SEMAKIN DEKAT

1282 Words
"Karina, kamu beneran nolak Albert? Dia ngelamar kamu apa ngajak pacaran doang? Terus, apa orang tua Albert sudah tau tentang kehamilan kamu?" Lilia langsung memberondong Karina dengan banyak pertanyaan begitu Karina menjawab teleponnya. "Satu-satu kali kak nanyanya," gerutu Karina. "Jawab aja sih!" "Iya, itu benar. Enggak tau ngelamar apa ngajak pacaran. Orangtua Albert juga sudah tau soal kehamilan aku." "Ih, jawabnya begitu banget." "Protes aja sih, kak Lila!" "Kenapa kamu menolak Albert? Apa kamu takut Albert seperti Ray?" Karina menggeleng pelan, yang tentu saja tidak mungkin di lihat Lilia, "Bukan kak." "Lalu kenapa, Karina?" "Enggak mungkin aku terima Albert dalam kondisi seperti ini. Aku sendiri nggak yakin dengan perasaan Karina ke Albert. Itu sama saja kayak mempermainkan Albert kan?" "Iya juga sih," Lilia mendesah, "terus jadinya kalian gimana?" "Ya nggak gimana-gimana atuh, kak. Just friend." "Kasihan Albert kena friendzone." "Apa lagi itu?" "Gaul dong makanya, Karina!" cibir Lilia. "Aku gaul sama ibu-ibu, ujung-ujungnya arisan. Duitnya dari mana? Pakai duit Mami?" "Nanti kalau kamu lanjut kuliah juga masih dapat uang saku dari Aunty Katie." "Memang iya, tapi itu kan untuk keperluan kuliah, kak. Aku enggak mau pakai buat arisan enggak jelas." "Arisan yang jelas dong." "Bawel ah!" Lilia kembali mencibir, "Nanti mau keluar enggak? Enggak usah jauh-jauh lah, Green cafe aja." "Males ah, Kak Lila saja. Sekalian kak Lila cari pacar biar bisa move on dari kak Rein," kata Karina sedikit mengejek, lalu ia terkikik geli. "Ih, jangan mengejek aku!" “Iya deh, aku enggak akan mengejek Kak Lila lagi.” “Janji ya?” “Iya.” “Kenapa aku merasa ada tapinya ya?” “Tau aja, Kak Lila.” “Tapi?” “Tapi hanya untuk hari ini saja!” “Karina!” teriak Lilia kesal yang membuat Karina tertawa terbahak-bahak. “Datang ke rumah aku saja, Kak! Kita mengobrol sambil makan kue buatan Mami.” “Baiklah!” sahut Lilia senang, “dengan senang hati!” *** (LILIA POV) Masih terekam jelas di benak Lilia apa yang menjadi pembicaraan Lilia dengan Karina di kamar Karina waktu pertama kali Lilia mengetahui Karina hamil karena perbuatan Ray yang b***t itu. Karena Ray tidak mau bertanggungjawab dan malah menghilang seolah di telan bumi maka jadilah status Karina menjadi anak gadis yang hamil di luar pernikahan. Cap yang buruk bagi seorang gadis dari keluarga baik-baik seperti Karina dari orang-orang yang merasa diri mereka paling suci. Lilia mendengus kesal. Karina tentu tidak menginginkan masa depannya menjadi rumit seperti ini. Dan karena dengan cap itu orang selalu memandang Karina dengan sebelah mata.Walau tidak secara langsung mereka menghina Karina, tapi Lilia melihat dengan jelas dari pandangan orang-orang yang memandang mereka waktu mereka pergi ke tempat-tempat yang berada di sekitar tempat tinggal Karina. Pandangan itu pandangan meremehkan, pandangan menghina. Lilia sangat kesal melihat Karina diperlakukan seperti itu. Walaupun Karina juga bersalah dalam hal ini, tetapi Ray juga bersalah, sangat bersalah bahkan. Karena Ray yang melakukan itu tanpa persetujuan Karina dan menyebabkan Karina hamil di luar nikah. Tanpa terasa waktu berlalu dengan sangat cepat. Sebentar lagi usia kandungan Karina memasuki bulan ke sembilan. Lilia tidak bisa membayangkan bahwa hari-hari di masa depan akan menjadi seberat apa bagi Karina. Dulu sebelum Karina bertemu dengan Ray, Karina orang yang sangat aktif berkegiatan. Baik di kampusnya maupun di tempat ibadah. Orang-orang mengenal Karina sebagai pribadi yang cukup pandai bergaul, baik, dan jujur. Saat telah mengenal Ray, Karina lebih banyak menghabiskan waktu bersama laki-laki itu. Sehingga lama-kelamaan dia menjadi anak yang pasif. Kegiatan di tempat ibadah jarang lagi dilakukannya, Karina pun jarang ikut ke pertemuan keluarga. Lilia dulu memakluminya, karena baru kali ini Karina merasakan jatuh cinta. Cinta Monyet pikir Lilia. Dan demi kebahagiaan sepupunya itu Lilia menahan diri untuk tidak menghina Ray, yang dari awal bertemu dengan laki-laki itu Lilia sudah tidak menyukainya. "Kak Lila denger gak sih?" pertanyaan Karina jelas mengagetkan Lilia. "Eh?" Lilia mengerjapkan matanya. Kaget melihat Karina sudah berada di depannya. "Nah, Kak Lila melamun!" runtuk Karina kesal, "Karina udah capek ngomong panjang lebar juga, malah kak Lila nggak denger." "Maaf, Karina. Kak Lila lagi memikirkan sesuatu," Lilia nyengir, “entah kenapa bayangan-bayangan kejadian belakangan ini bersliweran di benak kakak." "Apa bukan itu mikirin kak Rein?" "Apaan sih, Karina! Ya, enggak lah! Sudah ah, kamu jangan disebut lagi nanti malah kakak keinget beneran!" Karina terkiki geli, "Iya, maaf, Kak Lila. Jangan marah ya?" Namun, setelah Lilia pikir lagi, itu tidak sepenuhnya benar. Karina sudah cukup dikatakan bagus untuk sikapnya yang sudah layak disebut sebagai sikap seorang ibu, walau pun usianya masih sangat muda. Karina sekarang lebih mementingkan kebutuhan si bayi di dalam perut Karina. Karina sangat menuruti perintah dokter kandungannya demi menjaga agar bayinya tetap sehat sampai dilahirkan nanti. "Karina!" panggil Lilia, "nanti kalau masa nifasnya udah selesai, kira-kira kamu dibolehin enggak ya sekali-kali kakak ajak jalan?" "Bolehlah kak. Asal jangan sering-sering. Kasian lah Mami, udah tua masa mesti bantuan aku jaga si kecil sering-sering. Nanti malah kena penyakit orang tua lebih cepet lagi." Lilia meringis,"Iya, itu kakak juga tau." Dan mengenai Albert, Lilia menyukai kehadiran pemuda itu disekitar sepupu kesayangannya. Albert pemuda yang baik, dan Lilia yakin pemuda itu tidak akan mempermainkan perasaan Karina. Semenjak Albert mengetahui mengenai Karina yang hamil karena Ray. Albert semakin dekat dengan Karina. Albert jugalah yang menyelidiki tentang Ray. Lilia pun menjadi dekat dengan Albert, bahkan sampai menyimpan kontak sosial media. Yang Lilia heran, sejak kejadian Albert gagal melamar Karina, mereka berdua malah semakin dekat. Orangtua Albert pun jadi akrab dengan keluarga Karina dan keluarga Lilia. Ini jadi seperti mereka berdua sudah bertunangan tau saja. Kenapa juga waktu itu Karina menolak Albert? Setidaknya kan kalau gak mau langsung tunangan, bisa pacaran dulu gitu. Albert orangnya baik. Itu terlihat dari orangtuanya. Menurut orangtua Lilia dan orangtua Karina pun sama, Albert orangnya baik dan bisa di percaya. "Bagaimana kabar Albert?" tanya Lilia, kembali menggoda Karina. "Kok nanya sama aku sih? Tanyalah sendiri sama orangnya." "Kamu kan pacarnya dek." Ujar Lila sambil menyeringai jahil. Karina langsung menoleh ke arah Lilia dan matanya melotot, "Sembarangan aja si kakak ini! Kami cuma temen kok!" "Yakin cuma temen? Oh, pantesan aja ya ini Albert ngirim undangan tunangan." Lila berniat menggoda Karina lagi. Kalau kayak gini gak keterlaluan kan? Karina langsung menegang, "Tunangan?" "Iya, tunangan! Katanya dua minggu lagi.” “Di mana?” “Di halaman rumah keluarga Albert. Acaranya sepertinya untuk keluarga dan teman dekat aja tuh." Karina tidak bersuara, dan tubuhnya masih kaku, tegang. Lilia tidak dapat menahan tawanya melihat reaksi Karina itu. Sudah pasti dan jelas melihat reaksi Karina tersebut, bahwa Karina lama-kelamaan menyukai Albert. Tapi sepertinya Karina belum yakin atau bahkan belum mengetahui perasaannya terhadap Albert. "Kak Lila!" Enggak lucu!" seru Karina marah. Benar-benar marah. Lilia nyengir minta maaf, "Bercanda dek. Ketahuan banget sih dari sikapmu itu." "Maksud kak Lila?" "Kamu suka sama Albert." tembak Lilia langsung ke Karina. Karina mengerjap-ngerjapkan matanya. Lalu tertawa, sedikit dipaksakan, "Yang bener saja sih, Kak Lila. Aku suka sama Albert?" "Jujur aja sama diri sendiri apa salahnya sih, Karina!” "Aku berkata jujur kok, Kak Lila. Ngapain juga aku bohong!” Lilia pun jadi terdiam. Pikirannya di penuhi berbagai macam hal, apalagi kalau bukan Karina dan Albert. Bagaimana caranya agar Karina mau mengakui perasaannya pada Albert? Karina masih saja keras kepala dengan mengatakan Karina tidak tau perasaannya pada Albert makanya Karina menolak Albert. Mungkin memang dulu seperti itu. Kalau sekarang jelas perasaan Karina sudah berubah. Jadi mengapa Karina tak mau mengubah keputusannya? “Pikirkanlah baik-baik, Karina. Apa sebenarnya yang kamu rasakan terhadap Albert? Jangan sampai kamu menyesal!” Lilia memutuskan untuk sedikit menasehati Karina. “Kak Lila kenapa bicara begitu. Menakut-nakuti aku?” “Kak Lila tidak bermaksud menakut-nakuti kamu. Dengarkan perkataan kakak, Karina! kamu harus pikirkan baik-baik mengenai perasaan kamu terhadap Albert.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD