01

1062 Words
Kanaya mencoba memperbaiki tampilan make up-nya pada wajahnya. Dia memberi sedikit perhatian pada matanya yang terlihat sembab karena menangis semalaman. Kanaya Atmajaya—atau yang biasa dipanggil Aya merupakan seorang konsultan pajak di salah satu daerah yang ada di Jakarta. Dia sudah lebih dari tiga tahun bekerja di KKP. Jika dibilang betah, menurut Kanaya terlalu berlebihan. Alasannya tetap berada di kantor ini—walaupun lebih banyak tekanan yang didapatkan—adalah karena Kanaya sudah merasa nyaman berada di tempat kerjanya yang sekarang. Tiga tahun bekerja di sana tidak pernah sekalipun Kanya berniat resign atau pindah. Di dalam lingkaran kantor, sebenarnya Kanaya adalah yang paling muda di antara ketiga rekannya. Hanya karena pengalamannya bekerja disitu lebih lama, jadilah dia cukup dianggap setara dengan yang lain soal umur. Rekan kantornya yang pertama dan yang paling tua adalah Mbak Ana. Dia seumuran dengan bos Kanaya di kantor. Umurnya 32 tahun dan sudah memiliki dua anak. Di antara ketiga temannya, Mbak Ana termasuk orang paling netral yang tidak neko-neko. Maksudnya itu, terkadang ada bully-bully-an kecil di antara kami sebagai rekan kantor. Nah, Mbak Ana ini jarang terlibat di dalamnya. Paling sekali dua kali ikut nimbrung, tetapi dia lebih sering jadi pengamat daripada ikut berdebat bersama kami. Mungkin karena umurnya yang lebih dewasa dibanding yang lain, jadilah dia tidak mudah terbawa suasana. Yang kedua ada Salma. Wanita metropolitan dengan rekor segudang mantan pacar. Penampilannya sudah jelas seperti wanita ibu kota pada umumnya. Cantik, seksi, dan fashionable. Namun, sangat disayangkan mulutnya tak secantik penampilannya. Kata-kata yang keluar dari mulutnya tidak pernah difilter. Bar-bar dan badas. Yang terakhir ada Raja. Dia menjadi satu-satunya cowok yang ada di tim Kanaya. Raja itu sering dicap sebagai playboy kelas kakap. Walaupun tak separah Salma, tetapi kelakuan Raja sebelas duabelas dengan Salma. Kalau diibaratkan, Raja dan Salma ini mungkin dulunya adalah kakak beradik yang terpisah. Selain itu, Raja adalah musuh bebuyutan Kanaya di kantor. Mereka berdua lebih sering mendominasi perdebatan dibanding interaksi dengan rekan yang lain. Itulah kenapa, terkadang orang-orang kantor sering bercanda menjodoh-jodohkannya dengan Raja. Katanya mereka terlihat cocok. Cocok darimananya? Setiap bertemu saja mereka selalu adu urat. Yang ada pecah rumah tangga kalau semisal benar mereka berjodoh. Seperti pagi ini. Kanaya baru saja menginjakkan kaki di kantor dan sudah mendapat pertanyaan yang lebih terdengar seperti ejekan dari Raja. Pria itu baru saja kembali dari pantry. Menyeduh kopi hitam yang wajib dibuatnya setiap pagi. "Mata lo kenapa? Lagi cosplay jadi zombi?" Walaupun sudah sedemikian rupa menyembunyikannya dengan make-up, tetapi mata sipitnya tetap tidak bisa ditutupi. Inilah efek jika menangis semalaman. Matanya otomatis menyipit pada pagi harinya. Biasanya mata akan kembali normal ketika sudah menjelang siang dan selama itu Kanaya harus menebalkan kuping untuk mendengarkan celotehan rekan kantornya. Raja sengaja mendekatkan wajah ke arahnya. Meneliti dengan seksama matanya yang menyipit dan susah dibuka lebar. Kemudian pria itu tersenyum mengejek, seolah menemukan bahan baru untuk mengolok-oloknya. "Lo pasti abis nangis semalem, ya?" Tangan Raja yang menunjuk mata Kanaya segera ditepis. Dia berteriak heboh menyuruh pria itu minggir. "Nangisin apa, sih, sampe mata lo sipit gitu?" "Berisik, deh! Udah sana balik aja ke meja lo!" Kanaya mengusir Raja membuat pria itu berbalik menuju tempat duduknya sambil terbahak. Kanaya menyalakan komputer di depannya kemudian diam-diam melirik ponsel di mejanya. Dia mengecek apakah ada notif dari Niko setelah kejadian semalam. Dia masih berharap kalau semua yang terjadi tidaklah nyata dan pria itu hanya mengusilinya untuk memberikan kejutan sebagai hadiah anniversary mereka. Namun, Kanaya tak mendapatkan apa yang diharapkannya. Dari semalam tak ada notif yang mampir di ponselnya. Rasanya hampa mengetahui kalau pria yang selama ini selalu ada di sampingnya tiba-tiba menghilang dan pergi jauh. Menyesakkan. Niko adalah pacar pertama Kanaya. Mereka sudah dekat dari zaman kuliah dan baru meresmikan hubungan ketika sudah sama-sama kerja. Banyak kenangan tentang Niko yang sulit Kanaya lupakan. Dari saat masih menjadi mahasiswa sampai kini sudah sama-sama mendapatkan pekerjaan, selalu mereka lalui bersama. Bahkan keluarga mereka sudah lama saling kenal. Ibu dan Bapak Kanaya sudah tahu Niko dengan baik begitu juga sebaliknya. Bahkan hubungan Kanaya dengan adik dan kakak Niko sudah dekat layaknya saudara sungguhan. Adik Niko—Wulan—sering kali menanyakan materi kuliah kepadanya. Begitu juga dengan Kak Putri yang sering mengajaknya nge-mall atau hunting makanan bersama. Kanaya sangat menyayangkan kalau hubungannya dengan saudara Niko akan terputus juga setelah hubungan mereka berakhir. "Ay, pagi-pagi udah ngelamun aja. Lo denger gak, gue ngomong apaan tadi?" Salma dari belakang menepuk pundak Kanaya, membuat perempuan yang fokusnya sedang berada di tempat lain tersadar. "Sori, sori, gue lagi gak fokus. Tadi lo ngomong apa?" Salma yang baru saja datang meletakkan tasnya kemudian duduk di kursi kubikelnya yang berada tepat di samping kubikel Kanaya. "Tax Compliance-nya PT Persada lo yang kerjain?" "Loh, bukannya kemaren bos yang nugasin ke elo?" "Gue disuruh handle klien baru sama bos." "Kok bos gak ngasih tau gue sih, kalo gue yang disuruh handle ini?" "Coba buka email. Kemarin bos bilangnya udah email ke elo ngasih tau masalah ini." Pak Arga memang sedang dinas diluar kota saat ini. Jadilah segala urusan pelaporan kepada bos dialihkan melalui email. "Ya ampun, bisa-bisanya email sepenting ini masuk spam. Perasaan akun bos bukan akun bisnis, deh." Salma mengendikkan bahu. “Btw, mata lo kenapa bendul gitu? Sakit mata atau gimana?" Salma baru fokus memperhatikan mata Kanaya dan menyadari kalau ada yang berbeda dari mata perempuan itu. Kanaya refleks menutupi mukanya menggunakan tangan, mencegah Salma untuk melihat penampakan wajahnya. "Itu tuh bukan sakit mata Sal, tapi efek nangis semaleman terus ditinggal tidur. Jadi sipit sama bendul gitu," jelas Raja. “Berisik deh!” seru Kanaya. Salma menahan tawanya yang hendak menyembur. "Serius, Ay? Lo nangisin apa sih, sampe parah gitu mata lo. Gak dibikin patah hati sama lo kan, Ja?" Raja yang dituduh langsung berjengit. "Kok jadi bawa-bawa gue sih! Ya kagak lah!" Salma tertawa melihat reaksi Raja. "Periksa ke dokter, gih. Gue ngeri liatnya, lo melek aja kayak lampu lima watt. Enggak ada dayanya." "Paling juga sembuh nanti. Ini cuma gak terbiasa aja." "Makanya, gak usah nangis-nangis kalo besoknya masih kerja." Raja sok-sokan menasehati. "Dih, nangis kan hak segala bangsa. Serah-serah gue dong." Kanaya sewot tidak terima. "Ya terserah lo kalo pengin di-bully. Gue yakin setiap orang yang jalan ngelewatin lo pasti langsung salah fokus sama mata lo." "Udah udah ah, ribut aja kalian berdua. Nanti gue doain supaya jodoh baru tau rasa." "Idih. AMIT-AMIT!!" ucap Raja dan Kanaya berbarengan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD