1

2046 Words
[Nadia POV] "Ya Bu jika nanti aku dapat uang aku akan mengirimkannya pada ibu," ucap ku setengah memaki. Bagimana tidak aku begitu kesal dengan ibuku yang terus saja meminta uang. Aku yang baru akan berangkat ke kantor dengan penatnya harus meladeni ibuku lewat telepon. "Kamu disana kerja belum dapat uang juga?!" tanya ibuku dengan nada tinggi. Ukh apa ibuku lupa kalau gajian itu dibagikan setiap tanggal 15 sementara ini baru tanggal 5 dikiranya aku gajian pada tanggal muda apa ya benar-benar kesal sendiri jadinya. Padahal aku sudah bekerja disini sudah bertahun-tahun lamanya, masa iya ibuku tidak ingat tanggal gajianku? "Ibu aku gajian tanggal 15 wajar saja jika tanggal muda ku adalah tanggal tua didompetku," omelku. Jika masalah uang gaji selalu saja berantem dengan emak uh sungguh heran dengan emak-emak. Kenapa sih otaknya mereka itu duit-duit aja?! "Kalau kamu bekerja disana gak dapat uang mendingan kamu pulang aja ngapain kerja jauh-jauh dari rumah sampai ngekost segala." Cerca ibuku  Astaghfirullah banyak-banyak istighfar lah kalau punya ibu kayak gini. Untungnya dia ibuku kalau enggak entah udah aku apain dia dari dulu. BRUK! Tiba-tiba saja aku terjatuh ditabrak oleh seseorang. "Eh kalau jalan tuh lihat-lihat matanya kemana?! Picek ya?!" maki ku pada seseorang yang menabrak diriku. Saat kamu sedang marah ada yang menabrakmu dan kamu lupa kalau kamu sedang bertelepon dengan seseorang, dan terjadilah.. BOOM! "Kamu bicara sama siapa Nadia! ini ibu yang kamu telepon!" pekik ibuku dari balik telepon. Pulang dari kantor nanti aku butuh air kutub untuk mendinginkan emosiku yang meluap. AKH! Mimpi apa sih semalam pagi-pagi udah harus berhadapan sama situasi menyebalkan kayak gini. "Nanti aku telepon ibu lagi." Aku mematikan telepon ku kemudian memungut semua barang-barang ku yang terjatuh. "Kamu gapapa?" tanya seseorang yang menabrak ku dia juga membantuku mengambil barang-barang ku yang berserakan. "Iya aku tidak apa-apa," jawab ku seraya berdiri untuk melanjutkan perjalanan ku menuju kantor. "Tunggu dulu." Pria yang tadi menabrakku mencegahku untuk pulang. Aku membalikan badanku dan melihat sosok yang sejak tadi aku belum lihat siapa dia. Dan Boom luar biasa rasanya hari ini jiwa ku sudah tertimbun oleh ribuan batako. Dev! Deva Mahendra mantan kekasih ku sepuluh tahun silam. Luar biasa aku sudah lama tidak melihat dirinya kini aku melihat dia secara langsung. Namun aku bertanya-tanya kenapa dia bisa ada disini? Dengan pakaian rapi layaknya orang kantoran kelihatan maskulin dengan  kemeja biru muda dan celana kerjanya. Dia terlihat sangat rapi. "Sudah lama aku mencarimu akhirnya kita bisa bertemu juga." Dev tersenyum lembut padaku. Eh? Aku kaget dengan apa yang dikatakan Dev sontak aku membelalakkan mataku. Kenapa dia mencariku? Dia kan sudah lama menikah dengan  wanita lain, lalu kenapa dia masih mencariku? Emang dia mau apa lagi dariku? "Kebetulan kita ada didepan resto bagaimana kalau kita bicara didalam?" tanyanya mengajakku berbicara. Aku menganggukan kepala dengan gugup yang menyambar. Entah kenapa tiba-tiba aku begitu canggung dan emosi yang tadi meluap sontak menghilang. Sungguh apa aku masih memiliki perasaan padanya? Aku tetap saja mau ikut dengannya. Dengan mudahnya aku mengikuti Dev dari belakang tanpa bertanya-tanya padahal didalam hati aku punya banyak pertanyaan. "Ada apa?" tanya ku langsung to the point'. Sudah 10 tahun sejak kejadian aku putus dengannya tapi masih saja aku memiliki rasa benci. Seandainya aku bisa dengan mudah mengikhlaskannya mungkin gak akan sebenci ini. Seandainya juga dia bisa sadar dengan semua kesalahannya. Ah semua itu hanya seandainya. Dev tersenyum lalu dia berkata, "Kamu makin cantik." Dia memuji dengan senyuman yang meneduhkan. Huek! Basi! Bulshit! gerutu ku dalam hati. Aku hanya memutarkan bola mataku menanggapi percakapan Dev yang berusaha untuk berbasa-basi denganku. Bodo amat dah sama omongannya yang buang-buang waktu. Aku udah terlambat banget buat pergi kekantor.  "Apa yang ingin kamu bicarakan? cepatlah aku ingin segera pulang," bentak ku pada Dev. Padahal mau kekantor nadia! Malah mau pulang. Tuhkan jadi salting :) masih aja salting kamu didepannya dia!! Bodo! Ihh kenapa sih aku harus punya perasaan ini ke dia. Menyebalkan!! "Galak cuek masih belum berubah," Ujar dev menyandarkan punggungnya dikursi.  Aku tersenyum kecut menanggapi Dev padahal dalam hati sebenarnya, Oh Ayolah aku tidak butuh basa basi mu!Ya Tuhan hatiku penuh dengan hujatan dengan mahluk setan yang ada dihadapan ku ini. Bantulah hambamu ini agar tidak menambah beban dosa lagi didalam hidupnya. Sabar kan lah Hamba ya Tuhan. Dev kemudian mengeluarkan sebuah map kertas dari dalam tasnya, "Nad aku butuh bantuan mu." Dev terlihat memelas padaku. Emang ya manusia. Kalau ada butuhnya aja baru nyari ya ampun geramnya pengen nendang.Hanya bisa bergerutu dalam hati ingin rasanya menghujat tapi tidak ingin memulai pertengkaran. "Bantuan apa?" tanya ku serius menatap Dev. Dev menatap balik kedua manik-manik ku, "Aku butuh seorang anak." Butuh waktu aku mencerna perkataannnya, lebih tepatnya aku tidak mendengar jelas apa yang dikatakan oleh Dev. Kalau butuh anak tuh ya kedokter, konsultasi. Atau gak ke panti. Ini aku salah dengar atau gimana ya? "Apa coba ulangi?" tanyaku meminta Dev untuk mengulang kembali pertanyaannya untuk memastikan bahwa telingaku benar-benar tidak bermasalah kali ini.  "Aku butuh seorang anak dari rahim mu," Ucap dev menekankan setiap kata-kata nya.  "Uhuk-uhuk." Astaga padahal aku tidak sedang meminum apapun tetapi aku tersedak oleh ludahku sendiri. Aku berusaha untuk menahan batukku sampai wajahku setengah memerah. Hingga dev memberikan sebotol air mineral untukku minum. Aku kaget bukan main saat Dev meminta anak dariku. Pasalnya bagaimana perasaan ku? Udah mantan ditinggal nikah oh ya dia udah nikah duluan daripada aku hoho terus dia sekarang minta anak dariku? Ngotak dikit astaga ini benar-benar diluar nalar dan logikaku. Dia gak mikir aap ya ini aku wanita lho Dev! Wanita normal yang gampang baperan! Masa depannya yang udah hancur! Dihancurin sama kamu! Yang bikin aku gak percaya diri buat buka hati karena takut pria itu mau atau enggak nerima wanita yang udah gak sempurna ini!!! Dev astaga kenapa gak punya hati banget sih?! "Apa tadi Dev? Anak kamu bilang?" tanya ku tidak percaya mengulang kembali pertanyaannya. Ada sesak didalam hatiku, pengen nangis tapi gak ada bulir-bulir air mata. Untuk nya aku tidak secengeng itu dihadapannya, gak tau deh nanti kalau lagi dikamar sendirian. Overthinking nya pasti mulai lagi. "Iya nad aku butuh anak darimu. Aku sudah lama menikah dengan istriku hingga kini kami belum dikaruniai seorang anak, dan ibuku mengancam ku untuk menceraikan istriku jika dia masih belum bisa melahirkan seorang anak," Ungkapnya menjelaskan kronologi sekaligus alasan kenapa dia mencariku dan ingin meminta anak dariku. Aku hanya mampu tersenyum kikuk menanggapinya. Aduh malang sekali nasib mantanku ini tapi masa iya aku nolongin dia secara logika yang enggak mungkin kan tapi hati ini entah kenapa ingin sekali untuk menolong dirinya. Nadia kenapa sih baperan banget cepat luluh!! Gerutuku membantin. "Ini ada beberapa berkas yang bisa kamu baca aku tidak memaksakan dirimu untuk menjawab semuanya sekarang. Tapi aku harap kamu mau menolong ku." Dev menyerahkan map itu padaku. Aku menerima map itu kemudian membacanya dengan teliti, "Dev nanti aku hubungi kamu jika aku sudah memutuskan jawabannya." Aku tidak ingin menjawabnya sekarang. Terlalu cepat bagiku jika harus menjawab semuanya sekarang." "Baiklah aku akan menunggumu." "Ya sudah kalau begitu aku mau berangkat kekantor." Aku berdiri dari tempat duduk. Dev kemudian memegang telapak tanganku, "Ini sudah terlalu siang mau aku antar kamu pasti terlambat?" Setelah menimbang-nimbang sepertinya tidak ada salahnya, Dev juga benar ini udah terlalu siang untuk aku berangkat kekantor, "Baiklah." Aku menerima ajakan Dev untuk pergi bersamanya. Dev mengantarkan ku kekantor didalam mobilnya aku tidak berbicara sedikitpun dengannya. Diam dan sunyi sepi hening paket komplit euh. "Disana kantormu?" tanya Dev menunjuk kantor yang ada disebelah kiri. Aku menganggukan kepala, "Iya terima kasih udah mau nganterin." Aku melepas sabuk pengaman ku lalu turun dari mobil. "Sama-sama." Dev tersenyum sebelum akhirnya aku menutup pintu mobilnya. Apa selama ini dia emang mencariku ya? Sampai-sampai dia sudah mempersiapkan semuanya gitu didalam tasnya? Apa selama ini dia selalu bawa map berkas nya?. Aku segera menggelengkan kepala memasukan map itu kedalam tasku.  Aku memasuki kantor herannya kenapa karyawan yang aku lewati pada menatapku dengan tatapan tidak terbaca. Dilantai dua tempat meja kerjaku ada keributan. "Ini dia biangnya datang." Jessica musuh utama ku dikantor ini dia sepertinya membuat ulah untukku. "Ada apa?" tanyaku tentunya dengan wajah polos tidak tau-tau apa-apa. Semua para karyawan menatapku sengit ditambah bisikan-bisikan mereka yang udha kayak orang mencaci maki. Tetapi Jessica justru menatap sinis kearah ku, "Lihatlah pak dia benar-benar terlalu polos padahal dia sudah tertangkap basah." Adunya pada pak manager perusahaan. Aku tidak mengerti apa yang terjadi disini. "Mari kita bertiga bicara didalam ruangan saya saja." Pak manager menuntun aku dan Jessica menuju ruangannya untuk berbicara secara privasi. "Nadia apa benar kamu telah mengambil uang 250juta dari perusahaan?" "APA?!" pekik ku tidak percaya hohoho ini benar-benar kelewatan. Aku bekerja sabagai marketing pemasaran hal yang sudah biasa jika Jessica mengobrak abrik dokumenku dan membuatku terancam dipecat tetapi sekarang dia menuding ku mengambil uang senilai ratusan juta. Tapi kali ini perbuatan jesica, gila dia gak punya hati nurani sama sekali. Mana mungkin aku korupsi lenyapin uang perushaan sebanyak itu? Untuk apa coba aku pura-pura miskin kalau emang punya uang sebanyak 250 juta?! Jessica tersenyum sinis melihat ku terkejut, "Gak usah pura-pura terkejut seperti itu. Dia pasti yang mencurinya pak karena keluarganya yang terus menuntut uang dia pasti frustasi dan melakukan itu." Aku geram dengan Jessica yang ada disampingku bisa-bisanya ada makhluk setan seperti dia didalam hidupku, "Pak kalau saya butuh uang saya pasti minjam dikantor dan saya selalu konfirmasi dengan bapak. Gaji sayapun selalu dipotong saya tidak pernah mendapatkan gaji full." Iya mau bagaimana lagi ibuku yang membuatku harus meminjam uang kantor. Melarat banget sih kamu nadia sekarang kena fitnah sama teman udah jatuh tertimpa tangga pula. Emang ya kalau didunia kerja itu gak ada yang namanya teman. Semuanya saingan.  "Itulah penyebab dia melakukan pencurian pak, dia pasti tidak pernah merasakan penghasilannya dia tidak pernah merasa puas hingga akhirnya memutuskan untuk mencuri uang perusahaan." Jessica terus saja mengompori pak manager. Bahkan berkali-kali matanya melirik ku dengan seringaian penuh kemenangan. Sial! Awas aja lho jess kena karma baru tau rasa!! Makiku didalam hati. Aku benar-benar tidak percaya kenapa bisa jadi seperti ini, "Emangnya ada bukti sampai kamu terus menuding ku seperti ini?!" tanyaku pada Jessica dengan nada tinggi. Tentu saja aku tak kalah sengitnya. Untuk apa coba aku takut kalau emang itu bukan perbuatan ku. Brak!! Bapak manager menggebrak mejanya, "Diam Nadia! Kamu benar-benar keterlaluan! Barang bukti ditemukan didalam kardus yang ada dibawah mejamu." Bapak manager melonggarkan dasinya. Aku menelan salivaku benar-benar hari yang berantakan untukku. Kapan sih jesica ngelakuin itu semua? Sampai pagi-pagi gini udah kena dumel sama bos!! Ahh sial! Jesica you are the f**k! s**t! "Hari ini kamu dipecat dengan tidak hormat tentunya tanpa pesangon sekarang kamu keluar!" Bapak manager menunjuk kearah pintu. Sementara Jessica tersenyum dengan penuh kemenangan. Aku hanya bisa berdecak sebal dengan ulah Jessica. Kesal sebaliknya marah tapi kayak beruntung juga setidaknya udah gak berurusan sama mahluk setan modelan kayak dia lagi, tapi mau cari uang kemana sekarang? Mana ibu tadi nelpon nagih duit. Pesangon gak dapat. Aduhhh uang dompet menipis gak tau deh bisa makan apa seterusnya.  Aku mengambil semua barang-barang ku yang ada dimeja sebelum akhirnya meninggalkan kantor. "Bisa-bisanya dia melakukan itu." "Aku tidak menyangka bahwa Nadia nekad melakukannya." "Ternyata dia masih punya wajah untuk mengambil barang-barangnya." "Kalau aku tidak akan berani mengangkat kepalaku lagi.""Gak malu banget ya sering minjem uang dikantor terus menggelapkan uang perusahaan.""Gak punya hati nurani banget." "Kenapa ya ada manusia kayak dia?" Bisikan-bisikan karyawan itu terdengar jelas ditelingaku dan aku hanya bisa diam dengan air mata yang sudah berlinang. Kayak mereka paling sok yes aja. Paling benar gitu, ngata-ngatain orang seenak jidat mereka. Sementara aku paling gak bisa diginiin pasti langsung up to down banget. Ya udahlah namanya nasib gak ada yang tau kayak gimana. Bisanya cuma berusaha sisanya udah Tuhan yang ngatur.  Tapi gak triple s**t ginikan? Diomelin emak pagi-pagi gara-gara minta uang gaji, ketemu mantan jelmaan devil gak berperikemanusiaan, dipecat dari kantor gara-gara iri + saingan. Ahh berat banget ya cobaan hidup ku.  Aku mengangkat barang-barang ku berjalan keluar kantor. Ya Tuhan kenapa dunia sekejam ini. Aku turun dari anak tangga sambil terus menunduk, bahkan tidak bisa menahan air mataku yang terus mengalir. Gak enak aja setiap orang lewat disampingku, didepanku. Mereka pasti melirik ku terus berbisik dengan teman disampingnya. Aahhh pengen langsung tenggelam gitu rasanya atau gak langsung tembus pintu ke kos-kosan.  Ini manusia disekitar ku gak ada hati nuraninya sama sekali!!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD