PERTEMUAN PERTAMA

1073 Words
Sudah sebulan lamanya Karina berkuliah di salah satu universitas swasta di Jakarta. Jurusan hukum adalah jurusan pilihannya ketika ia memutuskan untuk menerima bahwa dirinya tidak berhasil masuk jurusan komunikasi pada ujian masuk perguruan tinggi negeri. Sebenarnya Karina berhasil masuk ke jurusan komunikasi di salah satu universitas swasta terbaik di Jakarta, namun sayangnya papi Karina-Eleazar-tidak mengizinkan Karina berkuliah di sana. Entah apa alasannya, Karina tidak tau, tetapi Karina menuruti perintah Eleazar dan kemudian ia mendaftar di universitas swasta tempatnya berkuliah sekarang. “Bagaimana kuliahnya?” tanya Sharina, salah satu teman yang sering mengikuti kelas bersama Karina. “Baik-baik saja,” jawab Karina singkat. “Sudah memutuskan mau mengikuti kegiatan apa?” “Maksudnya?” “Unit kegiatan Mahasiswa. Wajib loh itu!” “Ah, UKM ya. Entahlah, aku sampai saat ini tidak memikirkan mau mengikuti kegiatan apa.” “Bagaimana kalau kamu bergabung saja dengan UKM Teater bersama aku?” “Kamu ikut UKM Teater?” Sharina mengangguk. “Hm, entahlah. Aku tidak yakin aku bisa mengikuti kegiatan Teater.” “Kenapa? Karena kamu tidak pernah pentas, Karina? Atau karena demam panggung?” “Keduanya,” jawab Karina malu. Sharina tertawa kecil, “bukan masalah kok.” “Kamu bercanda ya, Sharina? Bagaimana bisa orang yang demam panggung ikut pentas teater?” “Kan tidak harus sebagai aktris dan aktornya. Anak-anak baru juga tidak langsung pentas kok. Aku saja mulai sebagai pesuruh.” “Apa?” “Itu istilahnya saja, Karina. Bukan benar-benar menjadi pesuruh kok. Intinya mahasiswa baru biasanya sibuk membantu di sana-sini.” “Terus kapan latihannya kalau begitu?” Sharina menepuk jidatnya melihat teman sekelasnya yang tampaknya susah mengikuti pembicaran mereka, “Jadi kalau pentas saja, mahasiswa baru bantu-bantu. Kalau tidak pentas ya, kita semua latihannya sama.” Karina mengangguk paham. “Loading kamu lama ya.” Karina nyengir lebar sebagai tanggapan. “Jadi, bagaimana? Apa kamu tertarik, Karina?” “Aku boleh melihat-lihat dulu sekali tidak?” “Boleh saja. Aku juga diundang oleh senior untuk melihat-lihat keadaan UKM Teater sekali sebelum memutuskan untuk bergabung. Dan kamu tidak harus bergabung juga kok, Karina.” Karina mengangguk paham, “Kapan UKM Teater berkumpul?” “Hari jumat nanti. Kamu mau datang hari jumat nanti?” “Iya, aku mau!” “Oke, kalau begitu kita nanti bertemu di lobby lantai satu ya?” “Baiklah, Sharina. Thanks ya!” *** Sharina menepati perkataannya kepada Karina. Gadis berkulit putih itu menunggu Karina di lobby lantai satu di gedung tempat biasa mereka berkuliah sembari mengunyah kentang goreng yang dibeli dari restoran cepat saji di kantin. Karina menghampiri Sharina sembari menyapa gadis itu dengan suara yang cukup keras. “Oh, kamu sudah datang, Karina! Kita pergi sekarang?” “Makanan kamu?” “Diperjalanan ke tempat UKM Teater nanti juga habis kok. Tenang saja, aku terbiasa makan dengan cepat sejak SMA. Maklum sibuk dengan kegiatan OSIS sampai waktu makanku sering kali terpakai.” Karina mengangguk paham. “Ada yang mau kamu tanyakan tentang UKM Teater?” “UKM Teater ada di mana sih?” “Astaga, Karina! Maksud aku bukan pertanyaan semacam itu!” Karina tertawa kecil, “aku juga hanya bercanda.” “Ada semacam uang kas yang harus mahasiswa kumpulkan?” Sharina mengangguk, “tentu saja ada dan uang itu digunakan untuk biaya membuat kostum.” “Bukannya kostum biasanya mahal sekali ya?” “Kamu benar. Maka dari itu, anak-anak yang mengikuti kegiatan UKM Teater mengumpulkan uang kas sebesar lima ribu rupiah setiap pertemuan. Uang itu cukup untuk menutupi sekitar empat puluh persen biaya kostum, sisanya menggunakan anggaran UKM Teater yang kampus sediakan setiap tahunnya.” “Oh, begitu!” Karina mengangguk paham, “kegiatannya hanya seminggu sekali bukan?” “Kamu benar, Karina. Kita tetap mengikuti aturan kampus mengenai waktu pertemuan, kecuali jika ada pentas, baru frekuensi pertemuan ditingkatkan sesuai kebutuhan.” “Aku mengerti.” “Oh, iya, aku mau memperingatkan kamu akan satu hal sebelum mengajakmu masuk,” Sharina menghentikan langkah mereka tepat sebelum tiba di depan pintu ruang kegiatan Teater di lantai tujuh di gedung utama kampus mereka. “Apa itu, Sharina? Kamu jangan menakuti aku begitu dong!” “Tidak menakutkan sih, hanya...” “Hanya apa?” “Ini mengenai seseorang.” “Seseorang? Aduh, Sharina, jangan membuat aku bingung! Katakan saja langsung!” “Intinya, Karina, jangan jatuh cinta kepada senior kita yang bernama Ray Simone!” Sharina dan Karina tiba di ruangan UKM Teater dengan cepat. Kebetulan lift sedang kosong dan mereka pun melesat menuju lantai tujuh di gedung utama ini. Karina memperhatikan sekelilingnya dengan seksama dan satu pemandangan menarik perhatiannya. Ray Simone berdiri sekitar seratus meter darinya, pemuda itu dikelilingi oleh sekumpulan perempuan yang menatap pemuda itu dengan tatapan memuja. Setelah melihat wajah rupawan Ray Simone, barulah Karina paham mengapa Sharina memperingatkan dirinya sampai seperti itu tadi. Karina nyaris memutar matanya melihat pemandangan di hadapannya itu. Pemandangan di hadapannya itu membuatnya sebal sekaligus mual. Memangnya Ray Simone sangat tampan sehingga mereka menjadi lupa daratan begitu? Oke, Karina akui memang wajah putih bersih Ray Simone memang cukup memikat siapa pun yang memandang wajahnya. Tetapi bagi Karina itu tidak sampai membuatnya tergila-gila pada pemuda itu seperti yang anak-anak perempuan itu lakukan. Seseorang menepuk pundak kiri Karina, membuat gadis itu menoleh ke samping, menatap seseorang yang menepuk pundaknya, “Sharina!” “Sudah mengerti kan mengapa aku memperingatkan kamu seperti itu tadi?” Karina menganggukkan kepalanya. “Jangan terlibat dengannya, Karina, atau kamu akan menyesal nanti. Playboy sepertinya tidak mungkin jatuh cinta, jadi jangan sampai terjerat oleh rayuan mautnya!” “Astaga, Sharina, jangan berpikir terlalu jauh! Belum tentu juga aku akan bergabung dengan UKM Teater.” “Yah, benar juga sih perkataanmu. Tapi, setidaknya aku sudah memperingatkan kamu.” “Aku tau. Terima kasih, Sharina!” “Ayo ikut aku, Karina! Akan aku perkenalkan kamu ke Coach UKM Teater kami.” “Oke!” sahut Karina sembari berjalan mengikuti langkah Sharina ke sisi lain ruangan ini di mana seorang pria berambut kuncir sebahu sedang bercakap-cakap dengan beberapa orang mahasiswa dan mahasiswi. Sharina memperkenalkan Karina kepada Coach UKM Teater yang bernama Rudy Siswoyo. Rudy Siswoyo adalah alumni kampus ini dan sekarang menjabat sebagai pelatih UKM Teater di tengah-tengah kesibukannya bekerja sebagai pemagang di sebuah perusahaan start-up yang berlokasi tidak jauh dari sini. Rudy mengajak Karina berkeliling bersama Sharina sembari menjelaskan tentang UKM Teater kepada Karina. Diakhir perkenalan mereka, Rudy memperkenalkan Karina dengan ketua UKM Teater, yang tak lain dan tak bukan adalah Ray Simone.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD