BAB 1 YOUNG BLOOD

952 Words
BAB 1 YOUNG BLOOD     Zontuz memacu kuda hitamnya menembus kepekatan hutan terlarang, negeri Utara dan tahta King Alzov lah tujuannya.   Darah panas yang mengalir deras pada tubuh pemuda itu membuatnya menjadi mahluk tanpa gentar.  Zontus dan kudanya menerjang apapun yang ada di depannya, bahkan semak liar di hutan terlarang pun seolah ikut terbelah hanya untuk menyingkir dari kaki-kaki kudanya.   Zontus merasakan kabut tipis semakin pekat begitu semakin memasuk kedalam hutan, bayangan ranting-ranting kering pahon berduri tampak mengerikan tak ubahnya cakar-cakar raksasa yang siap mencabik daging dari tulangnya. Hari sudah menjelang pagi namun tak ada bedanya karena di dasar hutan tetap akan sekelam malam.   Sebuah kilatan cahaya tiba-tiba melesat sangat cepat diikuti pekikan kudanya yang ternyata baru saja kehilangan salah satu kaki depannya. Kuda tersebut terjungkal hingga membuat tubuh penunggangnya ikut ter lemempar ke udara, seperti terpelanting namum dengan gerakan yang anggun seperti melayang ringan Zontus kembali menjejakkan kakinya ke tanah.   Dengan kewaspadan instingnya yang tajam, dalam sekejap Zontus berhasil memindai gerakan sekecil apapun di sekitarnya.   Tak lama sesosok gelap itu meluncur menerjangnya dari arah yang sama di mana kilatan cahaya tadi berasal.   Zontus berhasil menghindar dari sayatan belati beracun.   "Penyihir!" geramnya begitu menyadari mahluk apa yang sedang dia hadapi.   Zontus mengeluarkan pedang peraknya, dia sudah cukup siaga dan kembali mempertajam penglihatannya.   Zontus mulai mengenali sosok berpakaian hitam yang coba beralih dari satu dahan kedahan yang lain. Gerakanya cukup lincah dengan tubuh ramping dan gesit.   Kali ini sosok itu bertengger di sebuah dahan besar tak jauh darinya, dua belati kecil berkilat di kedua sisi tangannya, bahkan Zontus bisa mencium aroma racun mematikan yang mengowar dari benda tersebut.   Bayangan gelap itu kembali meluncur dan menukik untuk menerjangnya sekali lagi. Zontus sempat menangkap sepasang Netra berkilat setajam mata pedang yang penuh kemurkaan.   Berulangkali Zontus menghalau serangan kedua belati itu dengan pedangnya, suara dentingan logam yang saling ber benturan mulai meramaikan mesunyian hutan yang semula sunyi dan mencekam. Meski kedua belati itu tidak cukup besar untuk melawan pedang Zontus, tapi tubuh ramping itu bergerak sangat cepat. Tubuhnya bisa terpelanting kesana kemari bahkan sempat menjegal salah satu kaki Zontus yang kurang waspada, Zontus hampir terjatuh oleh gerakan tak terduga tersebut.   Namun Zontus cukup jeli, untuk menghadapi musuh dengan gerakan segesit itu, dia tau hanya perlu menunggu dan membaca situasi. Dalam sepersekian detik Zontus akhirnya berhasil menjerat salah satu lengan mahluk itu. Tubuh ramping itu kembali terpelanting coba melepaskan diri, namun Zontus juga tidak kalah gesit, dia segera memutar lengannya kebelakang hingga tidak bisa bergerak. Dan saat itu Zontus baru sadar jika ternyata dia adalah seorang wanita, penyihir wanita yang tentu tidak akan di lepaskannya begitu saja.   Dengan cepat Zontus menggulingkan tubuh penyihir wanita itu ketanah. Dan terdengar erangan rendah saat Zontus sengaja menekan dadanya dengan sedikit tidak senonoh saat Zontus sudah berada di atas tubuhnya. Seringai kesal Zontus masih sempat mengejek penyihir wanita yang sudah tidak dapat berkutik di antar kedua paha kerasnya, meski demikian Zontus masih tak berniat untuk membuka penutup wajah mahluk itu. Dia hanya menatap sepasang Netra biru terang tersebut dengan sangat luar biasa dan Zontus hanya menyunggingkan senyum samar saat menyadari aroma darah peyihir yang cukup pekat dengan dirinya.   "Jangan coba mempengaruhiku dengan sihirmu, karena itu percuma," ejek Zontus ketika mendekatkan bibirnya untuk berbisik.   Dengan kemurkaan bergejolak, penyihir wanita itu masih coba berontak, namun Zontus kembali menekannya. Zontus masih tidak mengerti kenapa penyihir wanita itu menyerangnya, karena dirinya tidak pernah merasa membuat masalah dengan penyihir manapun selama ini.   "Lihat, apa yang kau lakukan hanyalah sia-sia."   Tak satu katapun keluar dari mulut penyihir wanita itu, ketika Zontus mulai membuka kakinya.   "Jangan coba halangi jalanku!" kecam Zontus kemudian.   Zontus masih tak berpaling menatap sepasang Netra biru terang yang tak bergeming menantangnya, dia yakin sudah cukup untuk mengingatnya nanti, dan zontus kembali tersenyum licik sebelum kembali melepaskannya.   Zontus tak berniat membuat masalah dengan penyihir manapun, tapi pemilik Netra biru itu memang terlalu mengoda untuk di abaikan, wanita keras kepala memang selalu lebih menantang untuk di nikmati meskipun di lantai hutan. Sepertinya tak masalah untuk sedikit mendapat kesenangan dan Zontus yakin jika perbuatannya tadi juga tidak akan terlupakan. Dengan cukup puas diapun segera pergi, melompat dari pohon kepohon karena dia sudah  kehilangan kudanya.   Zontus bahkan tidak peduli jika harus berlari, karena dia memang hanya ingin segera sampai ke istana King Alzov.   *****   Mengalahkan pangeran James tentu bukan masalah sulit bagi seorang Zontus, tapi kali ini yang harus dia hadapi adalah penguasa negri Utara.   King Alzov yang konon tak terkalahkan itu kali ini sudah berdiri di depannya, namun sepertinya hal itu juga sama sekali tidak membuat pemuda itu gentar.   "Bukan hanya tahta tapi juga Putrimu !"   "Ambillah jika kau mampu!" jawab King Alzov untuk pemuda yang sudah dengan begitu berani bicara selantang itu di depannya.   "Tentu !"   "Kuhargai keberanianmu, Anak Muda."   Masih dengan ketenangannya yang luarbiasa, King Alzov memang bukan sosok yang sederhana, Zontus mengakui itu.   "Aku akan menjadi pemimpin bagi kaumku, bukan untuk bersembunyi lagi!"   King Alzov kembali memperhatikan pemuda di depannya dengan luar biasa. Tentu sejak awal King Alzov sudah menyadari siapa yang sedang berdiri di depannya itu. Aroma darah pekat pada pemuda itu sempat membuat King Alzov menyungging kan senyum samar tak terbaca.   Sepertinya pemuda itu juga cukup tau jika hanya garis darah murni yang kelak bisa memberinya keturunan murni, tentu King Alzov tau kenapa pemuda itu juga menginginkan putrinya.   "Akan kulihat selayak apa kau untuk mendapatkannya, tapi untuk putriku kurasa kau perlu mengatasinya sendiri."   "Terima kasi atas sambutan ramah putri Anda, My lord," Zontus sengaja mendeskripsikan nada sarkasme itu dengan begitu jelas.   King Alzov hanya sedikit mengerutkan dahi, entah bagaimana mereka sudah saling bertemu, tapi bukan berarti King Alzov tidak tau dengan bahasa ramah putrinya tersebut.....   *****    mari luangkan untuk memberi dukungan untuk cerita ini, kasih Like sebagai hadiah yang sangat berharga buat penulis                      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD