Bab 1: Troy and Disa

1198 Words
Disa sangat mengantuk saat mendengarkan Pak Dudung bercerita tentang sejarah penjajahan Jepang di Indonesia. Rasanya sejak SD sampai sekarang, materi itu selalu diulang. Membuat Disa sangat bosan. Dia sudah hapal materi itu luar kepala. Disa adalah tipe orang yang ingatannya sangat kuat. Dia tidak pernah belajar larut malam, tapi nilai ujiannya selalu di atas delapan. Dia hanya mengandalkan ingatan saat gurunya menjelaskan di kelas. Berbeda dengan Disa, Troy tipe orang yang tekun. Setiap jam sembilan malam, dia selalu mengulang materi yang dipelajari di sekolah pada hari itu. Dan nilai ujiannya jauh lebih memuaskan dari Disa. Troy tidak pernah mendapat nilai di bawah sembilan. Seandainya Disa rajin belajar, mungkin ia bisa mendapat nilai yang lebih tinggi dari Troy. Tapi, sayangnya Disa sudah cukup puas dengan nilainya. Dia tidak serakah. Atau tidak ambisius? Atau, mungkin dia memang tipe orang yang tidak suka belajar di rumah. Saat di rumah, dia lebih suka menonton TV atau tidur. Itu lebih menyenangkan baginya. Troy melirik Disa yang kepalanya berkali-kali seperti mau jatuh karena mengantuk. Troy menaruh jaketnya di atas meja, tepat di hadapan Disa. Perempuan itu mengernyit, melihat jaket Troy di hadapannya. Ia melirik Troy bingung. "What?" "Tidur aja," kata Troy dengan senyum kecil andalannya. "Entar gue ditimpuk Pak Dudung, Troy." Disa sedikit kesal, tapi jaket Troy di hadapannya terlihat sangat nyaman untuk dijadikan bantal. "Tenang, udah, lo tidur aja," ucap Troy yakin, dan Disa pun menuruti perintah Troy. Disa menaruh kepalanya di meja, sambil menjadikan jaket Troy sebagai bantal. Nyaman banget, wangi Troy. Disa diam-diam tersenyum. "Eh, itu Disa kenapa malah tidur? Tidak sopan!" Disa ingin bangun dan meminta maaf pada Pak Dudung. Tapi, tangan Troy menyentuh punggungnya dan mengusap perlahan. "Disa lagi sakit, Pak. Maaf ya, Pak." Troy meringis bersalah pada Pak Dudung. "Kenapa tidak ke UKS saja?" Troy berpikir cepat. "Erm ... Disa bandel, Pak. Katanya tanggung, sebentar lagi juga pulang. Jadi, izinkan dia tidur aja ya, Pak?" Pak Dudung akhirnya mengangguk. "Yasudah, semoga Disa cepat sembuh. Kamu nanti jelasin ke Disa ya, kalau dia tidak mengerti," ujar Pak Dudung lalu kembali menjelaskan materinya yang sempat terhenti. Disa memiringkan kepalanya, agar bisa melihat Troy yang serius menyimak Pak Dudung. "Thanks, Troy," lirih Disa pelan, seperti berbisik. Troy lagi-lagi tersenyum pada Disa. "Itu gunanya sahabat, right?" *** "Gue ada latihan band, lo pulang duluan aja, Dis." Disa langsung cemberut mendengar hal itu dari Troy. "Lama, ya? Gue maunya bareng lo. 'Kan jadi hemat ongkos." Troy mengacak rambut Disa dengan gemas. Hemat ongkos, katanya? "Sebenernya nggak lama, cuma dua jam. Mau nunggu?" tanya Troy lembut. "Oke!" Disa langsung mengamit lengan Troy dan menyeretnya berjalan ke ruang studio musik sekolah. "Sorry, Guys. Gue telat lima menit, ya?" tanya Troy saat memasuki studio musik. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sebenarnya ia gugup, karena ada Nico. Serius, Troy sangat gugup setiap berhadapan dengan Nico. Padahal Nico terlihat begitu tenang. "Santai, Bro!" Nico menepuk bahu Troy, lalu matanya melirik perempuan yang ada di belakang Troy. "Disa? Hei! Lo ngapain di sini? Nyari gue?" Disa memutar bola matanya. "Pede banget. Gue nungguin Troy. Gue pulang bareng dia," ujar Disa ketus dan cuek. Dia bahkan tidak mau menatap Nico. "Oh, Troy ini pacar lo?" tanya Nico sinis, dan memandang Troy tidak suka. Merasa suasana tidak nyaman, Troy pun menjawab, "Kita sahabatan. Tetangga dari kecil juga. Makanya kita pulang bareng terus." Troy berucap sangat datar dan yakin. Dia terus menatap Nico dengan berani, walau sebenarnya gugup. "Oh, sahabat. Gue kok bisa lupa, ya? Padahal kalian cukup terkenal." Nico kembali memandang Disa yang masih terlihat sangat jutek. "Syukurlah, kalau kalian cuma sahabat." "So? Kapan kita mulai latihan? Pentas seni itu minggu depan, 'kan?" tanya Troy lalu berjalan mengambil gitar. "Ayo, Nic. Kenapa lo masih berdiri di situ?" Nico menghela napas dan berjalan ke standing mic. Dia mengedipkan satu matanya pada Disa, lalu Disa pun berlagak muntah. Sangat lucu di mata Nico, hingga membuatnya terkekeh. Disa dengan santai duduk di kursi dan melihat band Nico latihan. Tapi, Disa tidak melihat Nico ataupun personel yang lain. Band yang bernama Crazy Four itu terdiri dari empat personel. Nico, Troy, dan kedua i***t. Maaf, bukannya Disa kasar. Tapi, kedua orang lagi itu memang i***t. Kenapa Disa menyebutnya begitu? Nanti juga kalian akan tahu. Yang pertama, bernama Bram, ia pemain bass. Bram memiliki ukuran tubuh yang kecil dan tidak terlalu tinggi. Dulu, dia sering di-bully. Tapi, semenjak bergabung di band, ia berhasil membuktikan dirinya berbakat pada semua orang yang menghinanya. Keren, tapi ada sisi konyol Bram yang sering membuat Disa geleng-geleng kepala. Yang kedua, adalah Guntur, ia pemain drum. Dan berbeda dengan Bram, Guntur sangat tinggi. Dia juga sering mengaku sebagai kembarannya Niall Horan. Makanan kesukaan Guntur adalah pizza, dia bisa menghabiskan satu kotak pizza dalam waktu singkat. Percayalah. Jika Bram konyol, sebenarnya Guntur sepuluh kali lebih konyol. Disa terus mengabaikan Nico, serta kedua i***t itu. Matanya hanya melihat Troy yang sedang memetik gitar sambil bergumam pelan. Disa tahu, suara Troy saat bernyanyi jauh lebih baik dari Nico. Kenapa Troy hanya mau menjadi gitaris, sih? "Troy! Yang bener, dong! Gue jadi salah nada karena lo nggak becus!" Disa langsung berdiri dari kursinya saat Nico membentak Troy. "Heh! Troy nggak salah, suara lo aja yang sumbang. Bikin sakit kuping," kata Disa cukup keras dan berani. Nico dengan cepat berjalan menghampiri Disa. "Apa lo bilang? Sumbang? Gue vokalis! Suara gue bagus, dasar—" "Stop. Oke, memang gue yang salah. Jangan marahin Disa, Nic." Troy menyela Nico. "Ayo, lanjut. Sorry sekali lagi." Troy pun kembali memetik gitarnya dan Nico kembali ke tempatnya untuk bernyanyi. Disa menatap Nico dengan geram. Padahal Disa yakin, Troy tidak salah. Permainan gitar Troy sempurna. Nico yang sebenarnya tidak becus bernyanyi. Malah kayak orang kesurupan karena teriak-teriak. Band apa, sih, ini?! Disa menarik tangan Troy saat mereka semua mengatakan waktunya istirahat. "Ikut gue," kata Disa sambil terus menyeret tangan Troy hingga keluar dari studio. "Kenapa, Dis?" "Lo yang kenapa, Troy?! Nico yang salah, bukan lo. Dia tadi salah nada, apa lo nggak sadar?" Disa benar-benar kesal dengan Nico. Hingga tanpa sadar jadi marah-marah pada Troy. "Sadar, tapi gue nggak bisa apa-apa, Dis. Dia ketua band. Gue cuma gitaris, dan gue nggak bisa ngeluarin dia dari band." "Lo terlalu baik, Troy. Oke, dia nggak bisa keluar dari band. Tapi, kenapa tadi lo ngalah gitu? Gue belain lo, Troy!" Disa memegang kedua lengan Troy, mencengkramnya cukup kuat. "Thanks, tapi gue nggak bisa diem aja saat Nico hampir ngehina lo macem-macem. Jadi, lebih baik gue ngalah. Ngerti?" Troy terkejut saat Disa memeluknya tiba-tiba. "Dis?" "Kenapa lo baik banget sih, Troy?" Troy mengusap kepala Disa dengan lembut. "Lo sahabat, sekaligus adik perempuan yang harus gue jaga. Nggak ada yang boleh nyakitin lo, Dis." "Oh, gue naik pangkat jadi adik lo, nih?" Disa berusaha terkekeh, walau hatinya terasa seperti teriris. "Naik pangkat? Maybe yes. Lo lucu sih, kadang gue mau jadiin lo pajangan di kamar." Disa tertawa lalu mendorong Troy pelan. "Nggak konsisten. Tadi adik, sekarang pajangan!" "Suka-suka, dong!" Disa tersenyum lebar lalu memeluk Troy lagi. "Gue sayang lo, Troy," lirih Disa menahan air matanya. "Like little sister love her brother, right?" Troy terkekeh. "That's right." Mereka berdua lagi-lagi tertawa bersama. Namun, salah satunya ternyata menyimpan luka seorang diri. Kapan lo bisa sadar sama perasaan gue yang sebenarnya, Troy?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD