Bab 5

1116 Words
Dengan cepat Roy segera mengurus kepulangan Nesa, ia tak ingin Pak Agus kembali menemuinya dan bertanya hal yang macam-macam. Setelah semua urusan selesai ia menggendong Nesa keparkiran. Dan disaat ia ingin membuka pintu mobilnya ia dikagetkan dengan Leo teman lamanya. "Ngapain lo bro, diBandung ?" Tanya Leo yang memang tahu Roy sudah lama menetap diJakarta. "Sorry bro. Lanjutinnya nanti ajah gue lagi buru-buru nih" Interupsinya ke teman satunya itu. "Aduh buru buru kemana si bro, lo kan baru kali ini ke Bandung main-main dulu lah" Jawab Leo seakan tak memperhatikan raut wajah Roy yang telah mengeras. Sementara Nesa yang sejak tadi sudah didalam mobil menjadi ingin bertanya sambil mengeluarkan kepalanya keluar jendela. "Om.. kita gak jadi pulangyah?" Polos Nesa. Roy sudah sangat emosi sejak tadi jadi sedikit memundurukan wajah Nesa dan membentaknya. "Jangan keluar kalau om tidak minta!" Perintahnya dengan gerakan tangan menoyol dahi Nesa. Nesa seketika syok diperlakukan seperti itu, apalagi tangan Roy mengenai lukanya. Mau tak mau Nesa menangis sesegukkan. "Om..maafin Nesa. Nesa gak akan ngbantah om lagi...hiks.. hiks.. " Ucapnya ditengah isak tangis yang menderu. sementara Leo sendiri seperti tersihir melihat tingkah Roy yang seakan dipenuhi emosi. Dan saat Nesa masih menangis kebetulan pak Agus lewat ia melihat Nesa yang sesegukkan didalam mobil. "Kenapa Nesa sayang" Tanyanya, ia memang sudah mengenal Nesa, anak bos besarnya. Nesa sudah sering ikut sang ayah kekantor karena itu tak ada karyawan yah tak mengenal Nesa. Merasa tak ada jawaban dari bibir Nesa, Pak Agus kembali bertanya dengan Roy yang dibalas dengan tatapan gusar dari Roy. dan seperti sama sekali tak merasa bersalah justru Leolah yang mengatakan penyebab Nesa menangis. "Roy telah membentak dan tak sengaja memegang luka Nesa yang didahi" Ucapnya menjelaskan. Mendengar hal itu Roy langsung melotot sempurna kearah Leo. Temannya ini memang selalu suka ikut campur. Tetapi kenapa sifatnya keluar saat tak tepat seperti sekarang. Sementara Pak Agus tampak marah, matanya memerah ia tak pernah merasa rela jika Nesa diperlakukan tak baik. "Jika anda tak bisa menjaganya, biar Nesa saya yang jaga" Ucapnya dengan jari telunjuk mengarah ke Roy. "Hahahhaaa.... kau? Kau ingin merawat Nesa. Kau bisa apa? Bahkan perkerjaanpun kau tak punya?' Ledek Roy tepat kearah Pak Agus. Sejak keluar dari Mahardika gruop, Agus memang belum mendapatkan pekerjaan lainnya. "Jika itu yang kamu takutkan tenang saja, aku punya beberapa usaha kecil, lagipula aku yakin jika rejeki sudah diberikan Allah kesetiap mahluknya." "Usaha apa yang kau maksud ? Usaha jual botol bekas itu kah ? hahahaa.. Agus.. Agus kau tahu Nesa membutuhkan banyak biaya. Kau tak akan sanggup" Ejeknya dengan senyum miring, merendahkan. "Tapi yang pasti aku tak akan berbuat kasar dengan Nesa" Balas Agus dengan nada tinggi. Kali ini iya tak mau terima begitu saja diperlakukan rendah. Roy yang tersulut emosinya berniat ingin memberikan bogem mentah kearah Agus, beruntung Leo menahannya. "Roy apa yang kau lakukan?" Bentak Leo. "Awas kau Agus!" Ucap Roy dengan amarah yang sudah diujung tanduk, sambil melepaskan pegangan Leo dibadannya. setelah itu Roy pergi meninggalkan Agus dan Leo, ia membawa Nesa berniat pulang kerumahnya, Nesa yang sejak tadi melihat kemarahan Roy jadi takut sendiri. Sepanjang jalan ia tak berbicara sedikitpun. 'Nesa takut ya Allah, Bunda... Ayah... cepet cepet jemput Nesayah" Mohon gadis kecil itu dalam hati. ---- Sesampainya dirumah, Roy langsung disambut oleh Rini. Betapa kagetnya ia melihat siapa yang bersama dengan Roy. "Ne... Nesa..." Gumamnya tak percaya, Rini membawa Roy ke sudut ruangan demi berbicara berdua saja dengan Roy. "Apa yang terjadi, kenapa anak itu selamat ?" Desisnya sambil melihat Nesa dari jauh. "Kau kemarinkan menantang keajaiban, dan inilah keajaibannya.. anak itu selamat dari maut" Ucap Roy asal. Ia masih lelah akibat perjalanan jauh. "Haah.. lalu mengapa kau bawa dia kerumah ini?" Sinis Rini sambil melirik bosan dengan kelakukan suaminya. "Terus menurut mu, apa aku harus membawanya kerumah Dika, dan kita tak tahu apa yang diketahui anak itu. Bisa saja ia akan membocorkan rahasia kita" ucap Roy yang kini terpancing emosinya. "Kau kan bisa membunuhnya langsung tak perlu membawanya kemari" Ide Rini, sementara Roy nampak kaget mendengar hal itu dari bibir istrinya. "Apa.. kau memang sekejam itu kah Rin?" Tanya Roy tak percaya. "Oh yah.. bukankah kamu kemarin juga berniat membunuhnya" Sahut Rini sambil mengelus d**a Roy lembut. Roy merasa seakan dirinya ditarik pada kenyataan jika ia memang pernah berniat membunuh Nesa bersama orangtuanya. "tapi bagus juga gadis itu disini, kita tak akan tahu apa suatu saat ia akan berguna untuk kita" Ucap Rini manja sambil mengalungkan kedua tangannya. "Sementara ia akan tinggal diVaviliun belakang, ia akan aku urus sendiri. Aku pastikan tak akan ada yang tahu ia berada disana. ----- "Nesa.. Nesa... yeee.. Nesa datang" Ucap Rian riang, ia baru saja pulang sekolah. "Jangan dekat Nesa. Rian mulai sekarang kau tak boleh dekat-dekat Nesa" Ancam Rini, membuat Rian menghentikan langkahnya yang ingin mendekat Nesa. "Tapi kenapa Ma, akukan mau main sama Nesa" Rayu Rian ke Rini. "Mulai sekarang kau tak boleh menemui Nesa. Ia sekarang sudah menjadi monster. Ia bukan lagk temanmu" Rian hanya terdiam, ia tak mengerti mengapa Mamanya tak membiarkan ia menemui Nesa, 'Nesa jadi monster? monster seperti difilm-film kah? tapi aku lihat Nesa masih manis seperti biasa' Bathinnya tak terima. Setelah makan malam Rian mengendap endap kekamar yang ia yakini ada Nesa disana, karena sejak sore tadi Nesa belum juga keluar. Dengan membawa kue coklat kesukaan Nesa, Rian mengetuk pintu kamar Nesa. "Nesa.. Nes ini aku Rian" Bisik Rian tak mau diketahui Mamanya, buka pintunya Nesa" "Rian.. Rian tapi pintunya terkunci akupun sejak tadi tak bisa membukanya" Sahut Nesa dari dalam. "Kalau begitu kau buka kaca jendelanya, aku akan memutar jalan" Interupsi Rian ke Nesa. Nesapun mengikutinya membuka dengan susah payah. "Ini Nesa" Ucap Rian sambil memberi kue coklat ke Nesa disela-sela kaca jendela yang terbuka. "Cepat Nesa dimakan, kau sukakan dengan kue coklat" Kembali Rian menginterupsi. Dengan matanya yang tak melihat Nesa karena sibuk berjaga jaga. "Apa kau mencurinya Rian?" Tanya Nesa. Saat mendengar suara panik Rian. "aku hanya mengambil tanpa memberitahu Mama" Jawab Rian polos. "Itu tak boleh Rian, kau tak boleh mencuri bahkan dengan Mamamu sendiri" Nesa teringat nasihat bundanya jika ia tak boleh mencuri apapun. "Cepatlah Nesa, nanti aku keburu ketauan" Kesal Rian, baru saja ia bilang seperti itu tiba tiba Rini sudah berjalan mendekati Rian, Rian yang takut membuang kue itu ke tanah. "Ma...Mama" Ucapnya takut-takut. "Rian apa yang kau lakukan disana! Mama sudah bilang jangan pernah lagi mendekati Nesa." Marah Rini ia bahkan menjewer kuping Rian. "Aww.. awhh.. sak sakit, Ma" Teriak Rian, 'Ini semua karena Nesa, awas saja kau Nesa' Pikir Rian. sementara Nesa merasakan khawatir mendengar teriakan Rian. "Rian.. Rian.. kamu kemana? Kamu kenapa? Paniknya tangannya berusaha menggapai keluar. 'Rian.. maafkan Nesa, Nesa mau kuenya Rian, Nesa lapar... hikss... Hikss" Gumamnya sendiri didalam ruangan yang begitu gelap.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD