PERASAAN

1612 Words
Setelah pertemuan hari itu, Albert kembali sering datang ke rumah untuk sekedar mengobrol dengan Karina atau membantu Karina belajar materi perkuliahan semester sebelumnya. Karina memang belum menjawab pernyataan cinta Albert waktu itu, tetapi entah mengapa sikap Albert kepadanya seolah mereka telah berpacaran saja. Parahnya lagi, ternyata Albert sudah mengatakan pada orangtuanya mengenai Karina. Keadaan Karina yang sesungguhnya. Parahnya lagi kemarin Albert membawa Karina ke rumahnya. Hal itu membuat Karina berpikir kalau Albert benar-benar sudah gila. Untungnya Karina belum sempat masuk rumah dan berkenalan dengan kedua orangtua Albert, karena untung saja Karina segera menanyakan apa niat Albert membawanya ke rumah cowok itu. Kalau tidak Karina bisa berakhir dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tidak ingin atau bahkan tidak bisa di jawabnya. Pada akhirnya, selama beberapa minggu Karina menghindari Albert. Sebagian dari diri Karina merasa lelah menghindari Albert yang sudah baik padanya juga banyak membantunya belakangan ini. Albert membantunya dengan membawakan informasi soal Ray, lalu tidak mengatakan apapun soal kehamilannya yang di luar rencana ini pada siapapun termasuk teman sekampusnya. Oh dear. Suka. Suka. Suka? Kata ‘suka’ itu mendadak menjadi kata yang di hindari Karina. Bukan karena tidak menyukai arti kata itu atau apapun, tapi karena kalau mengingat kata-kata itu Karina pasti teringat Albert. Karina pun sudah pernah meminta saran dari orang tuanya dan Andi Namun hasilnya nihil. Jawaban mereka berdua sangat klise. Saran-saran mereka sama sekali tidak bisa membuat Karina merasa tenang. "Ya ampun. Tolong biarkan aku skip semua ini. Langsung aja ke hasilnya kenapa. Aku benar-benar enggak peduli hasilnya kayak apa!" batin Karina. Merasa frustrasi dengan masalah baru satu ini. Karina kembali fokus membaca pesan yang muncul dalam bentuk notifikasi di ponselnya. “Tapi kamu juga jangan terlalu mikirin ini juga dek. Santai aja. Kalau terlalu dipikirin nanti stress, nanti kasian bayi kamu. Ngerti dek? Jaga kesehatan!” Chat tersebut menjadi chat terakhir Karina dengan Lilia, setelah Karina mencoba meminta sarannya. Karina di ceramahi mengenai ketidaktahuannya akan cinta dan lainnya, ujung-ujungnya juga bilang jangan terlalu di pikirkan. Karena lama-lama juga Karina akan sadar sendiri akan perasaannya. Masa iya? Kalau ternyata Karina tidak menyukai Albert dalam artian cinta bagaimana? Itu kan sama saja dengan memberikan harapan palsu pada Albert. TOK!! TOK!! TOK!! "Karina, Mami boleh masuk?" "Iya, boleh, Mami. Pintunya gak di kunci kok," ucap Karina tetap duduk di tempat tidurnya. Karina merasa terlalu malas untuk bergerak walaupun itu hanya untuk membuka pintu bagi Katie. Katie tersenyum begitu masuk ke dalam kamar Karina, "Kamu baik-baik aja sayang?" "Baik kok, Mami. Kenapa sih memangnya?" "Kelihatannya belakangan ini kamu gak bersemangat sayang. Ada apa? Cerita sama Mami!" Karina mendesah. Kelihatannya memang dia tidak bisa menyembunyikan apapun dari Maminya ini, "Ini soal Albert. Karina bingung..." "Ada apa dengan Albert?" "Albert bilang dia suka sama karina. Terus beberapa minggu lalu, Albert ngajak Karina ke rumah buat bertemu sama orangtuanya." "Untuk apa?" desak Mami supaya Karina cepat melanjutkan perkataannya. "Karina nggak tau, Mami." "Masa kamu enggak tau? Lalu apa komentar orangtuanya?" "Karina nggak tau. Karina nggak ketemu sama mereka," ujar Karina sambil mengangkat kedua bahunya. "Kok nggak ketemu sama orangtua Albert? Bukannya kamu dan Albert ke sana?" "Nggak ke sana akhirnya, Mami. Karina minta pulang, pura-pura sedang ada urusan keluarga yang mendesak." "Astaga, Karina!" "Soalnya Karina takut mami," cicit Karina. "Takut kenapa? Memang mereka bakal gigit kamu apa?" ucapan Karina membuat Katie bingung. "Entahlah, Mami. Mungkin karena Karina sedang mengandung sekarang?" Mami mengangguk paham, "Karena itu kamu menghindari Albert belakangan ini ya?" "Kok Mami tau?" "Kemarin Albert datang ke toko bunga, dan curhat sama Mami," Katie, terkikik geli. Karina cemberut, "Curhatnya kok sama Mami sih." "Kamunya aja gak mau di temui, Lila juga sibuk terus. Jadi, Albert cerita aja deh sama Mami." "Iya sih." "Terus kamu mau gimana sekarang, Karina?" "Karina enggak tau. Jujur saja, Karina bingung banget." "Kamu suka sama Albert, sayang?" "Nggak tau juga, Mami." Katie menoyor kepala Karina pelan. Ya ampun, anaknya satu ini sepertinya selalu saja membuatnya gemas. Masa perasaan sendiri saja bisa tidak tau. Payah. Sifat Papinya yang jelek-jelek kenapa malah menurun semua ke anak-anaknya sih. "Bagaimana sih kamu ini! Masa perasaan kamu sendiri aja kamu gak tau. Payah banget anak Mami ini,” Katie mendesah. "Aduh, Mami, Karina serius tau!" Karina cemberut. "Jadi, kamu maunya apa?" Karina mengangkat bahunya, "Enggak tau " Katie mendelik ke arah Karina, "Saran Mami sih, kamu jujur sama diri kamu sendiri. Apa kamu udah siap untuk menerima orang lain di hati kamu? Apa kamu siap untuk menerima orang itu menjadi pasangan hidup kamu untuk seumur hidup? Inget Karina, menikah hanya sekali. Harus hanya sekali. Selain kalau bercerai itu gak baik di mata Tuhan, kamu juga harus sadar kalau kamu bercerai di usia muda itu akan menjadi bahan omongan orang-orang usil. Apa kamu sanggup kalau kamu menghadapi itu nanti kalau kamu bercerai? Kalau kamu main-main dengan perasaan orang dan juga perasaan kamu sendiri, mungkin aja hasilnya akan berakhir pada perceraian.” "Sepertinya karina masih harus banyak memikirkan lagi soal ini deh,” sahut Karina lesu. "Mami tau sayang. Kamu pikirin lagi baik-baik. Tapi jangan sampai itu buat kamu stress ya. Kasihan si kecil,” ucap mami Karina lalu keluar dari kamar anak kesayangannya itu. Akhirnya Karina memutuskan mengirimkan pesan pada Albert. “Albert, bisa ketemu gak?” “Tentu bisa!” “Kalau begitu datanglah begitu kamu sempat. Aku tunggu.” “Nanti aku dateng ke rumah kamu. Tunggu saja, nanti aku kabarin!” Padahal Karina setengah berharap Albert sibuk dan tidak bisa datang ke rumahnya. Anehnya setengah dari diri Karina memang mengharapkan respon ini. Supaya Karina dan Albert bisa membicarakan semuanya dan Karina tidak perlu menghindar lagi. Karina mengetik balasan ke Albert dengan cepat. Peduli amat Albert menganggap Karina sudah tidak sabar untuk bertemu dengan lelaki itu. Konyolnya, Karina memang merindukan Albert. Sedikit loh ya, nggak banyak. Hanya sedikit merindukan Albert. “Oke. Safe Drive!” Sambil menunggu kedatangan Albert, Karina membaca novel yang sudah lama di belinya. Novel fantasi, tentang mitologi Yunani, favoritnya. Novel karya seorang novelis dari Amerika ini mampu membuat Karina lupa dengan sekitarnya. Lihat saja kemarin, Karina sampai lupa dirinya sudah duduk lebih dari dua jam di Starbucks membaca novel, padahal Karina hanya memesan sebuah minuman ukuran small. Memalukan. Tak perlu menunggu lama, hanya sekitar satu jam. Albert sudah datang. Bik Ijah lah yang memberitahukan kedatangan Albert pada Karina. Ketokan pintu di kamarnya lah yang membuat fantasi Karina tentang tokoh keren yang di bacanya ini terputus. TOK TOK TOK!! "Iya?" Seru Karina pada si pengetuk pintu. Suara bik Ijah terdengar dari balik pintu, "Ada tamu, Non Karina. Ada Den Albert di ruang tamu." Karina.. Ayo mana keberanianmu? Kamu hanya menghadapi seorang laki-laki. Bukannya di keroyok oleh segerombolan massa. "Non Karina?" tanya bik Ijah lagi untuk memastikan Karina mendengar apa yang dia katakan. Karina mendesah, "Iya, Bik Ijah. Karina sebentar lagi ke ruang tamu." Well, dia yang sudah memulai. Dia juga lah yang harus menyelesaikannya. Saat menemukan Albert di ruang tamunya, Karina melihat Albert sedang duduk dengan tangan saling bertautan dan kepala menunduk. Albert berdoa? Atau hanya sedang berpikir? "Albert." Seketika Albert mendongak. Kemudian tersenyum lebar terpampang di wajahnya ketika melihat siapa yang memanggil namanya. "Hai!" Albert menyapanya. Suaranya terdengar amat senang, seperti habis menang lotere saja, padahal Albert hanya melihat Karina dengan perutnya yang buncit berjalan perlahan ke arah sofa. Karina tersenyum enggan. Mana bisa senyum sih di saat begini sebenarnya. Dalam hatinya Karina nervous setengah mati. Duh! Berasa mau wawancara kerja aja. Eh salah.. Kayak mau lamaran tau gak. Eh.. Loh.. Loh.. Tunggu.. Lamaran? Karina menggeleng samar lalu duduk dihadapan Albert. Dengan agak susah payah, karena perutnya yang sudah semakin membuncit sedikit menghalangi pergerakannya. Kandungan Karina sudah memasuki usia delapan bulan sekarang. Wajar saja kalau Karina tidak bisa terlalu leluasa seperti sebelumnya. Karina menghela napas panjang sebelum berkata-kata, "Maaf waktu itu aku beralasan supaya enggak datang ke rumah kamu. Dan, aku juga minta maaf karena aku enggak bisa Albert. Sorry. Untuk saat ini aku nggak bisa dekat dengan siapa pun untuk saat ini, karena aku nggak tau apa yang aku rasakan ke kamu, dan aku nggak mau maksain segala sesuatunya. Aku takut nyakitin kamu nantinya. Untuk sekarang ini, aku cuma pengen besarin anak aku dan melanjutkan kuliah agar aku bisa buat bangga kedua orang tua aku." Albert menatap Karina sejenak kemudian mendesah pasrah, "Sejujurnya, aku punya firasat kamu bakal ngomong gitu. Kamu itu terlalu baik untuk manfaatin aku untuk supaya anak kamu punya papa atau untuk sekedar bantu kamu melupakan masa lalu kamu yang pahit. Aku hanya berharap, kamu sudah benar-benar melepaskan Ray dari hati kamu dan membuka hati kamu untuk orang lain. Suatu saat, mungkin saja orang yang akan mengisi hati kamu itu aku." Karina hanya bisa mengerjapkan matanya. Melihat Karina tidak berkata apapun, Albert kembali melanjutkan, "Kamu nggak usah khawatir menyinggung aku karena hal ini. Aku kemarin membawa kamu ke rumah juga belum memberitahu mama dan papa aku. Aku cuma mau kasih tau kamu, mereka udah bilang bakal menghargai apapun keputusan aku dan kamu." "Albert,” keluh Karina. "Aku nggak bakal nyerah, Karina. Aku akan tunggu kamy sampai kamu merasa siap. Jangan khawatir tentang apa pun, karena aku nggak akan menjauh pergi. Kalau pun nantinya kamu menemukan orang yang menurut kamu lebih tepat dan cocok buat kamu, juga kamu sayang dan cinta sama orang itu, maka aku akan mundur pelan-pelan. Tapi untuk saat ini, aku akan selalu ada di sisi kamu." Perkataan Albert itu membuat Karina semakin terbengong-bengong. Tidak bisa berkata apapun. "Karina?" "Hah? A-Apa?" Karina tergagap. Duh.. Kok mendadak jadi gagap sih? Please deh Karina.. Masa sekarang jadi terpesona sama Albert? Setelah apa yang aku katakan ke dia? Plin Plan banget sih aku! Albert terkekeh geli, "Udah nggak usah nervous deh. Santai aja. Friends?" Karina tersenyum dan menyambut uluran tangan Albert, "Friends!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD