3

1883 Words
Mil berjalan gugup menuju meja kerjanya. Dalam hati ia berdoa semoga di hari pertamanya bekerja, ia tidak melakukan kesalahan yang fatal. Mil juga berdoa, semoga ia nyaman berada di tempat barunya. Mil baru pertama kali bekerja yang bersifat kontrak seperti ini. Selama ini Mil hanya bekerja sesuai keinginannya. Entah itu dalam dunia mode ataupun pendidikan. Namun kini, Mil memiliki waktu sebulan masa percobaannya sebelum Mil benar-benar akan menjadi guru di sekolah ini. "Hai! Guru baru ya?" Perempuan dengan wajah hitam manis menyambut kedatangan Mil dengan senyum ramah di wajahnya. "Iya, Bu. Nama saya Emila." Mil tersenyum menunjukkan deretan giginya yang rapih. "Saya Jessy. Miss Emil umur berapa?" tanya Jessy setelah menjabat tangan Mil. "Dua puluh enam, Bu." "Wah ternyata kita seumuran. Jangan panggil ibu, deh. Aku ngerasa tua jadinya. Panggil Miss aja. Biasanya guru lain saling panggil begitu." "Oh begitu. Semoga kita bisa akrab Miss Jessy." Mil kembali menunjukan deretan gigi putihnya membalas senyuman tulus dari Jessy. "Semoga kamu betah, ya kerja disini. Tenang aja. Kita semua baik kok. Nanti siang aku ajak kamu kenalan sama yang lainnya." Mil tersenyum senang. Hari pertama bekerja ternyata tidak buruk juga. Jessy terlihat gadis yang baik dan menyenangkan. Mil berharap pekerjaannya ini akan membawa hal baik untuknya. Terutama perekonomiannya. *__* "Hari ini Mil yang bunda banggakan itu sudah mulai masuk kerja. Tapi masih masa percobaan satu bulan. Cuman itu yang bisa Leon lakukan. Kalau dia memang pantas menjadi guru di sana, Leon tidak akan menghalangi," kata Leon menyuap sendok terakhir sarapan paginya. Sejak hari dimana Bundanya meminta Leon untuk membiarkan Mil bekerja di sekolahmnya, laki-laki itu belum kembali ke apartemennya. "Terima kasih anak bunda yang sangat tampan. Bunda yakin, Mil pasti mampu dan cocok mengajar di sana. Apalagi mengajar siswa SD. Mil itu terlihat sangat penyayang. Cocok dengan anak-anak." Sarah menjawab sembari tersenyum dengan begitu lebar. "Sepertinya bunda sangat senang dengan Mil Mil itu. Apa dia cantik?" Rey bertanya di sela suapannya. "Tidak secantik mantan-mantan kamu dan Leon. Hanya saja wajah Mil enak dilihat. Dia juga begitu manis dan menggemaskan." Sarah kembali bercerita begitu semangat sembari membayangkan wajah Mil saat ini. "Sepertinya bunda akan sangat bahagia jika Mil menjadi bagian keluarga kita." Rey melirik jahil adiknya yang tengah menatapnya tajam. "Tentu saja bunda sangat bahagia!" Jawab Sarah lebih semangat. "Bunda, tolong, aku akan bicara sekarang agar bunda tidak memaksa nantinya. Aku tidak mau dijodohkan dengan Mil Mil kesayangan bunda itu." Leon bersuara. Dia harus mewanti-wanti hal ini dari sekarang. Sebab Bundanya bisa meminta lebih dari ini jika Leon tidak menolaknya dari sekarang. Sarah menaikkan alisnya. Dia memang menyukai Mil, tapi tidak berniat menjodohkan Mil dengan putranya yang temperamental itu. Kasian Mil jika harus menghadapi Leon yang galak seperti singa. Sepertinya suaminya memang tidak sia-sia memberi nama Leon pada putra bungsu mereka. Terbukti sekarang Leon memang seperti singa. "Kamu gak usah kegeeran. Bunda juga gak akan tega sama Mil kalau harus punya suami galak kayak kamu." Jawab Sarah dengan raut wajah kesalnya. Leon mendengus disertai cekikikan Abang dan kakak iparnya. "Leon ada rapat di restoran pagi ini." Leon bangkit dari duduknya masih dengan kikikan Abang dan kakak iparnya. Selain mengelola Yayasan peninggalan ayahnya, Leon yang memang berprofesi sebagai koki sebenarnya memiliki beberapa restoranya sendiri. Restoran Kita yang dibangun di Bandung pertama kali lima tahun yang lalu kini sudah memiliki 3 cabang dengan dua yang ada di Jakarta dan Bogor. Awalnya Leon menolak untuk memegang Yayasan. Dia tidak begitu tertarik dengan dunia pendidikan. Hanya saja, Rey sudah menentukan cita-citanya menjadi pilot yang pasti sangat jarang menetap di Jakarta untuk mengawasi Yayasan. Maka dari itu, Leon lah yang sekarang bertugas untuk mengelolanya. Tepatnya setelah tiga tahun lalu kepergian sang ayah. *__* Hari pertamanya mengajar, Mil tidak begitu banyak ambil pusing. Murid-muridnya cukup bisa diajak berkompromi dan tidak membangkang. Mil menyelesaikan tugas pertamanya mengajar Bahasa Inggris pada siswa kelas 4 SD dengan lancar. Tidak terlalu susah sebenarnya. Murid-murid di sini berasal dari kalangan berada dan Bahasa Inggris tidak seperti bahasa yang asing bagi mereka. Meski ada beberapa siswa yang masih kesulitan, Mil mampu mengatasinya dengan baik. Kembali ke kantor, Mil duduk di mejanya dan menyusun bahan ajar yang akan digunakannya untuk kelas selanjutnya. Bekerja dalam instansi seperti ini tidak terlalu sulit. Kurikulumnya sudah jelas dan Mil hanya perlu menyesuaikannya dengan materi dan bahan ajar yang menyenangkan serta mudah di serap untuk anak usia SD. Sebenarnya ketimbang mengajar di desa dulu, mengajar di sini lebih mudah. Tapi mungkin Mil tidak sebebas ketika mengajar di desa. Banyak sekali aturan-aturan ketat yang harus Mil penuhi. Seperti cara berpakaian, perilaku, sikap, dan sebagainya. Karena memang seperti itulah hakikatnya guru adalah seorang yang digugu dan ditiru. "Miss Emil, udah, kerjanya nanti aja. Waktunya makan siang. Ayok ke kantin." Jessy menghentikan kegiatan gadis itu menarik tangan Mil yang segera merapihkan tumpukan kertas itu di atas mejanya. Setelahnya mereka berjalan menuju kantin khusus staf dan pengajar sembari berbincang asik di sepanjang jalan. "Jadi gimana mengajar hari pertama?" tanya Jessy saat mereka sudah memesan makanan. "Sebenarnya masih ada yang belum Saya mengerti dan terbiasa. Tapi sepertinya lambat laun Saya paham. Walau sedikit berbeda dengan mengajar anak-anak di desa." Mil memang sudah bercerita pada Jessy sebelumnya mengenai pekerjaannya dulu. Jessy menganggukkan kepalanya paham. "Kalau masih ada yang bingung, jangan sungkan buat nanya, ya. Oh iya, Saya mau kenalin Miss Emil sama yang lainnya. Tunggu sebentar, ya." Jessy melambaikan tangannya kepada tiga orang yang baru saja memasuki kantin. Mil hanya menganggukkan kepalanya. Tadi memang dia tidak sempat berkenalan dengan yang lainnya karena langsung mencoba fokus dengan pekerjaannya. "Nah mereka datang." Jessy dan Mil melihat kearah 3 orang yang mendekat pada mereka. "Oke, jadi Saya kenalin sama Miss Emil satu persatu ya. Yang baju biru, namanya Miss Sofie, dia itu Mahmud yang masih suka lirik-lirik cogan lewat. Jangan ditiru." Sofie hanya tersenyum tanpa dosa dan segera menjabat tangan Mil. "Yang cantik tapi muka songong itu, namanya Miss Yunita, dia wali kelas 4 A." Yunita yang dibicarakan hanya mendengus jengkel. "Yang satu lagi yang paling ganteng diantara kita, namanya Mr Amar dia guru olahraga. Jangan sampe naksir sama dia karena dia itu playboy kacangan." Seperti Sofie, Amar tertawa saja mendengarnya. Sebenarnya Amar bukan playboy. Hanya Jessy saja yang menganggapnya seperti itu. "Oh iya, saya mau kasih tau kamu info paling penting di sini." Mil memerhatikan wajah Jessy serius. "Kalau kamu ketemu pimpinan yayasan, jangan sekali-kali natap wajahnya. Kalau kamu lakukan itu, siap-siap dipecat." Jessy mendramatisir dengan wajahnya yang seakan mengerikan. "Gausah lebay!" celetuk Yunita. Sofie tertawa, "Pimpinan kita itu tampan. Tapi dia gak suka liat pegawainya menatap dia kayak manusia gak makan satu minggu. Kamu ngerti kan?" "Maksudnya?" tanya Mil tidak mengerti. "Iya, jadi intinya, PakPim gak suka ada perempuan yang ngeliatin dia kayak gak pernah liat cowok sebelumnya." Jelas Jessy lagi. "Jadi intinya, gak boleh naksir sama beliau, begitu?" tanya Mil memastikan. "Yaps! Betul sekali!" jawab ketiga perempuan itu kompak. Hanya Amar saja yang hanya memerhatikan sambil menggeleng kepala. Dalam hati ia mengasihani Leon yang notabene adalah teman SMA-nya. Kalau reputasi laki-laki itu dimata kariawannya saja seperti ini, Amar sangsi bahwa Leon akan segera bertemu dengan jodohnya. "Ah iya. Di sini juga kita ada rapat bulanan bersama pimpinan. Rapat khusus guru-guru SD sih. Sebenarnya biasanya rapat per-3 bulan sekali khusus guru-guru SD terus rapat semester bersama seluruh guru SD-SMA. Tapi sekarang diubah jadi rapat khusus sebulan sekali, rapat umum 3 bulan sekali. Sekalian bahas perkembangan murid-murid juga. Miss Emil pasti ngerti sekarang lagi marak-maraknya perundungan. Pak Bos gak mau sampe kecolongan ada muridnya yang melakukan perundungan terus jadi viral di media sosial. Kan itu artinya kita juga sebagai tanaga pengajar yang gagal kalau sampai ada salah satu siswa kita yang melakukan perbuatan itu." Jelas Jessy lagi. Mil menganggukkan kepalanya mengerti. *__* "Hari ini rapat perdana Miss Emil. Jangan gugup dan ikutin aja alurnya, oke? Kalau PakPim nanya cukup jawab dengan tenang. Walau PakPim lebih suka banyak tanya sama wali kelas, tapi kadang-kadang juga sering tanya secara random." Jessy berkata saat mereka akan berjalan menuju ruang rapat yang ada di gedung manajemen. Letaknya tidak begitu jauh dari gedung SD. Namun cukup jauh jika dilewati dari gedung SMA. Sudah 20 hari Mil menjadi tenaga pengajar di Yayasan ini. Tepatnya di sekolah dasarnya. Dan ini pertama kalinya Mil akan mengikuti rapat bulanan. Kali ini Mil cukup gugup. Mil pernah menghadiri rapat para guru sewaktu mengajar di Maluku dulu. Namun atmosfer rapat kali ini terasa berbeda. Penjelasan Jessy mengenai pimpinan mereka tiba-tiba saja membuat Mil takut. Bagaimana kalau dia tiba-tiba ditanya dan tidak bisa menjawab? Bagaimana kalau Mil gagal di masa percobaan ini? "Cepat, Pak Leon udah datang." Jessy menarik tangan Mil untuk berjalan lebih cepat. Kemudian berhenti di depan lift dan menundukkan kepalanya saat Leon berjalan melewatinya. Hal itu terang saja langsung ditiru oleh Mil yang baru kali ini melihat pimpinan tempatnya bekerja itu. Mil langsung menundukkan kepalanya tanpa melihat wajah beliau yang katanya tampan itu. *__* Leon masih terus menatap Mil yang tengah berbicara di ruang rapat. Dia masih mengingat saat tadi bertemu Mil di depan Lift dan perempuan itu hanya menundukkan kepalanya hormat tanpa menunjukkan wajah bahwa dia mengenal Leon sebelumnya. Apa sebenarnya perempuan itu sudah tahu bahwa ini adalah perusahaannya? Jadi kemungkinan dugaannya itu benar bahwa Mil lah yang merayu bundanya agar ia diterima bekerja di sini. Leon harus cepat menyelidiki ini sebelum kejadian Helga terulang kembali. Dia tidak akan kecolongan lagi dengan membiarkan orang asing masuk ke dalam keluarganya dan menghancurkan keluargnya. Leon memang sengaja bertanya kepada gadis itu tentang pekerjaannya yang sudah berjalan selama 20 hari di sekolah ini. Leon ingin memastikan bahwa perempuan itu memang layak menjadi tenaga pengajar disini. Bukan hanya semata-mata karena memanfaatkan koneksinya dengan sang bunda. Namun jika Leon perhatikan, sepertinya Mil tidak buruk juga dan cukup kompeten untuk mengajar di sini. Leon memang hanya menugaskan gadis itu untuk mengajar Bahasa Inggris di kelas 4 yang berjumlah 5 kelas dengan satu kelas terdiri dari 20 murid. Tapi sepertinya Mil cukup baik karena perempuan itu seperti sudah mengenali cukup baik karakter 100 muridnya dalam waktu kurang dari satu bulan ini. *__* Sebulan berlalu. Sudah selama itu pula Leon mengamati Mil dan juga sudah sebulan lebih gadis itu mengajar di sekolahnya. Mil juga sudah resmi menjadi pengajar tetap di sana satu hari yang lalu. Tidak ada yang aneh dari gadis itu. Ia berbaur seperti pengajar lainnya dan kinerjanya juga dapat dikatakan bagus. Juga, tidak ada tanda-tanda bahwa perempuan itu sudah membuat keonaran di dalam sekolahnya. Seperti menggoda laki-laki, misalnya. Hubungan Mil dan bundanya juga masih baik-baik saja. Tidak mengalami peningkatan atau pun penurunan. Yang Leon tahu, mereka hanya sering bertukar sapa lewat ponsel dan tidak bertemu sejak sebulan yang lalu. Leon tahu karena setiap dia datang ke rumah utama, Bundanya itu pasti akan bercerita tentang Mil yang bercerita kesehariannya tentang pekerjaan barunya. Entah mengapa, kedekatan kedua perempuan itu terkadang membuat Leon merasa tertanggu. Namun yang Leon bingung, Mil tidak pernah menunjukkan raut wajah bahwa perempuan itu pernah bertemu Leon sebelumnya. Atau Mil lupa dengannya? Ah mustahil! "Bunda sepertinya sedang bahagia," kata Rey sembari menyantap makan malamnya. Kakaknya itu kebetulan sedang off dari pekerjaannya. "Tentu saja. Besok Mil janji akan main kesini dan kita akan memasak bersama!" Leon yang saat itu ikut makan malam di rumah utama mengalihkan tatapannya pada Sarah yang memekik girang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD