BERTEMU (BAGIAN 1)

1868 Words
Karina menatap Lila dan Rein yang sedang berbicara serius dari kejauhan. Lila dan Rein duduk sudut kafe, sedangkan Karina duduk di sudut lain yang dekat dengan jendela. Karina memperhatikan sepupunya yang tampak sedih dan juga Rein yang tampak marah. Mereka berdua masih terus berbicara hingga Rein bangkit berdiri mendadak, menimbulkan suara decitan kursi yang cukup keras, lalu pergi begitu saja tanpa menoleh pada Lilia. Lilia mendesah, terlihat sangat sedih sekarang. Karina pun memutuskan menghampiri Lilia, untuk menghibur sepupunya itu. "Kak Rein sepertinya marah sekali," ucap Karina pelan. Lilia mengangguk lesu, "Rein tidak terima dengan alasanku. Rein bilang, kami masih bisa mengusahakan hubungan ini, karena dulu saudara sepupu perempuannya juga berpacaran dengan seorang pria yang berbeda keyakinan dengannya." "Mungkin mereka bisa berhasil, tapi..." "Aku tau, Karin. Pasti papi akan menentang keras hubungan kami, dan Oma Opa pasti juga akan mempengaruhi papi supaya tidak memberikan kesempatan pada kami. Oma Opa lebih keras pendiriannya tentang hal ini." Karina mengangguk. "Semua sudah selesai," Lilia kembali mendesah lesu, "ayo kita pulang." "Iya, Kak Lila." Karina pun mengikuti Lilia menuju pintu keluar seraya memegang perut buncitnya dengan tangan kanannya. Saat mencapai mobil milik Lilia di parkiran, Karina terpaku melihat seseorang turun sebuah city car berwarna silver yang asing bagi Karina. Orang itu tiba-tiba menoleh ke arah Karina, dan dia juga terdiam kaku. "Ray!" panggil Karina dengan suara lirih. Ray tersadar dan segera berbalik, kembali masuk ke dalam mobilnya dan pergi menuju pintu keluar. Karina menatap tak percaya pemandangan singkat itu. Ray menghindarinya. Mengapa? Apa salahku? *** Pintu kamar Karina diketuk beberapa kali, setelah itu terdengar suara asisten rumah tangga keluarga Karina, bik Ijah, meminta Karina dan Lila untuk pergi sarapan di ruang makan, kehadiran mereka berdua sudah ditunggu oleh mami dan papi Karina. Karina melenguh, merasa sangat malas untuk beranjak dari kasurnya yang nyaman, "Iya, bik. Sebentar lagi Karina bangun!" sahut Karina malas. Karina menoleh ke arah kanannya dan memperatikan jam di nakas selama beberapa detik, lalu ia mendesah. Baru jam segini udah di bangunin. "Non Lila... Non Karina... Ditunggu untuk sarapan sama bapak dan ibu." Mata Karina membulat maksimal mendengar Bik Ijah menyebut nama Lilia. Karina jadi ingat kalau kemarin itu Lilia menginap di rumahnya dan tidur sekamar dengannya. Kemarin malam, Karina dan Lilia mengobrol hingga lewat tengah malam, mereka sudah biasa seperti itu kalau Lilia datang menginap di rumah Karina, atau pun sebaliknya. Karina menepuk jidatnya. Masa baru beberapa jam saja Karina sudah lupa dengan keberadaan Lilia. Karina menengok ke samping. Kosong. Lila sudah tidak ada disampingnya. Tiba-tiba terdengar suara pintu dibuka. Pintu kamar mandi Karina, yang berada di dalam kamarnya, terbuka. Lila lah yang membuka pintu itu. Rupanya daritadi Lilia berada di kamar mandi. Melihat Karina yang sudah bangun Lilia tersenyum geli. "Bangun dek. Tadi suara Bik Ijah kan? Sarapan udah siap berarti, dan kita sudah ditunggu sama mami dan papi kamu. Cuci muka terus sisiran gih." "Sisiran? Rambut aku berantakan banget ya memangnya?" "Ngaca deh Karina, lihat sendiri!" Lilia terkikik geli. Dengan cepat Karina menuju kamar mandi dan menghampiri kaca. Well, benar saja, rambut Karina sangat Berantakan. Seperti orang yang tidak sisiran selama beberapa hari. Karena malu Karina segera menutup pintu kamar mandi. Lilia menatap Karina geli lalu menggelengkan kepalanya beberapa kali. Sesampainya di meja makan Karina masih memasang wajah cemberut menghadap Lilia yang masih saya terkekeh geli, "Sudah sih, enggak usah begitu juga ketawanya. Kayak enggak pernah liat rambut aku berantakan aja Kak Lila ini." "Tapi rambut kamu hari ini parah banget," sahut Lilia masih sambil terkekeh-kekeh geli. Karina semakin cemberut mendengar kata-kata Lilia. “Kalian berdua ini udah gede. Masa gitu doang sampe berantem sih!” Andi menengahi mereka. Sebagian merasa geli melihat Karina terus-menerus di ejek oleh Lila, sebagian lagi merasa kasihan melihat adik semata-wayangnya di bully secara tidak langsung. "Oke, peace." Kedua jari Lila membentuk huruf V. "Ya sudah, ayo makan!" Karina berpura-pura sedang ngambek. Lagi. Membuat Lilia dan Andi terbahak. Sarapan mereka di habiskan dengan tenang. Tidak ada lagi yang bercakap-cakap. Itu memang kebiasaan keluarga mereka. Tidak ada yang boleh bercakap-cakap saat makan. Tidak sopan, kata Mami Karina. "Mau ngapain hari ini kamu?" tanya Andi selagi mereka membereskan alat makan yang tadi mereka pakai untuk di bawa ke dapur. Dengan adanya Lilia yang berkata akan menginap di rumah mereka selama beberapa hari, tidak mungkin Karina di rumah saja hari ini, tapi hari ini Lilia bekerja, kan masih weekday. Lalu bagaimana? "Karina enggak tau deh, Kak Lila masih kerja kan hari ini?" "Iya. Kamu ikut Kak Lila ke kantor aja." Jawab Lila. "Bercanda ya, Kak?" Tanya Karina. "Enggak bercanda, Karina. Kamu temani Kak Lila saja hari ini. Kak Lila cuma mau ambil beberapa berkas, lalu nanti melanjutkan pekerjaan di luar. Deket kantor kakak ada kafe yang suasananya cozy, kamu bisa tunggu Kak Lila di situ. Lalu nanti sebelum jam makan siang kita ke mall dekat kantor, kebetulan ada tempat makan baru yang pingin kakak coba." Karina berpikir sejenak lalu mengangguk mengiyakan, "Habis makan siang kak Lila balik kantor lagi?" "Enggak. Tapi nanti sore kakak mau bertemu klien, nggak lama sih." Lilia terlihat berpikir sebentar, "lebih baik setelah makan siang kakak antar kamu pulang ke rumah." "Okay." "Ya sudah abis sarapan, Lilia sama Karina mandi sana. Biar Lilia ga telat nanti ke kantornya. Ya, Karina, Lilia?" Kata Mami. Membuat Karina dan Lilia merona malu. "Baiklah, Mami." "Siap, Tante Katie!" Lilia dan Karina menjawab berbarengan. *** Karina menunggu di green cafe di seberang gedung kantor Lila, sedangkan Lila langsung memasuki gedung kantornya dan bekerja. Sudah satu jam Karina berada di kafe ini, tapi Karina menikmatinya. Benar kata Lila, suasana kafe ini sangat cozy, makanannya dan minumannya juga enak. Karina memesan minuman Yuzu Milk, s**u kocok yang dicampur dengan sari buah jeruk keprok. Rasanya sangat enak dan menyegarkan. Untuk makanannya Karina memesan Egg & Bacon with Toast, roti panggang dengan telur rebus setengah matang dan bacon panggang. Menu sarapan ala barat yang sangat biasa, tetapi rasanya lezat sekali. Padahal sebelum kemari, Karina sudah sarapan dua piring nasi goreng sambal balado buatan maminya. Pantas saja berat badan Karina naik hingga empat belas kilogram. Porsi makan Karina selama masa kehamilan ini memang meningkat drastis. Sambil menikmati makanan dan minuman yang dipesannya, Karina berselancar di dunia maya dengan ponselnya. Pertemuan Karina dengan Ray kemarin membuat rasa ingin tau Karina mengenai keberadaan Ray menjadi meningkat. Karina berniat mencari tau dari orang terdekat Ray, apa yang terjadi dengan Ray sebenarnya. Ray masih berada di Jakarta, tentu itu benar, karena mereka kemarin bertemu. Tetapi mengapa papinya tidak bisa menemukan keberadaan Ray waktu beberapa bulan lalu mencarinya demi Karina? Karina memulai dengan kembali menghubungi teman dekat yang mengenal dirinya dan Ray. Berbasa-basi sejenak sebelum menanyakan apa yang ingin Karina ketahui. Kebanyakan dari mereka mengatakan hal yang sama seperti beberapa bulan lalu, yaitu Ray keluar dari universitas mereka dan pindah kuliah di universitas lain, mereka tidak tau pastinya Ray pindah ke mana. Karina mendesah. Ray menyembunyikan keberadaannya dengan baik, bahkan tidak menghubungi teman dekatnya, supaya Karina tidak bisa mengetahui keberadaan. Dan karena mereka bertemu kemarin, Karina pikir Ray pasti akan lebih sulit ditemukan jejaknya. Entah Ray akan pindah ke luar kota atau ke luar negeri. Tanpa terasa, waktu sudah menunjukkan pukul satu siang. Lilia pun terlihat memasuki green cafe. Karina mencoba tersenyum supaya Lilia tidak tau apa yang Karina lakukan tadi. "Wah, makan lagi kamu?" Liila menggelengkan kepalanya, "nafsu makan ibu hamil memang hebat. Terus nanti mau ikut kakak makan lagi?" "Nggak usah nanya lah, Kak Lila," jawab Karina cemberut. Lila tertawa kecil, "Peace!" "Berangkat sekarang?" "Iya. Yuk kita berangkat sekarang, Karina." Lilia dan Karina pun berangkat menuju mall dekat kantor Lilia. Sesampainya di sana, Lilia dan Karina langsung menuju ke tempat makan dengan menu dan nuansa khas negeri ginseng, Korea. Karina menggelengkan kepalanya, tak habis pikir bagaimana cara sepupunya yang super sibuk itu tau hal-hal semacam ini. Benar-benar orang yang up to date sekali sepupu Karina ini. Karena Karina tidak tau tentang menu makanan Korea, Karina meminta Lila yang memesankan untuknya. Lila pun langsung memesankan makanan yang tidak terlalu pedas dan minuman hangat. "Sebenarnya Kak Lila sedikit ragu mau nanya ini sama kamu, tapi keliatannya kamu dari kemarin enggak fokus?" Karin tersenyum tanpa menjawab. "Apa saat kita pergi bertemu Rein kemarin kamu bertemu teman kuliah kamu? Bukan Albert kan? Bagaimana kalau sampai mereka menyebarkan berita kehamilan kamu? Memberitakan yang enggak-enggak ke teman-teman yang lain?" "Bukan Albert, kak. Bukan teman satu jurusan aku. Dia teman satu UKM aku." "UKM? Bukannya itu juga gawat, Karin?" "Kak Lila tenang saja, Karina berani jamin dia nggak akan bilang apa-apa." Lila menghela nafas lega, "Oke kalau kamu bilang nggak apa-apa. Tapi, kalau terjadi sesuatu dengan kampus kamu, bilang sama Kak Lila ya?" Karina mengangguk, "Okay, Kak Lila!" Pembicaraan tentang itu pun berakhir dan Karina merasa lega, karena Lila tidak bertanya lebih lanjut mengenai siapa yang Karina temui kemarin. Untuk sementara ini, Karina memutuskan untuk tidak akan mengatakan apa pun perihal dirinya bertemu Ray kemarin, sampai Karina menemukan sedikit kejelasan mengenai Ray. Katie dan Eleazar memang sudah mengingatkan untuk tidak memikirkan atau mencari tau mengenai Ray lagi, karena bagi mereka kealpaan Ray selama masa kehamilan Karina dan juga karena Ray tidak muncul di hadapan Eleazar dan Katie untuk mempertanggung jawabkan kehamilan Karina, itu sudah jelas berarti Ray tidak ingin bertanggung jawab dan tidak ingin tau apa pun mengenai Karina dan anaknya. Karena hal itulah, Karina memutuskan untuk diam. Bahkan sepupu yang paling Karina percayai pun, tidak Karina beritahu. Karina dan Lilia menikmati makan siang sambil sesekali membicarakan berita yang Lilia tau yang beredar di sekitar mereka. Karina hanya mendengarkan sambil sesekali menimpali, karena memang Karina tidak terlalu update dengan berita mau pun gossip masa kini. Satu setengah kemudian mereka sudah selesai makan siang, namun Lilia bilang mereka baru akan pulang setelah Lilia berbelanja sedikit. Karina pun mengangguk mengiyakan karena merasa dirinya yang sedang hamil besar ini masih sanggup sedikit berjalan-jalan sebelum pulang ke rumah. Ini sekaligus di nikmati Karina sebagai waktu refreshing sejenak, sebelum kembali ke rumah dengan rutinitas yang lebih membosankan dari ketika dirinya masih aktif sebagai mahasiswi. Lilia mengajak Karina ke beberapa toko brand ternama termasuk ke toko yang menjual perlengkapan bayi. Karina yang tidak berniat membeli apa pun, yang mengikuti Lilia sambil melihat-lihat koleksi terbaru dari toko-toko tersebut. Sudah lama Karina tidak melakukan window shopping, Karina merasa senang karenanya. Sesampainya di rumah Karina, Karina terkejut ketika Lila menyerahkan sebuah paper bag kepada Karina, "Untuk si kecil.” "Seharusnya Kak Lila enggak usah repot-repot kasih hadiah buat si kecil. Tapi tetap saja, terima kasih banyak, Kak!" "Kayak sama siapa aja sih pakai bilang terima kasih segala." Karina tersenyum sambil membuka paper bag ditangannya, "Ah, cute!" "Menurut aku, lebih gawat kalau punya anak perempuan. Enggak tahan pingin dandanin, karena pakaian mereka lebih imut-imut!" kata Lila gemas. "Iya, Kak Lila benar. Tapi anak cowok lebih hemat kalau mereka udah besar." "Astaga, jangan medit sama anak sendiri!" "Medit? Apa itu?" "Medit itu maksudnya pelit. Jadi, maksud Kak Lila, kamu jangan pelit sama anak sendiri!" Karina berdecak, "Aneh-aneh aja bahasa jaman sekarang." "Update dong, Karina!" "Rasanya enggak perlu deh, Karina begini saja sudah banyak yang suka kok dari dulu." "Idih, narsisnya adik sepupu Kak Lila yang satu ini!" “Memang kenyataannya kok!” “Iya deh, Kak Lila percaya sama kamu.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD