“Kamu ngomong apa sama Jess sampai dia setuju mau ikut pulang sama Nat?”
“Aku cuma bilang bakalan ajak dia jalan ngemal kalau kita sudah pulang nanti.” Ucap Ivan diikuti dengan ringisannya menatap Bella yang sedang mendelik kesal. “Kamu mulai manjain mereka, jangan dibiasain ngasih embel-embel gitu.”
“Iyah, maaf.” Jawab Ivan datar.
Kini keduanya sedang berada di dalam mobil yang dikendarai Ivan sendiri. Bella masih berusaha mencari cara agar Ivan tidak jadi membawa mereka ke hotel yang sudah dipesan Miranda.
“Harus hari ini nginepnya? Ngak bisa ditunda minggu depan gitu.”
“Memangnya kamu mau dihadiahin tatapan kecewa dari mami kita?”
“Yah, bisa aja kan kita ke rumah aku dulu gitu.” Protes Bella mencoba menghindari agar mereka tidak berduaan sekamar.
“Ella, sayang. Mau kemanapun kita, tetep berduaan juga kan. Kamu lupa kita sudah nikah. Kalau aku mau macam-macam sama kamu, sudah aku terkam kamu waktu nginep dirumah.”
Akhirnya Bella menyerah sembari mendengus kesal, ia bersandar pasrah kemana Ivan membawanya hari ini. Bagaimanapun mereka sudah berstatus suami istri, akan jadi konyol jika Bella membuka pintu mobil ini kemudian kabur entah kemana memakai gaun pengantin.
Ivan yang menyadari kegugupan Bella dari kaitan kedua tangannya, mengusap lembut bahu istrinya.
“Anggap saja waktu kita menginap ini, buat saling kenal satu sama lain. Aku sudah janji kan ngak akan berbuat macam-macam. Udah jangan tegang gitu.”
Bella dan Ivan sudah sampai di depan kamar yang dipesan Miranda. Setelah menempelkan kartu, Ivan membuka pintu dan memasukkan kartu tersebut ke sebuah soket dan ruangan kamar mereka menjadi terang.
“Wow, besar banget kamarnya.”
Ivan terkekeh sejenak melihat wajah takjub Bella dengan kamar bulan madu pemberian maminya. Berbeda dengan sikap ketusnya tadi saat protes di mobil.
“Mami aku orang yang selalu tampil sempurna dan detail. Dia pesan kamar ini buat kita supaya kita betah di sini dan tidak keluar-keluar selama 2 hari kedepan.”
Bella menoleh dengan memicingkan mata seakan Ivan terkena geger otak dan lupa dengan janjinya. Tentu saja ia mengerti maksud sang mertua dan menangkap maksud perkataan Ivan barusan.
“Kamu sudah janji kan sama aku. Walaupun status kita sudah menikah tapi kamu enggak akan berbuat macam-macam sampai aku siap, kan? Kamu enggak akan maksa aku melayani kamu sekarang kan? Kamar yang dipesan mama kamu ini jelas banget nyuruh kita honeymoon di sini.”
Bukannya tersinggung, Ivan justru merasa gemas melihat sikap judes Bella untuk menutupi kegugupannya. Ivan menggapai pinggang Bella menariknya mendekat, membuat Bella semakin membulatkan bola matanya dan menutup mulut dengan telapak tangannya. Bagaimana tidak membuat Ivan semakin gemas melihat tingkah laku wanita yang bukan gadis lagi dan juga lebih berpengalaman di banding dirinya.
“Aku masih ingat, Nyonya Danayaksa ku. Dan aku akan memegang janjiku. Menikah dengan kamu, merupakan sebuah keajaiban yang terjadi dalam hidupku. Cinta tidak harus memaksakan kehendak walaupun berhak. Itu salah satu bukti cintaku sama kamu. Aku akan menghormatimu, sampai kamu sendiri yang memintanya nanti.” Lalu mengecup kening Bella.
Wajah Bella bagai kepiting rebus, karena ini pertama kali mereka membahas hal yang sangat pribadi sebagai suami istri. Padahal dirinya yang memulai lebih dulu soal urusan ranjang.
Ivan duduk di sisi ranjang, sambil melepas rompi bagian dari jas pengantinnya, menaikkan lengan kemejanya sampai siku lalu membuka dua kancing kemejanya untuk memberikan kelegaan sembari menggerakkan lehernya ke kiri ke kanan. Menyikut kedua tangannya ke belakang sekedar merenggangkan syaraf otot yang mulai lelah.
Semua kelakuan Ivan tentu saja tertangkap oleh Bella, dirinya tidak sengaja melihat d**a kekar Ivan di balik kemeja putih itu, belum lagi lekuk lengan kekar Ivan yang tercetak sempurna meskipun kemeja itu belum dilepas. Tatapan itu tertangkap oleh Ivan. Seringai nakal terbit di bibirnya, muncul ide jahil untuk menggoda Bella.
“Lihatnya jangan sampai ngiler begitu, Sayang. Nanti kebawa mimpi lagi. Buka semua di depan kamu juga aku mau dan sangat rela kok. Aku buka sekarang nih.” Sambil membuka kancing ketiga kemejanya.
“Ih, apaan sih!” Ucap Bella sambil menelan saliva untuk menutupi rasa malu sembari menoleh ke sembarang arah.“ Jangan geer deh, orang aku melamun yang lain kok.”
“Melamun yang lain contohnya kayak apa? Katanya aku enggak boleh macam-macam, tapi kamu sendiri mulai godain aku dengan tatapan seperti itu. Jangan-jangan kamu mikirin yang enak-enak sama aku yah.”
Bella menoleh kembali memicingkan matanya, mulutnya dimanyunkan. Jangan ditanya lagi warna wajahnya sekarang. Daripada harus terus digoda seperti ini Bella memutuskan beranjak ke kamar mandi saja.
Namun langkah Bella terhalang karena Ivan menarik tangan Bella hingga ia jatuh duduk di pangkuannya, Ivan menarik pinggang dan menahan punggung Bella. Mata mereka saling menatap, bulu mata Bella mengerjap beberapa kali merasa salah tingkah.
Tidak ingin membuat Bella protes dengan tindakannya, ia membungkam bibir Bella, kepalanya menunduk melumat bibir merah Bella yang sedari tadi menggoda iman dan si omen miliknya.
Lagi-lagi Bella tidak berani memberontak meskipun batinnya meronta. Pikirannya menolak, tapi hatinya berlawanan, bahkan tubuhnya menikmati sentuhan bibir Ivan. Kedua tangannya hanya diam mematung hanya bibirnya mulai kewalahan menghadapi terjangan ciuman Ivan yang semakin menuntut dan tanpa sadar terdengar desahan kecil dari mulut Bella, membuat senyum Ivan mengembang.
“Jangan cemberut begitu, istri Danayaksa harus selalu ceria. Kalau cemberut bakal dapat hukuman dariku seperti ini terus. Atau memang kamu sengaja kepingin aku hukum terus?”
Bella segera berdiri dengan nafasnya masih tersengal-sengal padahal Ivan tidak melumat bibirnya sampai sesak namun berhasil membuat desiran yang mengakibatkan jantungnya berdebar semakin cepat.
“Mandi terus kita istirahat. Aku cuma mau kamu menemani di ranjang, dan aku boleh kan tidur sambil memeluk kamu. Cuma sampai situ saja aku meminta hak aku. Boleh kan?”
“Hem. Oke. Aku mandi dulu kalau begitu.”
“Jangan lupa kunci pintunya, aku takut lupa nanti main masuk tanpa permisi.”
Bella memukul bahu Ivan, sedangkan Ivan tersenyum usil karena godaannya selalu berhasil membuat wajah Bella tersipu.
Miranda dan Sintia yang menyiapkan koper Bella, jadi Bella sama sekali tidak tahu apa yang ia bawa ke hotel. Lagipula menginap malam ini di hotel juga tidak ada dalam rencananya.
Setelah selesai mandi, kemudian Bella membuka koper yang sudah ada di dalam kamar mandi. Betapa terkejut dirinya waktu membuka satu per satu isi di dalam koper tersebut.
‘Astaga, Mami bawain aku baju apaan. Mana baju tidurku. Kenapa semuanya kurang bahan gini. Aduh, enggak mungkin aku pakai begini di depan Ivan. Namanya bangunin macan tidur. Aduh, gimana dong.’
Bella memakai jubah mandi yang disediakan pihak hotel. Kemudian ia melangkah keluar dengan wajah semerah tomat.
Ivan mengernyitkan dahinya melihat Bella keluar dengan kepala tertunduk dan jarinya-jarinya saling di kaitkan seperti orang kebingungan.
“Kamu kenapa, Ella. Kenapa pakai jubah mandi? Kelupaan bawa baju tidur?”
“Ehm, itu, si Mami. Aduh, gimana bilangnya yah. Kopernya itu…”
“Kopernya kenapa? Mami salah bawa koper atau salah masukin baju?” Masih belum mengerti dengan sikap dan ucapan Bella.
“Ehm, iyah. Mami enggak bawain baju tidur buat aku.”
“Lah terus isinya apa dong?”
“Ish, udah deh jangan dibahas lagi. Ehm, aku boleh pinjam kaos dan celana pendek, enggak?”
Ivan mulai mengerti setelah membaca raut wajah Bella, ia terkekeh kembali memikirkan apa yang sudah di bawa oleh mertuanya untuk Ella. Ingin sekali ia masuk ke dalam kamar mandi dan mencari tahu isi koper Bella.
Tidak tega melihat raut kepanikan di wajah Bella, Ivan masuk ke kamar mandi dan membuka koper miliknya, lalu memberikan satu stel kaos dan celana training untuk dipakai Bella.
“Makasih, aku mandi dulu. Kamu bisa keluar sekarang.”
Bella terpaksa memakai kaos Ivan yang sudah pasti begitu longgar di tubuhnya karena perbedaan tubuh mereka yang lumayan jauh. Tubuh Bella kecil imut bahkan tingginya tidak sampai sebahu Ivan, sedangkan Ivan tinggi dan tubuhnya kekar berotot.
Bella keluar dari kamar mandi dengan pakaian lengkap. Namun bagi ivan pemandangan dihadapannya justru membuat adik omennya bergejolak.
Ivan masuk ke kamar mandi setelah Bella keluar, ia sengaja mandi air dingin untuk menetralkan tubuhnya yang selalu bereaksi setiap kali ia menggoda Bella. Apalagi saat melihat Bella memakai kaosnya yang kelonggaran. Terlihat begitu sexi di matanya..
Di dalam kamar mandi, Ivan menuntaskan rasa penasarannya. Ia membuka koper Bella dan melihat isi di dalam tas itu. Ia tertawa geli terbahak-bahak melihat pakaian kurang bahan yang dibawakan mami mertuanya, dan sudah pasti ulah maminya juga. Sedangkan Bella yang menyadari kalau Ivan sedang memeriksa tas kopernya hanya bisa menutup wajahnya menahan rasa malu.
‘Andai saja Ella mencintaiku saat ini, mungkin ia tidak akan keberatan memakai ini semua untuk malam pengantin kami. Haduh, Mami… Mami… Ada-ada saja idenya.’
Ivan memutuskan untuk berendam untuk menjauhi Bella. Pikirnya setelah selesai Bella sudah tertidur. Bagaimanapun Ivan seorang laki-laki normal. Ia harus menahan hasratnya saat ini, berusaha sebisa mungkin untuk tidak bersikap lancang ke Bella walaupun ia berhak.
‘Ivan mandinya lama yah. Apa dia ketiduran di bathtub? Ah.. Ngapain juga aku khawatirin dia. Kan, aku juga enggak mau belah duren sama dia. Tapi, sampai berapa lama yah dia bisa bertahan sama janjinya. Mana pake buka-buka koper gua lagi. Aduh.. Malu banget.’
Ah, masa bodo, aku ngantuk. Mendingan nonton drama korea aja deh. Ngabisin waktu sampai nanti makan malam.’
Tidak terasa, saat menonton, mata Bella mulai mengantuk. Akhirnya ia tertidur dengan televisi yang masih menyala.
Ivan keluar dari kamar mandi setelah berendam dan menuntaskan hasrat kelaki-lakiannya sendiri dengan sabun mandi dan bantuan tangannya. Bagaimanapun ia tetap laki-laki normal jika berhubungan dengan wanita yang dicintainya. Walaupun mereka sudah sah, Ivan menepati janjinya ke Bella untuk tidak meminta haknya sebagai suami, sampai Bella siap..
Setelah berpakaian, Ivan melihat Bella yang berbaring dengan posisi membelakangi dirinya.
‘Apa dia sudah tidur. Padahal ini malam pertama kita.’ Gumam Ivan sembari tersenyum melihat malaikatnya tertidur dengan posisi membelakangi..