. Tapi sekarang, Arven harus makan dulu biar kuat untuk menantikan kedatangan Mommy baru, Oke," Ujar Meisie dibalas anggukan patuh dari Arven. Pria kecil itu segera menerima suapan dari Oma cantiknya itu. Tanpa terasa air mata Jasmine mengalir saat ia mendengar setiap pertanyaan - pertanyaan polos dari Arven. Jasmine melangkah pergi saat ia sudah cukup lama memperhatikan bocah lelaki itu. Meisie menatap kepergian Jasmine dengan senyuman tipisnya. Ya. Meisie sempat melihat Jasmine bersama Arven bahkan Meisie mendengar setiap percakapan mereka membuat Meisie merasakan sesuatu hal. Sesuatu hal yang selama ini sudah ia nantikan. "Meisie," Panggilan seseorang yang sangat tidak asing di telinga wanita itu, membuat Meisie langsung menoleh ke arah belakang. "Kavin, sejak kapan kau disini?" Tanya Meisie saat melihat sang suami tercinta telah berdiri dibelakangnya. "Baru saja, Sayang," Jawab Kavin sambil melangkah dan duduk di samping Meisie. "Hallo cucu. Opa, apa cucu Opa sudah makan?" Tanya Kavin meskipun usia pria itu tak lagi muda tetap saja ketampanannya tidak pernah pudar sampai saat ini. "Sudah Opa," Jawab Arven dengan mulut mungilnya yang tengah mengunyah. Meisie kembali menyuapi Arven dan dirinya menoleh ke arah sang suami yang nampak begitu gagah dengan jas mahalnya. "Ada apa, Sayang? Kenapa wajahmu jadi murung seperti ini?" Tanya Kavin sudah bisa membaca raut kesedihan pada wajah Meisie istri tercintanya. "Ini soal Arven dan Vino. Kavin," Ujar Meisie membuat Kavin menatap ke arah cucu kecilnya itu. "Arven. Sepertinya sudah waktunya Arven masuk kelas, tuh lihat. Ibu guru Arven sudah memanggil," Tunjuk Kavin ke arah seorang ibu guru membuat Arven menatap kearah yang di tunjuk Opanya. "Iya, Opa, sepertinya sudah habis waktu istirahat Arven. Opa dan Oma, Arven masuk dulu ya tapi nanti Opa dan Oma harus tetap nunggu Arven soalnya sebentar lagi Arven juga bakal pulang. Bye Opa Oma," Kata Arven sambil berlari masuk membuat kedua paru baya itu menatap sedih pada cucu kecil mereka. "Ada apa Meisie? Ada apa dengan Arven dan Vino? Apa yang membuat wajahmu sedih seperti ini?" Tanya Kavin lembut. "Kavin. Kau tahu, aku merasa sangat sedih saat cucu kecilku sudah sangat menantikan kehadiran seorang Mommy, tapi Vino. Putra kita masih dengan keras kepalanya menolak permintaanku padahal aku tahu jika cucu kecilku sudah sangat berharap untuk memiliki seorang Mommy. Tapi kenapa, putra kita masih saja keras kepala sampai saat ini," Kata Meisie dengan raut wajah sedihnya. "Meisie. Aku tahu kau ingin yang terbaik untuk putra dan cucu kita, tapi apa kau lupa. Bahwa kepergian Lisa masih sangat tidak bisa Vino terima dan ku mohon beri ia waktu untuk bisa menerima kepergian Lisa. Sayang, aku tahu kau sangat mencemaskan putra kita. Tapi, beri ia waktu. Percayalah, bahwa suatu saat nanti Vino akan menyadari bahwa sosok seorang Mommy sangat dibutuhkan oleh Arven," Ucap Kavin membuat Meisie mengangguk. Keduanya pada akhirnya memutuskan menunggu cucu kecil mereka pulang, karena setengah jam lagi cucu mereka akan pulang. Di lain hati, Jasmine masih setia menunggu kelasnya dimulai. Di jam 12 siang. Ya, kelas Jasmine memang dimulai di jam 12 siang tapi Jasmine dengan rela datang di pagi hari agar bisa menhindari ocehan bibi Resti pada dirinya. "Huh. Panas sekali," Adu Jasmine entah pada siapa. Saat ini gadis itu lebih memilih duduk diam disebuah bangku panjang sambil menunggu kelasnya dimulai. Kedua mata Jasmine menoleh ke arah sekolah kanak - kanak yang ternyata sudah akan bubar. Jasmine dengan cepat berdiri untuk melihat ke arah bocah - bocah cilik itu yang tengah bersalaman pada ibu gurunya. Kedua mata bulat Jasmine menatap dengan raut bahagianya saat ia kembali melihat keceriaan Arven yang keluar sambil bergandengan tangan dengan dua orang paru baya yang Jasmine ketahui adalah Opa dan Oma dari pria kecil itu. "Ingin sekali aku meminta maaf padanya. Tapi sepertinya aku belum bisa karena dia sudah mau pulang, maafkan aku pangeran kecilku," Lirih Jasmine sambil menatap langkah kaki Arven. Tanpa Jasmine duga Arven menoleh ke arahnya dengan tatapan polosnya, Jasmine menuju ke arah Arven mengunakan jari - jari mungilnya dan beralih ke hatinya membuat Arven membulatkan kedua matanya sambil tersenyum tipis ke arah Jasmine, seakan mengetahui apa maksud Jasmine tadi. Arven melepaskan genggaman Opanya sambil melambaikan tangan pada Jasmine dan dibalas oleh Jasmine dengan lambaian tangan juga. tbc,
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD