Bab 4

1095 Words
Kini Roy sedang menuju kantor polisi yang ditunjuk. Ia tak berniat pulang dulu memberitahukan Rini, istrinya. Rasa penasaran membuat ia terburu buru kesana. Sesampainya dikantor polisi Roy langsung ditemui oleh AKBP Irwandi, orang yang menelpon kerumah Nesa kemarin. "selamat siang Pak, jadi benar anda keluarga dari bapak Dika dan Ibu Naysilla" Tanya AKBP Irwandi. "Saya sahabat Dika sejak lama, saya sudah menganggap Dika layaknya saudara saya sendiri" Jawab Roy gugup. Ia terus saja memainkan jalinan jemarinya, rasa takut ketahuan oleh polisi begitu kuat. "Mengapa anda gugup seperti itu?" Tanya AKBP Irwandi curiga, ia sengaja menjauhkan wajahnya demi melihat setiap pergerakan Roy didepannya. meskipun ia baru beberapa tahun menjabat menjadi POLRI namun AKBP Irwandi orang yang berbakat dalam memecahkan masalah. "tidak.. tidak... saya tidak gugup, hanya saja saya mengkhawatirkan Nesa. Ia sudah saya anggap anak saya sendiri" Kilah Roy. "Hemmm... soal Nesa anda bisa menemuinya dirumah sakit Cinta Hidup jaraknya sekitar 40 menit dari tempat kejadian" "tapi sebagai sahabatnya pak Dika apa anda tahu siapa orang yang menjadi musuh pak Dika sehingga bisa menaruh bom dimobil Pak Dika ?" Kembali AKBP Irwandi mengorek informasi dari Roy. "Enggak.. sa.. saya... gak tahu sama sekali, Dika tak pernah cerita apa-apa kesaya" Dengan cepat Roy menjawab agar ia tak kelihatan gugup. Jika saja disini ada Rini pasti dengan mudah ia lolos dari kecurigaan polisi didepannya. Rini memang orang yang tak terbaca, ia bisa dengan santai bicara bohong. Bahkan terkadang Roy bingung menerka apa yang dibicarakan Rini entah itu kebohongan atau kebenaran. -- Setelah 3 jam Roy diberikan beberapa pertanyaan, akhirnya ia diperbolehkan untuk pulang. Setelah Roy keluar. "aku sepertinya curiga dengan dia" Ucap AKBP Irwandi keteman sejagatnya. "Hemm.. kalau begitu kita harus menyelidikinya" Balas temannya. Roy tidak pulang kerumah, melainkan menuju rumah sakit tempat Nesa berada. Ia ingin lihat bagaimana keadaan Nesa, atau mungkin Dika sebelum meninggal sudah tahu niatnya dan memberi tahu Nesa. Gugup membuatnya berfikir kesegala arah. sesampainya dirumah sakit ia langsung ke ruang pendaftaran demi mencari kamar Nesa. "Nesa Nastiti Mahardika.. anak korban kecelakaan seminggu yang lalu.. dimana.. Sus... kamarnya" Tanya dengan nafas yang tersenggal. Ia lari tadi dari parkiran. "anak Nesa sekarang sudah ada dibangsal anak, gedung C lantai 3 sebelah kiri tuan" Jawab petugas rumah sakit ramah. Tanpa menunggu Roy langsung berlari mencari gedung yang dimaksud petugas tadi. Ia bahkan bertabrakan dengan beberapa orang namun tak ia pedulikan. Sesampainya diruangan Nesa tangan Roy jadi kaku untuk membuka pegangan pintu, jantungnya bergejolak hebat, pikirannya kacau. Bayangan ia menyakiti Dika tiba-tiba muncul. Ia bahkan sekarang ragu mengapa ia sampai melakukan hal itu. Cukup lama Roy terdiam sampai seorang suster bertanya. "Bapak mau besuk?, silahkan pak jam besuk masih ada sekitar setengah jam lagi" Ucap suster dengan senyum tipisnya "Ahk.. iyah baik, Suster" Jawab Roy sambil memasang gigi kuda. perlahan Roy masuk, ditatapnya Nesa yang tengah berbaring matanya masih menggunakan perban, begitu juga kaki kanannya. Terlihat banyak goresan luka pada tubuh kecilnya. Sesaat Roy merasa dirinya begitu buruk. Bagaimana bisa ia ingin menyakiti Nesa juga. Anak yang begitu manis dan penurut. Tangan Roy mulai membelai lembut rambut Nesa. Sepertinya Nesa baru saja tertidur lelap. Sedikit senyuman dari Roy saat melihat nyamannya tidur Nesa. 'Kau memang malaikat kecil, Nak' Gumamnya seraya berbisik. Dokter Marta yang bertugas visit kekamar Nesa tak sengaja menemui Roy yang masih disana. "Anda siapanya Nesa ?" Tanya Dokter Marta. "Sa.. saya Omnya Nesa" Jawab Roy setelah berfikir. "Baik.. kalau begitu saya akan menjelaskan keadaan Nesa sekarang, hemmm... mohon maaf Pak, Nesa mengalami kebutaan akibat kecelakaan tersebut. Kami sudah berusaha menyelamatkan kornea matanya namun tidak berhasil. Kaki kanan Nesa juga mengalami pergeseran tulang. Ini bisa kami atasi dengan dilakukan terapi berkelanjutan." ucap Dokter Marta dengan wajah yang serius. Sementara Roy sesekali menatap Nesa dalam diam, hati kecilnya begitu sakit mengetahui apa yang terjadi dengan Nesa karena ulahnya sendiri. "Terima kasih Dok atas penjelasannya, saya akan berusaha menyembuhkan kaki Nesa, saya akan ikut terapi untuk Nesa. dan soal matanya.. saya akan.... " Kembali Roy terdiam. Satu sisi ia ingin menyembuhkan Nesa seperti sedia kala. Namun ia juga takut jika suatu saat Nesa tahu ia yang telah membunuh kedua orangtuanya. "Kemungkinan Nesa bisa kembali melihat setelah mendapatkn pendonor kornea mata, Pak" sambung dokter Marta yang melihat Roy terdiam, ia pikir laki-laki didepannya bingung apa yang harus dilakukan untuk mata Nesa. "ahk.. iya Dok.. saya pasti akan mencari pendonor untuk Nesa." Jawab Roy mengakhiri pembicaraannya. Dan setelah itu dokter Marta tampak keluar ruangan. Roy yang sendiri duduk ditepi ranjang Nesa. Ia bingung mengapa dilubuk hatinya kini merasakan kesedihan padahal ini semua karena ulahnya. Nesa yang merasakan ada seseorang disebelahnya jadi terjaga. Perlahan tangannya meraba sisi ranjang. "Om Roy.." Ucapnya lemah saat mendengar tangisan Roy disebelahnya. "Ini Om Roykan? Maafyah Om soalnya Nesa sekarang gak bisa melihat" Ceritanya dengan senyum manisnya. Membuat semakin sakitnya d**a Roy melihat Nesa. 'apa yang telah kau lakukan dengan anak secantik itu, kau jahat Roy jahat' Suara hati Roy terus saja menyalahkan dirinya sendiri. "Om.. tahu gak gimana kabar Ayah sama Bunda, Nesa?" Nesa kembali menanyakan keadaan orangtuanya. Sejak sadar dari koma Nesa selalu mencari ayah dan bundanya. "Om.. om.. ini ayahnya Nesa.. mulai sekarang Nesa anggap Om ayahyah Nesa" Pinta Roy, ia tak kuat memberitahu kenyataan Dika dan Naysilla sudah tiada. "Nesa pulang sama omyah, kamu bisa main sama Rian." Bujuk Roy kembali, Nesapun mengangguk lemah. Ia sebenarnya mau pulang bersama orangtuanya. Tapi perasaan sudah tidak betah dirumah sakit membuat Nesa mau pulang dengan siapapun itu. Apalagi ini Roy, om yang sudah dikenalnya lama. Roy meminta ijin agar Nesa dirawat dirumah sakit Jakarta saja. Saat membereskan berkas rumah sakit, Roy bertemu dengan pak Agus. Manager pemasaran yang dulu pernah ia fitnah. "Bapak Roy" Panggil pak Agus setelah yakin siapa yang dilihatnya. "haah.. pak Agus? sedang apa disini?" Jawab Roy kaget, matanya membelalak melihat siapa yang didepannya kini. "saya disini karena anak saya bekerja disini. Bapak sendiri untuk apa kemari ?" Heran pak Agus, bagaimana mungkin Roy yang menjabat jadi CEO baru perusahaan Mahardika sempat ketempat terpencil. Jika hanya butuh rumah sakit bukannya banyak diJakarta. "Emm... Saya..." "Pak ini berkas-berkasnya anak Nesa Nastiti Mahardika" tiba-tiba saja petugas rumah sakit menyela pembicaraan Roy dan Agus. "Nesa.. apa Nesa anak pak Dika. Jadi dia selamat.. alhamdulilah ya Allah. Pantas saja pak Roy kemari. Apa saya boleh mengunjungi Nesa, Pak ?" Respon pak Agus mengetahui Nesa selamat, ia juga sudah mendengar berita kematian Dika. Ia juga amat terpukul dengan kejadian tersebut, dan sekarang kabar bahagia yang ia dengar barusan tak mampu membuatnya berhenti bicara. "Tidak... ahkk.. emmm.. maksud saya jangan sekarang Nesa sedang tidur" jawab Roy gugup. Ia tak ingin ada orang lain yang mengetahui Nesa masih hidup.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD