Tiga

1049 Words
        Kehilangan memori jangka pendek.          Itulah yang dikatakan dokter begitu melakukan pemeriksaan kepada Tita. Akibat lain dari kecelakaan yang menimpa gadis itu, selain luka fisik, wanita itu mengalami amnesia.          Tita mengingat dirinya masih berusia 17 tahun, ia mengingat identitasnya, dirinya, dan segala hal detail tentang dirinya yang masih remaja. Namun ia melupakan seluruh kejadian setelah berusia 18 tahun. Ia tidak mengingat Balqis, statusnya yang sudah menikah dan juga kondisi kedua orangtuanya. Angkasa menghela napas lelah dan menatap istrinya yang sedari tadi menatapnya dengan pandangan malu-malu.             Melihat ekspresi Tita yang mengamatinya bak ABG membuat Angkasa merasa jengah dan tak nyaman.             “Kamu.. “ Tita tiba-tiba berbicara membuat Angkasa kembali menatap wanita berambut pendek itu. “Beneran Angkasa?”             Angkasa mengangguk.             Tita mengangguk dan kembali mengamati pemandangan pria yang mengaku suaminya. Astaga bagaimana bisa ia sudah menikah? Bukankah ia masih SMA? Sejak kapan dirinya dan Angkasa berpacaran?             Tita mendesis merasa sakit kepalanya membuat Angkasa sigap merapat kepadanya dan dengan lembut pria itu mengusap rambut Tita, membuat wajah Tita merona dan bergeser karena malu.             “Kamu beneran enggak inget aku?” tanya Angkasa memastikan lagi.             “Aku inget, kamu Angkasa ketua kelas aku kan? Kita juga sekelas selama tiga tahun dan aku kenal kamu dari SMP,”             “Kamu inget Balqis?”             “Siapa? Adik kamu?”             Angkasa menggelengkan kepalanya. “Anak kita,”             Tita melotot. “Anak? Aku sama kamu??” wajahnya seketika memerah. “Kita bobo bareng dong!”             Angkasa menutup mulutnya guna menahan tawa mendengar kepolosan Tita. Tidak disangka setelah 6 tahun pernikahan ia kembali bertemu Tita versi remaja.             “Kalau hasil pemeriksaan keseluruhannya sudah keluar, besok pagi kamu sudah bisa pulang.”             Tita yang masih disibukan dengan pemikiran ‘bobo bareng’ terkejut merasakan bibir Angkasa yang mengecup keningnya membuat Angkasa semakin tertawa geli.   Mama Amnesia               Tita mengamati rumah mungil bernuansa merah muda di hadapannya. Rumah itu tentu saja bukan apa-apa jika dibandingkan dengan rumah miliknya yang begitu luas dan mewah. Namun entah mengapa rumah mungil dihadapannya membuatnya merasa rindu dan hangat.             “Ini rumah kita,” bisik Angkasa merangkul pinggang Tita.             Tita menegang merasakan pelukan Angkasa, secara refleks wanita itu menundukkan kepala merasa malu.             “Ru-rumahnya kecil,” Tita mengucapkan tanpa berpikir.             “Rumahnya memang kecil, tapi ini pusatnya kebahagiaan kita,” Angkasa menggenggam tangan Tita dan menuntunnya masuk ke dalam rumah. “Itu tanaman hasil karya Mama Tita, setiap pagi kamu rajin menyiramnya.” Ucap Angkasa menunjukkan taman yang dihiasi bunga.             “Aku? Kamu enggak salah? Ngerjain tanaman toge aja aku enggak becus, apalagi ngerawat tanaman bagus kayak gitu!”             “Kamu itu super mom, enggak ada yang enggak bisa dilakuin Mama Tita.”             Tita merona mendengar pujian dari Angkasa.             “A-aku..”             Ucapan Tita terpotong begitu pintu terbuka dan seorang gadis kecil berlari memeluknya diikuti seorang wanita berjilbab yang menatapnya berkaca-kaca.             “MAMA!!!”gadis kecil bernama Balqis itu berseru riang dan memeluk pinggangnya.             Tita tersentak, matanya menatap Angkasa yang memeluk bahunya dan mengecup pipinya.             “Mama udah sehat? Aqis kangen, enggak dibolehin Papa jenguk Mama!” adu gadis itu.             “Kan anak kecil enggak boleh masuk,” ujar Angkasa.             “Tita, kangen banget!!” seru wanita berjilbab memeluknya dengan erat.             Tita menatap seksama wanita dihadapannya. “Yuyun?”             “Iyalah ini Yuyun, kamu kenapa sih Ta?”             Tita mengerjapkan mata. “Yuyun? Kok kamu jadi kayak ibu-ibu sih?”             “Lah aku kan emang udah ibu-ibu, anak aku aja udah tiga.” Jawab Yuyun bingung dengan tingkah laku sahabatnya.             “Lebih baik kita masuk ya,” potong Angkasa dan melirik Yuyun, memberi kide agar nanti mereka berdua berbicara.             “Ayo Mama, Aqis tadi bantuin Tante Yuyun bikin puding.” Gandeng Balqis.             Tita mengamati Balqis dengan seksama. Gadis kecil itu memiliki kulit yang putih, mata hitam dan alis yang tebal seperti Angkasa, dan bibir kecil seperti miliknya.             Tidak bisa diragukan lagi, Balqis adalah anaknya dan Angkasa.             Tita merona dan terkikik geli.             Berarti aku sama Angkasa udah bobo bareng dong!             “Mama kenapa ketawa?” tanya Balqis menatap bingung Mamanya yang sepertinya asyik sendiri.             “E-engga,” Tita menatap Angkasa yang tengah berbicara dengan Yuyun di dapur. Wajah Yuyun terlihat terkejut lalu tak lama wanita itu menatapnya dan kembali menatap Angkasa. Tanpa bertanya Tita tahu jika Angkasa sedang menceritakan kondisinya kepada Yuyun sehingga membuat sahabatnya terkejut.             Perhatiannya kembali menatap isi rumah. Rumah yang ditempatinya begitu sederhana, rapi dan hangat. Tita melirik foto keluarga dirinya, Angkasa dan Balqis yang saling merangkul dengan latar pemandangan pantai. Ia juga melihat beberapa foto dirinya berdua dengan Angkasa di mana Angkasa menggunakan baju toga, lalu beberapa pigura lebih banyak menampilkan foto Balqis dari bayi hingga sekarang.             Lho foto pernikahannya mengapa tidak ada? Ia juga tidak melihat foto keluarga besar dirinya dan keluarga Angkasa.             “Waktu Ma-Mama sakit, Aqis tinggal sama siapa?” tanya Tita canggung menyebut dirinya Mama.             “Sama Tante Yuyun, kadang juga sama Tante Jihan kalau Tante Jihan enggak sibuk,”             “Nenek Kakek?”             Balqis mengerjapkan mata dengan wajah yang lucu, ketika mulut mungil gadis itu akan menjawab, Angkasa dan Yuyun sudah kembali dan duduk bersamanya. Angkasa membawa nampan berisikan minuman dan kue.             “Kamu belum makan lagi kan? Aku sama Balqis beli makanan dulu di luar, kamu enggak apa-apa kan di sini sama Yuyun?”             Tita mengangguk.             “Ayo sayang temanin Papa,” ucap Angkasa menggandeng tangan Balqis, sebelumnya ia melirik Yuyun.”Titip Tita ya,”             “Beres pak Ketu!”             Begitu Angkasa dan Balqis pergi menggunakan motor, Tita menatap sahabatnya. “Yun,”             “Kamu beneran enggak inget?” tanya Yuyun.             “Inget apaan?”             “Ya inget kalau kamu udah nikah,”             Tita mengerucutkan bibir. “Boro-boro, aku kaget bangun-bangun dibilang udah punya suami. Seinget aku, aku itu lagi ngejer Angkasa buat kasihin PR fisika yang ketuker sama buku les aku!”             Yuyun menatap Tita tidak percaya, “Itu kan udah lama banget!”             “Yun kok aku bisa nikah sama Angkasa sih? Kapan pacarannya? Perasaan dia kan agak jutek sama aku, tapi sekarang ya Allah.. dia perhatian dan romantis banget! Dia deket aku aja, aku deg-degan banget.”             Yuyun terkikik mendengar cerita Tita yang menggebu-gebu bak ABG.             “Kalian pacaran sebelum lulus SMA kok,” jawab Yuyun mengenang kisah cinta sahabatnya.             “Sebelum lulus SMA? Terus-terus Angkasa nyatain cintanya gimana?”             Yuyun menggaruk tengkuknya. “Hm.. yang nembak kan kamu,Ta.”             “APA??”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD