[Nadia POV]
Istighfarnya belakangan aja sekarang aku pengen teriak.
"Dasar Jessica! Huh emang dia tuh wanita laknat mentang-mentang dia cerdik terus dia jebak aku supaya dipecat mana aku belum ngasih perlawanan ke dia awas aja kalau ketemu uhh." Aku benar-benar geram dengan Jessica.
Banyak orang melihatku gara-gara aku mengoceh seorang diri tapi aku tidak peduli biarkan orang-orang tau bagaimana orang yang bernama Jessica itu.
*Ya Tuhan kenapa kamu masih menciptakan manusia manusia setan seperti itu apa kamu tidak kasihan dengan makhluk lainnya yang tertindas.
Ya ampun akunya benar-benar laknat atau mahluk yang ada disisi ku yang laknat*.
Dengan kesalnya aku menendang bekas minuman teh botol kesembarang arah.
Bug!
Double s**t! Kenapa tendangan burukku harus mengenai seseorang disaat-saat seperti ini!
Benar-benar Tuhan berkehendak padahal nilai olahragaku tak pernah diatas KKM kecuali lari. Ya lari dari kenyataan memang sangatlah mudah.
Seseorang yang terkena tendangan botolku itu menghampiri ku. Mau tau bagaimana ekspresi ku? Aku berusaha untuk menyembunyikan wajahku. Bagaimana tidak? Dia yang ku kenai adalah satpol PP huhuhu.
"Siang pak," sapa ku berusaha untuk sesopan mungkin.
"Kamu yang nendang ini?" tanya satpol PP itu dengan nada penuh amarah.
Huhu dengan gemetar aku menganggukan kepalaku, "Maaf pak, saya tidak sengaja." Aslinya sih sengaja tapi masa iya ada maling ngaku kalau gitukan cepat penuh penjaranya. Tapi omonganku juga ada benarnya, Sengaja sih nendangnya tapi gak sengaja kena orang. sial bangetkan nasib ku sekarang benar-benar gak beruntung banget hari ini.
"Kalau ada sampah itu ya dibuang jangan malah ditendang kayak gini," gerutunya berdecak pinggang menasehati sambil memberikan botol yang aku tendang tadi.
Aku sekali lagi menganggukkan kepalaku, "Iya pak sekarang saya akan buang," kataku mengambil botol minuman itu dari tangan satpol PP.
Kenapa bisa-bisanya hati ini mood modar habis. Benar-benar hari yang sial. Aku memutuskan berjalan ke kost-kostan ku untuk menaruh barang-barang kantor.
Bruk!
Ku taruh dengan keras semua berkas file rongsokan diatas lantai.
"Benar-benar Jessica itu." Aku masih kesal dengan Jessica berkali-kali aku mengepalkan tanganku kala mengingat dirinya.
Aku membaringkan tubuhku diatas kasur, "Apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanyaku pada diriku sendiri sambil menatap langit-langit kamar.
Aku mengingat permintaan Dev tadi pagi saat di resto segera ku cari map yang diberikan Dev padaku.
Kenapa ya ada manusia kayak Dev? yang gobloknya lagi tuh aku sayang sama dia dan emang secinta itu! Aku berharap banget dia tuh bilang, 'Maaf ya nad. Aku ngelakuin semua itu kekamu. Maaf udah nyakitin kamu berbuat kasar ke kamu. Maaf udah ngehancurin masa depan kamu.' Pengen banget dia bilang kayak gitu tapi hatinya tuh kebal!! bahkan dia ngerasa yang paling tersakiti daripada aku. Tega banget ada aja manusia cowok kayak gitu.
Kenapa sih? aku tuh masih aja baper gitu keambil perasaan gitu kalau ada didekat dia entah salting lah entah overthinking lah masih aja gitu mau nangis nangis dan nangis.
Aku udah terbiasa sih tanpa dia ya gak ada dia tuh tenang banget bahagia banget tapi kalau lihat dia ingat dia kembali lagi overthinking.
Dia tuh gak ada rasa bersalahnya sama sekali! gak ada. Bodohkan aku pengen dia minta maaf dan menyesali perbuatannya. Tapi kenyataannya dia gak merasa melakukan apapun, bahkan dia tuh lupa pernah ngelakuin apa aja ke aku.
BRENGSEK BANGET SIH DEV!!
Tuhan benar-benar gak adil ke aku, gak adil banget. Bagaimana bisa dia biarin kamu bahagia sementara aku harus menderita dengan perasaan aku yang uring-uringan kayak gini.
Aku menghela nafas berat membuka selembar demi selembar dokumen yang ada ditanganku saat ini. Aku butuh pekerjaan cepat, butuh uang tapi aku baru aja dipecat. sementara ibu gak henti-hentinya meminta uang padaku.
Dimana aku harus mencari pekerjaan sekarang? harus ekstra keras buat ngelamar terus walaupun dapat, gajinya gak mungkin tangal 15 ini. Sementara aku udah bilang ke ibu kalau gajianku tanggal segitu.
"humm..."
Aku meringkuk hendak mengambil handphone ku.
Drrt drtt drrt ponselku bergetar kulihat nama yang tertera Dev.
"Apa dia akan menerorku? apa dia akan terus menghubungi ku?" cercaku sesaat sebelum mengangkat teleponnya. Ya lebih tepatnya aku biarkan saja sampai panggilan itu berakhir karena aku melihat log panggilan dari namanya yang udah berkali-kali nelpon sejak tadi.
Ada 10 panggilan tidak terjawab dari Dev benar-benar tidak habis pikir kenapa Dev menelepon ku.
Dev kembali menelepon, "Ihh nih anak maunya apa sih? nelpon aja terus. Herman."
"Halo." Aku menarik nafasku mengangkat telepon dari Dev.
"Maaf nad apa aku mengganggumu?"
Iya kamu benar-benar menggangguku.
Rasanya banyak makian dalam hati yang ingin aku lontarkan secara gamblang tapi aku tidak ingin memulai pertengkaran.
"Ada apa Dev?" tanyaku berusaha menenangkan diri.
"Apa kamu mau menolong ku?" tanya Dev.
Sungguh kenapa ada manusia seperti dia dimuka bumi ini. Selama ini tidak pernah dia mencariku, meneleponku, bahkan hingga berulang kali. Hanya demi kepentingannya saja dia baru mencariku.
Emang benar-benar manusia setan.
"Aku cuma mau bilang kalau kamu mau menolong ku ayo ikut denganku ke Bali, besok aku udah berangkat jadi sekalian kita bareng berangkatnya," kata Dev dari balik telepon.
Aku sejenak berpikir, kalau aku ikut dengannya, resiko baper atau CLBK lebih besar. Tapi aku juga butuh uang ya lumayan lah ya? Dipecat ngambil job kayak gini. Iya job hahahahha job menyiksa perasaan dan bikin tekanan batin. Ya udahlah dari pada nganggur gak jelas.
"Aku ikut." Aku memutuskan untuk menolong pernikahan Dev dan ikut dengannya.
Hari ku sudah cukup kacau hari ini aku tidak ingin menambah masalah lagi, namun aku teringat sesuatu untungnya panggilan telepon masih tersambung, "Dev, apa boleh aku meminta uang muka untukku TF ke ibuku?."
"Iya nanti aku kirim mau aku TF langsung ke ibumu atau aku TF kekamu aja?" tanya dev.
"TF ke aku saja nanti aku TF ke ibuku, baiklah Dev aku tutup teleponnya aku mau bersiap-siap nanti kabari aku lagi jam berapa berangkatnya."
"Baiklah."
Panggilan telepon itu kemudian ditutup. Aku berbaring diatas menatap tembok kosong, "Mulai hari ini mulai esok apa yang akan terjadi selanjutnya padaku?" tanyaku pada diriku sendiri.
Aku harus ekstra mempersiapkan mental untuk bisa menerima kenyataan. Antara kepo dengan kehidupannya Dev, dan ingin membantu dia atau ingin uangnya itu beda tipis hahahaha. Lebih cenderung untuk ingin tau bagaimana sih kehidupannya dia setelah aku? ya ternyata aku justru harus terlibat kayak gini. Padahal dulu kayak ngestalk diam-diam tanpa ingin berkomunikasi kembali. Dia udah punya istri udah punya orang lain. Dia udah jadi milik orang lain dan aku harus sadar itu. Ya ampun masih sesak itu bahkan sekarang aku masih saja menangis. Sakit banget banget banget, rasanya tuh sesak.
Aku mulai menyiapkan barang-barang ku untuk tinggal ke Bali. Aku mengemas semua pakaianku juga beberapa buku novel yang aku kerap baca.
Buku harian yang sudah seperti jurnal bertumpuk-tumpuk aku masukan kedalam kardus, "Apa sebaiknya aku jual saja ya?" Melihat banyak kenangan yang aku tulis disana sayang sekali jika harus dijual tetapi disimpan juga untuk apa?.
Mulai esok dan beberapa bulan atau mungkin tahun kedepan aku tidak tinggal disini lagi semua barang-barang ku aku putuskan untuk jual dibarang bekas, "Lumayan untuk tambahan bekal." Aku masukan beberapa uang kedalam Kantong yang tidak seberapa nilainya itu.
Kamarku sudah bersih, Dev mengirimkan pesan bahwa besok pagi dia akan menjemput ku bersamaan dengan transferan yang dia kirim. Akupun mengirimkan uang itu pada ibuku, "Ibu pasti senang dapat uang malam-malam begini mimpinya pasti langsung berbunga-bunga." Aku tertawa membayangkan ibuku sendiri.
Kriuk kriuk
Perutku berbunyi sudah magrib tapi aku belum makan, aku memutuskan untuk keluar mencari makanan. Banyak orang-orang berjalan untuk pergi ke masjid. Sebenarnya aku selalu takut untuk keluar jam segini, aku terlalu takut malam dan kehidupan malam diluar.
"Pak! BAKSO! PAK!"
Plak! Plak! Plak!
Aku menupuk tanganku sekeras mungkin memanggil tukang bakso, "Astaga itu Abang bakso emang tuli ya, masa cewek cantik gini harus teriak-teriak manggil tukang bakso."
Karena tukang baksonya berhenti tidak jauh didepan aku berjalan menuju tukang bakso tersebut, "Pak dari tadi saya panggilin disan gak jawab-jawab," protesku pada tukang bakso.
Tukang bakso tersebut tertawa kemudian dia menjawab, "Eh saya kan masih muda kalau mbaknya manggil pak mana saya dengerin, lagipula saya gak bawa telepon gimana caranya jawab panggilan mbak."
Eh buset tukang bakso mah ya emang beneran deh.
Aku tertawa terbahak-bahak, "Astaga pak, sakarep mu wes." Aku menunggu antrian dari beberapa orang yang juga membeli bakso.
"Nah sekarang gilirannya Eneng nih mau beli apa?" tanya tukang bakso pada ku.
"Apa aja deh mas yang penting 5 ribu."
"Isi pangsit gak mbak?"
"Isi."
"Ceker?"
"Isi."
"Paket komplit ya mbak?" tanya tukang baksonya lagi.
"Iya pak dibungkus yang rapat ya pak supaya gak kabur susah-susah nangkap nanti lepas sekalian hati ma doinya pak." Aku malah ngelawak didepan tukang bakso.
Tukang baksonya tertawa mendengar ucapan ku, "Duh mbaknya udah cantik bikin baper ehh tau-tau nya bukan buat saya."
Aku tertawa terbahak-bahak selesai membeli bakso aku pulang berjalan kaki.
--