Ch-2

1070 Words
Nethermoon University 30 Juli.. Setelah di terima di fakultas kedokteran tersebut. Joana mulai mengikuti acara ospek di hari pertama masuk ke kampus. "Cepat berkumpul semua! Satu, dua, tiga... Sepuluh!" Ketua yang bertugas sebagai pengurus ospek tersebut mulai menghitung. "Bagi yang terlambat datang segera berdiri di depan!" Berteriak lantang seraya melotot ke arah gadis kurus yang baru tiba, ikut berbaris di barisan paling belakang. "Yang terlambat datang segera maju ke depan! Dan berikan alasanmu kenapa bisa terlambat!" Kembali berteriak kencang. Rambut berombak miliknya di kepang dua dengan tali rafia, gadis itu memakai saringan santan sebagai tutup kepalanya. Juga kardus sebagai alas kaki mungilnya. Ditambah lagi parutan kelapa yang tergantung di lehernya dengan dua tali sebagai kalung jaman ospek modern saat itu. Mendengar suara lantang itu, Joana bukannya segera maju ke depan, tapi malah diam tak bergeming tetap berdiri di tempatnya. Javier Chicharito menghampiri Joana, menunjuknya dengan kayu berdiameter sekitar dua sentimeter dengan panjang sekitar satu meter. "Kamu maju! Berdiri di depan sana." Perintahnya pada gadis kecil itu. Saat melihat fisik ringkih di depannya itu Javier sedikit ragu ketika akan memberikan hukuman padanya. "Coba jelaskan alasanmu dengan jujur! Kenapa kamu datang terlambat!" Tanyanya pada Joana. "Saya, ketiduran!" Ujarnya cepat, dia ingin mengatakan yang sebenarnya terjadi. Tapi melihat wajah tegas di depannya itu mendadak nyalinya menciut. Joana mencari alasan yang cepat dan bisa dia ucapakan tanpa harus mikir panjang. Dan begitulah hasilnya. Javier terkejut mendengar alasan yang begitu simpel tersebut. Tapi digunakan di waktu serta kondisi yang salah, menjatuhkan dirinya sendiri ke dalam hukuman. Cuaca saat itu benar-benar terik, karena datang terlambat lima menit, Joana mendapatkan hukuman untuk berlari memutari lapangan seluas lima hektar sebanyak sepuluh putaran. Sedangkan teman-teman yang lain sudah enak-enakan menikmati hidangan di kantin kampus. Javier Chicharito berdiri sambil menyilangkan kedua tangannya. Pria itu berteduh di bawah pohon untuk menghitung banyak putaran yang sudah dilalui oleh Joana. Setelah berlari sekitar satu jam akhirnya terdengar teriakan dari ketua ospek tersebut. "Cukup! Ikut aku!" Perintahnya pada gadis itu. Mendengar perintah darinya Joana bagai kerbau dicocok batang hidungnya, langsung mengekor ketua ospek tersebut tanpa protes sama sekali. Dalam perjalanan menuju ke kampus sebenarnya gadis itu membelikan plester untuk mengobati luka pada lengan Javier. Pria ketua ospek tersebut kecelakaan, sepedanya jatuh karena terserempet penjual sayur keliling. Dan karena itu, gadis itu harus berlari sepanjang satu kilometer ke kampus karena ketinggalan bus. Sikap kepedulian sosialnya yang berada di luar batas, akhirnya memberikan kesulitan padanya. Dan pria yang ditolongnya itu tiba-tiba muncul di kampus tepat di depannya sebagai ketua ospek. Apalagi yang bisa dia lakukan selain berdiri bersembunyi di barisan paling belakang tanpa bergeming. Pura-pura amnesia saat ditanya kenapa dia terlambat datang. Dia terlalu takut untuk menunjukkan wajahnya pada pria yang telah ditemuinya tadi pagi. Dia tidak berani bertanya siapa namanya. Juga saat Javier berterimakasih padanya, gadis itu malah berlari secepat kilat mengejar bus yang sudah tidak terkejar lagi. Ditambah lagi dia menolak saat Javier berniat memberikannya tumpangan untuknya, menuju ke kampus. Dia memilih kedua kakinya sebagai roda tercepat untuk menuju ke sana, yang akhirnya malah terlambat. "Duduklah." Perintahnya pada Joana saat sudah sampai di dalam kantin. Javier mengambil sebotol minuman ringan dari dalam lemari es di sudut kantin, kemudian mengulurkan botol tersebut pada gadis itu. Joana bengong menatap botol di genggaman tangan pria seniornya itu. Gadis itu tidak menerimanya tapi malah membuka kancing tasnya lalu mengambil air mineral dari dalam tasnya kemudian meneguknya. "Kenapa kamu tidak menerima minuman dariku? Apa kamu pikir aku memasukkan racun ke dalam sini!" Teriaknya lantang, hingga mengundang perhatian seluruh peserta ospek yang masih berada di sana. Joana diam saja mendengar bentakan keras di depannya itu. Ekspresi wajahnya tetap datar tanpa senyuman ataupun rasa takut. "Terima kasih, tapi aku sudah membawa minumanku sendiri. Aku bukannya menolak pemberianmu dengan sengaja." Jelasnya dengan suara lembut. Javier tertegun mendengar suara merdu dari cewe keriting kurus kering di depannya. Dia jadi salah tingkah sendiri karena sudah salah menduga-duga. Dibukanya tutup botol minuman ringan tersebut, kemudian ditenggaknya sampai tidak bersisa. "Tak!" Meletakkan botol kosong tersebut di atas meja tepat di depan wajah Joana. "Joana? Jadi namamu Joana?" Gadis itu menjawabnya dengan dua anggukan kepala. "Kamu tinggal di kota mana? Sepertinya tidak jauh dari sini?" Javier berbisik pelan, dia tidak ingin para peserta ospek mendengar kalau dia menanyakan alamat pada gadis di depannya itu. Apalagi sampai terekspos gosip dengan seorang gadis yang penampilannya sangat jauh dari kriterianya. Joana tidak menjawab pertanyaan dari pria itu, malah meneguk air mineral yang sejak tadi berada di dalam pelukannya itu. Javier Chicharito semakin tidak mengerti atas sikap yang ditujukan padanya saat ini. "Apakah dia akan terus membuatku menunggu? Dia sebenarnya niat buat jawab pertanyaan dariku gak sih?!" Gerutunya di dalam hati, jiwa tampannya bergolak karena tidak mendapat respon baik dari gadis dengan penampilan terlalu sederhana itu. "Sudahlah lupakan saja!" Bergegas berdiri dari kursinya karena terlalu lelah menunggu bibir mungil di depannya itu terbuka. Jangankan terbuka! Meringispun tidak! "Apa setiap kata yang keluar dari bibirnya itu berbalut emas! Apa sih sulitnya bicara!" Terus menggerutu. "Rumahku di kota xyt." Ujarnya pelan, lembut, seperti setetes embun yang jatuh ke dalam telaga. Mendadak Javier membalikkan badannya. Kata-kata gadis itu benar-benar terasa sejuk di hatinya. Nada bicara kalemnya terdengar sangat khas dan mahal. Kalau orang lain pasti bilang lembek dan tidak bertenaga. Tapi tidak bagi pria itu, sifat berapi-api juga rasa penasaran menjadi lengkap dengan karakter lembut yang terdapat pada tutur kata Joana. Tapi melihat penampilan gadis itu, Javier kembali meralat ucapan serta rasa kagumnya. Tetap saja tidak masuk nominasi kriteria percintaannya. Terlalu kurus, tidak memilki lekuk tubuh sama sekali. Terlalu kering dan sumbang. Jika mereka terpaksa berjalan bersama akan terlihat pemandangan luar biasa, yaitu sang atlet sedang membawa seutas layangan. "Sudahlah, lupakan saja." Javier kembali berbalik melangkah ke depan ruangan kantin kembali bersama pengurus ospek yang lain. Joana duduk sendirian di sana, mendengarkan penjelasan dari pengurus ospek sambil membuat catatan pada bukunya dengan sangat rapi dan teliti. Bahkan lebih teliti dan sempurna dari ulasan yang diberikan oleh pengurus ospek di depannya. Tak lama setelah hari itu, tiga hari berikutnya gadis itu mendapatkan julukan smart girl. Hari ke empat... Joana diberikan tempat khusus, yaitu sebagai tutor untuk tiap acara pemberian materi, di depan para peserta murid baru. Dosen yang menghadiri undangan acara tersebut, tanpa ragu sedikitpun memberikan tepuk tangan padanya berkali-kali pada setiap kalimat terakhirnya. "Dia gadis genius! Kirimkan data dirinya padaku setelah selesai acara!" Ujar dosen muda itu pada Javier Chicharito. Dosen itu bernama Frans Walke, dia baru mengajar sekitar enam bulan di universitas tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD