Cowok Populer

1607 Words
Di istana lainnya, tepatnya di kediaman keluarga Djayadiningrat. Suasana makan malam penuh adab sedang berlangsung. Di kursi utama ada Tuan Djayadiningrat atau lebih akrab disapa Kek Djaya dan di sisi kanannya ada Arya bersama Irene, putra tunggal dan menantu Kek Djaya. Sementara di sisi kiri ada anak lelaki tampan bernama Arkana. Arkana adalah cucu satu-satunya di keluarga itu. Kek Djaya selalu ber-andai-andai kalau suatu hari ia akan memiliki cicit yang banyak. Karena selama 72 tahun hidupnya, dia hanya dikaruniai satu putra dan satu cucu saja. "Sampai hari ini, jasad Harry dan Ellen tak ditemukan dan proses evakuasi sudah dihentikan!" kata Arya memulai obrolan saat mereka semua sudah selesai dengan menu utama mereka. Saat ini mereka menikmati sajian desert berupa panacota yang nikmat. "Ini sudah saatnya!" kata Kek Djaya, kalimatnya masih terdengar samar. "Saatnya apa, Kek?" tanya Irene, menantu Kek Djaya yang juga mama-nya Arkana. "Dulu, hampir 50 tahun yang lalu, Kakek memiliki janji dengan Hardy, ayah dari Harry, untuk menikahkan keturunan-keturunan kami! Sayangnya ... kami sama-sama hanya dikaruniai anak laki-laki! Terpaksa, janji itu kami tunda, dan bahkan ... sampai Hardy meninggal ... janji itu tak jua terealisasi!" tutur Kek Djaya, semua orang menyimak kecuali Arkana yang asyik dengan game di gawainya. Ya! Saat hidangan main course selesai, semua anggota keluarga memang cenderung lebih santai. "Dan sekarang, sudah saatnya kami merealisasikan janji-janji itu! Takdir sudah berbicara, keluarga ini dikaruniai cucu laki-laki dan keluarga Hardy dikaruniai cucu perempuan! Ditambah, saat ini anak itu tinggal sebatang kara setelah ditinggal kedua orang tuanya!" lanjut Kek Djaya. "Ja-jadi, maksudnya ... Kakek mau jodohkan Arkana sama anak itu?" tanya Irene, mendengar kata 'jodohkan' seketika Arkana menghentikan kesibukannya, dia seperti tak terima kalau dirinya yang berjiwa bebas tiba-tiba mendengar wacana untuk dijodohkan. "Ya!" tegas Kek Djaya. "Gak gak! Gak bisa!" sambar Arkana. "Harus bisa! Kamu adalah satu-satunya harapan Kakek, Arkan! Janji adalah hutang! Terlebih, saat ini cucunya Hardy benar-benar membutuhkan perlindungan kita!" kata Kek Djaya mendebat anak muda berpendirian tegas itu. "Kakek ini apa-apaan sih? Ini abad 21, udah gak jaman lah, main jodoh-jodohan!" protes anak lelaki bergaya swag itu. "Sayaang, pelankan nada bicaramu!" kata Irene memperingatkan tapi masih dengan cara yang lembut. Ya, suasana di meja makan yang awalnya khidmat memang tiba-tiba berubah agak gaduh. "Kamu harus mau, Arkan!" tegas Kek Djaya. Heh, Arkana hanya menanggapinya dengan senyum sinis. "Lagi pula saat ini usiamu sudah memasuki usia dewasa, sudah saatnya memiliki istri!" ujar Arya malah terasa memojokkan Arkana. "Benar sekali! Kurangi main-main, Arkana! Kamu harus mulai memegang sebuah tanggung jawab! Dan menikah adalah salah satunya!" lanjut Kek Djaya. "Tapi pernikahan itu bukan buat main-main, kan?" protes Arkana. "Siapa bilang pernikahan itu main-main! Kamu akan menikahi cucunya mendiang Hardy dengan serius! Jangan asal menolak, Hardy itu keturunan belanda! Sudah pasti cucunya juga cantik macam gadis-gadis blasteran Eropa!" sahut Kek Djaya. "Aaah, udah lah malas! Perjodohan itu adalah salah satu pelanggaran HAM! Karena sudah merampas kebebasan seseorang untuk memilih sendiri pasangan hidupnya!" kata Arkana lalu beranjak. Dia kesal bukan main. Sedangkan Kek Djaya hanya tertawa terkekeh mendengar protes dari cucu kesayangannya itu. "Ayah ... apa ayah serius?" tanya Arya. "Serius! Kita harus segera memanggil gadis itu kemari! Keputusanku sudah bulat! Arkana harus mau menerima perjodohan ini!" "Tapi ...." "Stop!" Kek Djaya mengangkat tangannya sebagai kode kalau ia tak ingin mendengar kata 'tapi'. Arya maupun Irene terdiam. "Sudah ya ... kita akan bahas ini lagi besok!" kata Kek Djaya lalu dia juga bersiap untuk beranjak dari tempat duduknya. Pak Jarwo, asisten pribadi Kek Djaya sigap memapahnya menuju kamarnya di lantai atas. "Harusnya aku mulai pindah saja ke lantai bawah!" kata Kek Djaya, dia memang sudah tua dan sudah sering sakit-sakitan. "Iya, Tuan! Secepatnya kami akan memindahkan kamarmu ke lantai bawah!" sahut pak Jarwo yang dengan setia memapah Kek Djaya melewati puluhan anak tangga melingkar di mansion mewah milik keluarga Djayadiningrat itu. Arkana yang kesal dan marah menepi ke kamarnya. Kamar utama memang berderet di lantai dua istana itu. Selain itu, masih ada belasan kamar tamu yang tersedia. Sedangkan di lantai bawah, meliputi ruang keluarga, ruang pertemuan dan ruang-ruang bersama lainnya. Juga ada dapur yang luas yang dihuni oleh beberapa chef khusus. Kek Djaya memang sangat menjaga pola makannya sehingga ia mempekerjakan ahli gizi profesional yang merangkap sebagai chef khusus. Pelayannya pun hampir berjumlah satu lusin. Kediaman Djayadiningrat memang luar biasa megah dan luas. Dan di antara kemegahan yang ada di mansion itu, hanya kamar Arkan yang didesain berbeda. Arkan menempelkan beberapa poster nyeleneh di dinding kamarnya yang luas. Poster-poster model panas juga terpajang disana, maklum lah, Arkana adalah anak lelaki biasa walau sebagian besar orang memandangnya sebagai seseorang yang luar biasa. Ya, Arkana memiliki semua kriteria sebagai seorang pria sempurna. Tampan, gagah, karismatik, kaya raya, populer dan masih banyak hal bagus lainnya yang lekat dengan sosoknya. Hanya ada beberapa kekurangan saja, yakni malas belajar dan bersikap dingin cenderung arogan. Tapi, hal itu bukan masalah besar bagi Arkana lover, Arkana selalu terlihat keren maksimal di mata mereka. "Gila aja main jodoh-jodohan, dikira ini masih jaman siti nurbaya?" gerutu Arkan lalu menarik batang rokoknya dan menyulutnya. Saat kesal, merokok adalah salah satu kegiatan kecil yang bisa menenangkan jiwanya, dasar aneh! *** Sudah hampir dua minggu sejak kepergian orang tuanya, Lanina akhirnya kembali ke Sekolah. Banyak yang mengucapkan ucapan turut berduka cita dan kini Lanina sudah mulai bisa menerima status barunya sebagai anak yatim piatu. Di jam istirahat, dia duduk-duduk santai di sekitar lapangan basket dengan Emily. "Nin, tante Airin masih holiday di Eropa?" tanya Emily membangun topik pembicaraan. "Heum," jawab Lanina singkat sambil menikmati kuaci berbumbu favoritnya. "Aneh banget! Dalam masa berkabung malah sempet-sempetnya berlibur! Jujur aja nih, aku gak suka sama tantemu itu!" cibir Emily lalu kemudian dia berkata jujur, Lanina hanya tersenyum geli. "Sama kok! Aku juga kurang suka dengan tanteku itu!" akui Lanina. "Nah ... benerkan? Kayaknya kita sepemikiran! Aku rasa, tantemu itu ...." Emily menahan kalimatnya karena merasa tak berani menyatakannya langsung pada Lanina. "Licik!" Lanina malah menyambar lebih dulu. "Iya! Itu yang ada di pikiranku, Nin!" "Memang benar kok! Bukannya membuka borok tanteku sendiri, tapi kamu tahu gak? Kemarin sore ada dua pria tinggi besar yang mengambil paksa dua mobil milik ayah!" "Oh ya? Terus, terus?" Emily terkejut dengan cerita Lanina. "Mereka bilang, tante Airin punya hutang sama mereka dan mereka menyita aset peninggalan ayah ibuku!" "Lho, kok kamu kasih gitu aja sih? Kenapa gak biarin aja tantemu yang menghadapi pria-pria tinggi besar itu!" "Kemarin aku panik, para asisten di rumahku juga panik dan kemarin di rumah cuma ada aku sama bi Darmi dan bi Ija!" "Yang lainnya kemana?" "Tante Airin memecat mereka semua!" "Lhoo ...." "Entahlah, Em! Aku gak tahu apa rencana dia! Tapi jujur aja, aku sangat gak enak hati! Aku ngerasa kalau semuanya akan segera hilang!" kata Lanina pasrah, dia memang kehilangan sebagian besar semangatnya. Kini, sosok Lanina yang ceria dan penuh semangat sudah mulai memudar, berganti menjadi Lanina yang lesu dan pasrah. "Dia pasti punya rencana gak baik!" "Mungkin! Rasanya ... aku pengen pergi aja dari rumah itu, Em! Selama seminggu terakhir ini, sudah ada 3 debt collector yang datang, mereka mengecam dan meneror! Entahlah ...." "Tapi itu semua harta peninggalan ayah ibumu, Nin! Kamu gak bisa tinggalin gitu aja! Kamu bisa menuntut pada tantemu, dia sudah sangat keterlaluan! Kamu bisa menuntut lewat kuasa hukum keluaragamu!" Emily kembali protes. Pasti dia sangat tak rela kalau sahabat baiknya ada dalam situasi sulit ini. "Heh, kuasa hukum? Pak Irawan ... sama saja dengan tante Airin!" gumam Lanina dengan nada sarkas. Dia sudah mencium gelagat aneh sejak hari pertama ayah dan ibunya dinyatakan meninggal dunia. "Sama saja? Maksudnya?" "Mereka sekongkol! Aku sama sekali gak mengerti masalah harta ini dan itu! Pokoknya saat ini ... aku cuma mau hidup damai, berdamai dengan keadaan memilukan ini!" "Nin ...." "Jangan dibahas lagi ya! Aku lagi gak pengen bahas yang berat-berat!" "Baiklah!" Mereka masih duduk disana, mencoba menghabiskan sisa waktu istirahat sampai kuaci dan es teh mereka habis. "Oh iya, Nin! Ada kabar baru lho, dari Arkana ...." kata Emily membahas topik lain. "Ada apa? Aaah, udah lama aku gak kepoin dia!" sambut Lanina antusias. "Dia ... ternyata unavailable!" jawab Emily lalu dia tampak lesu. "Maksudnya?" "Ternyata benar kalau dia sudah menjalin hubungan sama Luisa! Itu lhooo ... si Gucci girl! Model muda Indonesia yang jadi ambassador produk fashion kenamaan itu!" "Oh ya?" Lanina juga tampak kecewa. "Iya! Ya ... harus kita akui kalau mereka memang sepadan! Yang satu cakep yang satu cantik, mereka sama-sama populer! Aaah, makin insecure aja diri ini!" keluh Emily, Lanina juga merasakan hal yang sama. "Harusnya Arkana itu jangan sampai punya pasangan! Kan bucin-bucinnya kayak kita-kita ini jadi patah hati, iya gak?" protes Lanina dengan polosnya. "Iyaa! Udah cukup kita merelakan para member boy grup favorit kita pada married, nah Arkana ... jangan dulu dong! Kita kan masih mencari kesempatan buat dapatin tempat spesial di hati dia!" sambung Emily. "Huh, kapan ya dunia per-halu-an ini selesai! Aah, Arkana, gak rela banget bayangin dia mesra-mesraan sama perempuan lain!" rengek Lanina. Ya, Lanina dan Emily adalah dua dari ribuan gadis yang tergila-gila dengan sosok Arkana. Arkana memang bukan artis, atau model, bukan! Dia hanya anak lelaki biasa yang popularitasnya hampir menyamai selebritis sekaligus. Tapi, walaupun Arkana memiliki popularitas, dia sama sekali tak mencoba peruntungan di dunia hiburan. Bahkan banyak agensi dan production house yang memintanya untuk menjadi artis dan ambassador berbagai produk. Arkana benar-benar tak menginginkannya. Lanina hanya belum tahu saja, kalau sebuah kejutan besar tengah menantinya. Dia tak sadar kalau dirinya sudah ditakdirkan untuk dijodohkan dengan Arkana. Janji antara mendiang Kakeknya dengan Kek Djaya akan segera terwujud dan Lanina lah yang akan merasakan jackpot luar biasa itu karena akan segera dinobatkan sebagai calon jodoh atau lebih tepatnya calon istri dari seorang Arkana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD