4

1580 Words
"Cara kamu memotong tahu cukup aneh, Mil. Itu berantakan!" Dira kembali memekik frustasi melihat Mil yang hanya memamerkan senyum lebarnya. "Maaf kak. Tapi Mil selalu lupa cara yang kakak ajarin." Mil mengelak membuat Dira kembali berdecak. "Aku yakin, kalau kamu sama Bunda hanya masak berdua, pasti masakan kalian aneh." Kali ini Dira menyindir mertuanya. Sarah hanya mengangkat bahunya santai. Sudah biasa baginya melihat sang menantu mengomel saat ia menyentuh dapur. "Yaudah lah. Terserah kalian berdua aja. Dira mau santai aja dari pada stres di dapur." Dengan wajah masam Dira beranjak dari sana. Sarah tersenyum geli melihat tingkah menantunya itu. Wanita paruh baya itu tidak akan pernah sakit hati akan hal itu. Menantunya memang akan selalu masam jika mengajarinya memasak. Lagipula Sarah memang tidak handal dalam hal itu. Jadi dia tidak akan sakit hati dengan menantunya. Apalagi dia sudah mengenal Dira dari kecil. "Gausah pikirin Dira. Dia memang sensitif kalau masalah dapur." Kata Sarah sembari tersenyum menenangkan kearah Mil yang dibalas senyum kecil oleh gadis itu. "Oh iya, kamu bisa masak kan, Mil? Dira udah gak ada di dapur dan kalau masakan kita gak selesai, kita gak akan makan siang." "Sebenarnya Mil suka masak tante. Tapi Mil kurang suka diatur kalau masak. Karena masak itu menurut Mil seperti karya seni. Gak ada orang yang suka dikasih arahan kalau lagi berkarya. Benarkan?" Terang gadis itu. Sarah tersenyum puas seolah merasa sependapat dengan Mil. Padahal ia tidak tahu apa hubungannya seni dengan masak. "Ya, kamu benar sekali!" Sarah memekik girang. "Mungkin memang nanti bentuknya sedikit aneh. Tapi Mil jamin rasanya enak." *__* Mil dan Sarah menatap antusias pada Dira yang tengah mencicipi rasa masakan karya mereka -maksudnya Mil. Rasanya mendebarkan seperti sedang ikut kompetisi. Sarah tak kalah antusiasnya sejak tadi. Padahal bukan ia yang menyiapkan semua ini. Sarah hanya mengajak Mil berbicara selagi gadis itu mengerjakan karya seninnya. Sarah sadar diri, tangan-tangan indahnya sama sekali tidak cocok di dapur. "Hm.. Rasanya lumayan enak selain bentuknya yang aneh." Dira berkomentar setelah mencicipi beberapa makanan yang terletak di atas meja makan itu. Mil menghembuskan napasnya lega. Ia memang sudah memprediksi ini sebelumnya. "Dira percaya pasti bunda yang potong-potong sayur ini, kan?" Dira menodong Sarah. Hasil makanan-makanan ini memang tidak buruk. Hanya saja tampilannya begitu aneh. Aplagi bentuk potongan sayuran yang menurut Dira tidak pada porsinya. Sarah yang dituduh seperti itu menggeleng keras. "Bunda gak ada kerja di sana. Itu semua karya Mil. Lagian berkarya itu lebih baik sendiri, Iya kan, Mil?" Penuturan yang semakin lama semakin ngaco yang malah ditanggapi anggukkan oleh Mil. "Sebenarnya Dira lebih percaya gak ada campur tangan bunda di sini," ujar Dira kemudian ketiganya tertawa. Dira menatap Mil dengan kagum. Baru pertamakali dilihatnya ibu mertua sekaligus tetangganya sejak kecil begitu menyukai orang asing. Apalagi perempuan. Tapi Sarah memang tidak salah menilai orang. Mil terlihat begitu polos dan menyenangkan. Baru pertamakali terlibat perbincangan hangat saja Dira sudah merasa nyaman dengan gadis itu. Mungkin inilah yang dirasakan ibu mertuanya saat bersama dengan Mil. *__* "Mil kamu harus sering-sering main kesini. Harusnya kamu nginep aja. Ini udah malem." Sarah berjalan berdampingan dengan Mil dan Dira yang ada di belakangnya menuju pintu keluar. "Masih jam 8, tante. Mil masih berani pulang sendiri," jawab Mil. "Mil pulang ya, tante. Makasih buat makan siang dan malamnya. Maaf untuk Kak Dira karena Mil udah hancurin dapurnya." Mil tersenyum di akhir kalimatnya membuat Dira tertawa. Seharian dengan gadis itu membuatnya yakin bahwa Mil memang perempuan baik-baik. Pantas bundanya begitu senang dengan gadis itu. Setelah pamit, Mil segera berjalan menuju gerbang dan berhenti saat sebuah mobil juga berhenti di depan gerbang. Ia melihat ke arah supir yang hendak turun. Dengan cepat ia membuka lebar gerbang itu sehingga supir itu tak perlu turun. Mil tersenyum membalas ucapan terimakasih melalui klakson mobil yang dibunyikan oleh seorang bapak-bapak yang ia perkiraan berada pada usia pertengahan 40. Setelahnya ia langsung pergi meninggalkan rumah itu. Hari ini benar-benar menyenangkan. Tante Sarah dan Dira sangat menyenangkan dan asik menurutnya. Mil langsung menyukai dua teman barunya itu. Leon yang ada di kursi penumpang belakang turun setelah mobil mendarat di depan rumah. Laki-laki itu melirik ke belakang sekilas yang sudah tidak ada perempuan itu di sana. Lalu beranjak mendatangi Sarah dan Dira. Dia yakin sekali, perempuan itu adalah Mil. Staf pengajar di sekolahnya sekaligus teman baru Ibunya itu. Perempuan yang berpotensi untuk menghancurkan hidupnya. "Itu Mil yang bunda sering ceritakan itu?" Tanyanya. "Iya. Guru di sekolah kamu, kan? Masa lupa." Sarah langsung masuk meninggalkan Leon yang masih terdiam di depan pintu. Bundanya itu memang aneh. Masa mengacuhkan anaknya sendiri karena Leon masih tidak percaya dengan Mil. Terkadang ia bertanya sendiri, sebenarnya anak Sarah itu, Mil atau Leon? "Perempuan itu ngapain kesini bunda?" tanya Leon sembari mensejajarkan langkahnya dengan sang bunda. Laki-laki itu masih belum puas dengan dengan jawaban sang bunda terkait kedatangan perempuan yang berpotensi menghancurkan hidupnya itu. "Bunda yang undang dia kesini," jawab Sarah jutek. Leon semakin mengerenyitkan dahi. Gadis asing itu sepertinya sudah telalu jauh masuk ke dalam keluarganya. Leon harus lebih berhati-hati. Dia tidak akan kecolongan lagi dengan membiarkan orang asing menginterfensi keluarganya dan membuat keonaran. Baginya, Mil sama saja seperti perempuan-perempuan pengacau di luar sana yang perlu dan harus selalu diwaspadai. *__* Seminggu sejak kedatangan Mil kerumahnya, Leon semakin geram dengan perempuan itu yang kini semakin dekat dengan bundanya. Bukan hanya bundanya, kakak iparnya pun jadi ikut menyukai perempuan itu. Dari pengamatan Leon selama sebulan ini memang belum menemukan kejanggalaan tentang gadis itu. Gadis itu tinggal seorang diri di kosan yang pernah Leon datangi menjemput bundanya. Lalu orang tua gadis itu tinggal di Medan. Dia juga tidak banyak memiliki teman selain teman kerjanya. Yang Leon tahu juga, Mil selalu pulang ke kostannya setelah mengajar. Setiap hari sabtu, ia tidak akan keluar dari kamar kostannya kecuali membeli sesuatu. Entah apa yang dilakukan perempuan itu di dalam. Lalu pada hari Minggu, gadis itu keluar untuk menonton film di bioskop, kemudian langsung pulang kembali ke kostannya. Aktifitas yang membosankan untuk dijalani perempuan diusianya seperti sekarang. Dan satu lagi, Mil tidak pernah terlihat bersama laki-laki hanya berdua. Alias, jomblo. Dan masih banyak lagi hasil pengamatan Leon tentang gadis itu. Leon memang sengaja memata-matai gadis itu secara langsung. Disela kesibukannya yang super sibuk mengurus yayasan dan restoran, Leon terpaksa harus menyisihkan waktunya untuk memastikan sendiri bahwa Mil tidak akan bisa semena-mena menginterfensi keluargnya, kehidupannya. "Kata tante Sarah di rumah lo lagi ada cewek cantik?" Genta dengan sifat tengilnya ikut berjalan bersama Leon menuju rumahnya. Sepupunya itu memaksa ikut saat Leon dihubungi oleh Bundanya dan disuruh pulang segera mungkin. Apalagi informasi perempuan cantik yang Genta dengar sewaktu mereka memancing, Genta tidak akan menyia-nyiakan perempuan cantik yang ada di rumah tantenya itu. "Biasa aja. Gak cantik," jawab Leon sekenanya yang dibalas kedikan bahu oleh Genta. Genta perlu membuktikannya sendiri. Masuk ke dalam rumah yang pertama kali Leon lihat adalah Mil yang tengah tertawa bersama Sarah, Dira dan Rey di ruang keluarga. Jangan bilang bahwa abangnya sekarang juga menyukai gadis itu? Lihat! Perlahan gadis itu menggerogoti semua keluarganya. "Anak bunda sudah pulang!" Sarah yang menyadari kehadiran Leon pertama kali langsung berdiri menyambut putranya. Diikuti oleh Mil yang juga penasaran dengan sosok anak bungsu tante Sarah yang sempat ia kira sebagai suami Dira waktu itu. Pria yang pernah ia bilang tampan meski kini Mil sudah lupa wajahnya. "Mil kenalin ini anak bungsu tante dan di sampingnya Keponakan tante." Mil menyalami tangan Genta lebih dulu karena lebih dekat dengannya. Lalu dengan Leon kemudian. "Emila. Panggil Mil aja." Mil berucap sopan. Sedang Leon hanya menganggukkan kepalanya tanpa bicara. Meski ia cukup heran dengan reaksi gadis itu yang dilihatnya Santai-santai saja. "Mas mirip Pimpinan Yayasan tempat Mil mengajar," kata Mil yang membuat Leon membuka mulutnya bingung. Sarah, Dira dan Rey sempat melongo sebelum terkekeh geli di tempatnya. "Oh ya? Memangnya Kamu mengajar di mana?" Tanya Genta. "Di SD Pelita Harapan, Mas," jawab Mil tenang dan saat itu juga Genta mengerjapkan matanya bingung, kemudian paham mengapa tante dan sepupunya menahan tawa. Genta merasa bahwa perempuan ini selain cantik seperti yang Tante Sarah sebutkan, namun juga menarik. "Oh ya? Terus Pimpinan kamu itu gimana?" Pancing Genta. Laki-laki itu merasa bahwa akan ada kejadian menarik setelah ini. Selain perempuan yang menarik, Genta selalu suka kejadian-kejadian menarik seperti ini. Mil terlihat bepirikir. "Kayaknya hebat. Karena masih muda sudah jadi CEO," jawab Mil jujur. "Maksudnya sifatnya gimana?" Genta kembali memancing dan kini sudah duduk di sofa membawa Mil duduk di sampingnya. "Ya, kayak Pimpinan pada umumnya. Tegas, disiplin, bertanggung jawab." "Sifat yang lain? Yang cuman bos kamu aja yang punya. Ada?" Genta melirik pada Leon yang sudah ikut duduk di depan mereka dengan Sarah, Dira dan Rey yang juga tertarik dengan pembicaraan ini. "Mil kurang tahu banyak sih, tapi ada! Kata yang lain, PakPim itu suka pecat perempuan yang suka ngeliatin beliau kayak orang gak makan satu bulan. Alias tertarik sama beliau. Makanya, Mil gak pernah mau liat mukanya. Mil kan, juga perempuan. Kalau Mil nanti terpesona sama beliau, jadi repot. Baru juga kerja sebulan." Mil tertawa setelah penjelasannya diikuti oleh semua orang di sana kecuali Leon. Disaat semua orang merasa lucu dengan kejujuran Mil, Leon merasa bahwa semakin ada yang aneh dengan gadis itu. "Nama Pimpinan Yayasan kamu siapa?" tanya Genta lagi. Mil membuka mulutnya hendak menjawab sebelum Leon menyodorkan tangannya kedepan Mil dan membuat gadis itu bingung. "Leon Yudistra Angkasa." Kata Leon. Mil sempat bingung, namun begitu gadis itu tetap menjabat tangan Leon dengan sopan. "Emila Shalia Deva. Salam kenal, mas Le.. Pak Leon?!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD