2

2357 Words
"Tumben nggak telat kamu, Rio!" ucap Bu Endang ketika Ksatrio menyalami tangannya. Ksatrio memasang cengiran. "Ibu nih, saya telat ngomel, giliran saya nggak telat malah heran." Lalu Ksatrio beralih menyalami Bu Selma yang ada di sebelah Bu Endang. Bu Selma dan Bu Endang adalah duo srigala SMA Angkasa. Mereka berdua adalah guru senior yang masih berpandangan cukup kolot dan sangat strict soal peraturan, sehingga keduanya cukup ditakuti dan disegani oleh hampir seluruh murid SMA Angkasa. Terutama di hari Selasa, ketika jadwal mereka piket, seluruh murid mendadak menjadi murid yang taat aturan. Namun pengecualian sih untuk Ksatrio. Bu Selma yang pernah menjadi wali kelas Ksatrio di kelas sepuluh dan sudah terlalu hafal dengan track recordnya itu menyapukan tatapan elangnya kepada Ksatrio. Memindai dan mencoba mencari celah kesalahan yang hebatnya tidak ditemukan pagi itu. "Lho, tumben juga atributmu lengkap," komentar Bu Selma setelah tidak berhasil menemukan pelanggaran dari Ksatrio. "Ibu nih, emangnya saya nggak bisa apa taat aturan?" tanya Ksatrio sambil memasang wajah pura-pura terluka. "Taat sama kamu itu nggak cocok buat disandangin dalam satu padanan kalimat." Bu Endang menimpali. "Tuh lihat kembaranmu, pagi-pagi sudah nangkring di sekolah mengerjakan tugasnya sebagai ketua osis. Kembar kok beda banget," kata Bu Endang sambil menunjuk ke arah Ksatria dengan tatapan mata. Ekspresi Ksatrio seketika mengelam. Here we go again. Sepertinya percuma jika Ksatrio sudah tidak melakukan pelanggaran, karena cap tidak baik sudah melekat secara permanen untuknya. Nasib menjadi kembaran anak 'sempurna', Ksatrio selalu dituntut untuk menjadi sempurna juga. Entah harus berapa kali Ksatrio harus menerangkan kalau mereka itu kembar, mereka hanya mirip secara fisik tetapi mereka tetaplah dua individu yang berbeda. Memilih untuk tidak menjawab kata-kata Bu Endang, Ksatrio memilih membungkukkan sedikit kepalanya. "Permisi bu, saya ke kelas dulu..." Lalu Ksatrio langsung ngacir begitu saja, membuat Bu Endang dan Bu Selma menggelengkan kepala. Ksatria yang ikut menyaksikan kejadian tersebut diam-diam merasa prihatin kepada kembarannya. Kembaran yang selalu dipandang sebelah mata oleh banyak orang. They just don't know about us, batinnya. *** Sejak kecil, Ksatria dan Ksatrio sudah menarik perhatian banyak orang. Bahkan di setiap acara keluarga, mereka selalu menjadi pusat perhatian. Selain karena memiliki visual yang cukup membuat setiap mata setidaknya ingin melirik satu atau dua kali kepada mereka, kepribadian keduanya yang sangat bertolak belakang juga menjadi hal yang menarik untuk diperbincangkan. Ksatria yang kalem dan Ksatrio yang hiperaktif. Ketika Ksatria sedang duduk tenang dipangkuan salah satu tantenya, Ksatrio tengah berlarian mengelilingi ruangan. Ketika Ksatria memilih makan dengan tenang di atas meja makan, Ksatrio memilih makan sambil berlarian dan menaiki seluncuran yang ada di halaman samping. Ketika kedua orang tua Ksatria dipanggil ke sekolah karena prestasi yang dicapainya, Ksatrio justru membuat kedua orang tuanya harus ke sekolah karena kenakalannya. Ketika Ksatria berhasil memenangkan medali karena berhasil mengalahkan lawan di pertandingan karate, Ksatrio justru baru saja dipanggil guru BP karena membuat temannya babak belur. Namun dari sekian banyak perbedaan yang dimiliki, si kembar Adiswara ini merupakan kembar yang kompak. Mereka peduli satu sama lain dengan caranya sendiri. Mereka saling mendukung tanpa harus orang lain tau. Dan yang pasti, mereka saling menyayangi tanpa perlu menunjukkannya kepada orang lain. Karena mereka adalah keluarga. *** Ksatrio menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur. Tidak peduli ada banyak barang yang tertimpa tubuhnya, dengan cuek Ksatrio justru menyingkirkan benda-benda itu dengan kakinya hingga berserakan di lantai. Di sisi kamar sebelah kanan, yang merupakan spot kamar milik Ksatria jadi terlihat sangat kontras dengan spot kiri yang merupakan teritori Ksatrio. Tidak ada benda yang diletakkan tidak pada tempatnya, bahkan sprei berwarna navy di atas tempat tidur pun nampak begitu rapi. Sangat berbeda dengan sprei hitam milik Ksatrio yang kusut karena pergerakan rusuh Ksatrio di atasnya. Padahal sprei itu baru selesai dipasang setengah jam yang lalu. Hari Sabtu pagi di minggu pertama adalah waktunya seluruh keluarga Adiswara bersih-bersih. Tidak terkecuali si kembar dan kepala keluarga yang berjenis kelamin laki-laki. Mereka juga harus turut membantu dalam acara kerja bakti rumah yang diadakan satu kali setiap bulan. Tidak banyak, mereka hanya perlu bertanggung jawab akan kebersihan kamar mereka termasuk dengan mengganti sprei. Lalu setelah selesai dengan kamar masing-masing, mereka akan bersama-sama membersihkan seluruh isi rumah. Di hari itu, asisten rumah tangga yang bekerja di rumah mereka diberikan hari libur sehari yang membebaskan mereka kemanapun. Hal ini dilakukan rutin oleh keluarga Adiswara untuk menjaga kekompakan dan kedekatan keluarga. Dan tentunya, untuk melatih agar semua anggota keluarga Adiswara tidak tumbuh menjadi pribadi yang manja dan hanya bisa mengandalkan jasa asisten rumah tangga. "Yo, beresin buruan. Keburu Mama naik terus ngeliat, kena lo!" Ksatria mengingatkan kembarannya yang justru memilih untuk berleha-leha di tempat tidur daripada beres-beres. "Gue udah beres-beres, Sat, ini makanya gue tiduran karna capek." Ksatrio membela diri. Ksatria mendengus. "Lo tuh baru beres-beres tiga puluh menitan doang udah capek. Hasil beres-beres lo juga percuma kalo diacak-acak lagi." Ksatrio lantas bangkit dari rebahannya dan menatap Ksatria dengan sebal. Kadang Ksatria bisa lebih cerewet daripada ibu mereka sendiri. Bahkan lebih cerewet dari Putri adik perempuan mereka yang masih SMP. "Gue bingung, lo tuh udah kayak ibu-ibu yang terperangkap di badan cowok, Sat. Bawelnya malah ngalahin Mama." "Bacot." Ksatria menghampiri tempat tidur Ksatrio dan mendorong kembarannya itu agar bangkit dari sana. "Gue beresin kasur lo, lo beresin lemari kaset." Ksatrio langsung nyengir mendengarnya. Tentunya pekerjaan membereskan lemari kaset nggak akan seribet memasang sprei yang rapi seperti yang selalu diinginkan sang Mama dan hanya Ksatria yang bisa. Buru-buru Ksatrio berlari ke arah spot entertainment di kamar mereka berada. Ksatrio langsung merapikan rak yang berisi tumpukan kaset PS dan film milik mereka berdua. Ksatrio mengeluarkan semua kaset dengan niat akan menyusun ulangnya. Namun sesuatu justru mengalihkan perhatian Ksatrio dan menghentikan kegiatannya. Sesuatu yang dianggap terlarang berada di rumah Adiswara apalagi di dalam kamar. Rokok. Ksatrio langsung mengeluarkannya tanpa banyak berpikir. Benda itu bukan miliknya, sudah pasti milik kembarannya. Bukannya asal menuduh, tetapi benda itu tidak mungkin berada di sana dengan sendirinya. Ksatrio membuka tutupnya, isinya hanya tinggal dua batang lagi. Dan Ksatrio yakin kotak ini bukanlah kotak pertama yang dimiliki Ksatria. "Sat!" panggil Ksatrio membuat Ksatria yang sedang memukul-mukul tempat tidur Ksatrio dengan sapu lidi menoleh. Tatapan Ksatria langsung terpaku pada benda kotak yang sedang berada di tangan Ksatrio. Ekspresinya seketika berubah panik. "Yo, balikin ke tempatnya!" seru Ksatria panik. Ksatrio langsung melindungi kotak itu di balik punggungnya. "Nggak." Tatapannya seolah ingin mengintrogasi Ksatria saat itu juga. "Jelasin kenapa bisa lo ngerokok dan dengan nekatnya bawa ini racun ke kamar?" Ksatria menatap wajah saudara kembarnya itu memelas. "Iya gue jelasin, tapi lo balikin ke tempatnya sebelum Mama atau Papa lihat!" Ksatrio berdecak lalu menuruti permintaan kembarannya tersebut. Karena urusannya akan sangat panjang jika orang tua mereka melihatnya. Papa dan Mama mereka termasuk orang yang sangat strict soal rokok. Tidak ada anggota keluarga Adiswara yang boleh menyentuh benda beracun tersebut karena beberapa tahun yang lalu, kepala keluarga Adiswara nyaris kehilangan pita suaranya karena rokok. Untungnya hal itu tidak sampai terjadi dan kini rokok menjadi musuh terbesar mereka. Ksatrio juga bukannya tidak pernah mencoba rokok. Sebagai remaja laki-laki pada umumnya, tentu saja Ksatrio pernah mencoba rokok untuk menghilangkan rasa penasarannya. Kebanyakan remaja seumur Ksatrio langsung kecanduan, sedangkan Ksatrio sendiri memilih menjauh. Selain ingat nasihat dan larangan Papa, Ksatrio juga tidak begitu suka rasa rokok. Mungkin Ksatrio adalah satu-satunya cowok bandel yang nggak suka merokok. Dan dia bangga akan hal itu. Bandel kok bangga. Ketika Ksatrio sedang mencoba mengembalikan benda tersebut, sayangnya pintu kamar mereka lebih dulu dibuka oleh Putri, adik perempuan mereka. Gadis itu memang tidak pernah mengetuk pintu jika ingin masuk ke kamar kakaknya. "Bangyooo, Bangyaaa!" teriak gadis itu begitu masuk ke kamar kakak kembarnya. Melihat posisi Ksatrio yang sedang berada di dekat tumpukan kaset yang berantakan membuat gadis itu tersenyum jahil dan berlari ke arahnya. "Wayoloo, lagi beresin kaset bokep ya?" ledeknya begitu melihat Ksatrio buru-buru menjejalkan sejumlah kaset ke dalam lemari begitu saja. "Apaan sih, Ti!" Ksatrio mendorong wajah sang adik yang sudah menyosor ke arah lemari. Siap untuk menggeledah isinya. Adiknya itu memang super kepo dan annoying. Kalau bisa, Ksatrio malah pengen banget memasukkan adiknya itu kembali ke rahim sang bunda. Atau paling enggak, kembalikan dia ke wujud bayi saja. Lebih lucu. Ksatria pun ikut menarik Putri menjauh dari lemari. "Ti, ngapain sih elah, sana jangan ngerusuh!" "Dih gitu! Bodo amat aku cepuin nih. MAMAAA, PAPAAA!" teriaknya sukses membuat Ksatrio dan Ksatria melotot karenanya. Ksatria langsung membekap mulut sang adik membuat gadis yang duduk di bangku kelas dua SMP itu meronta. "Mmmh!" Sayangnya teriakan Putri sebelumnya sudah terlanjur didengar kedua orang tua mereka. Mama dan Papa pun muncul tidak berselang lama sejak teriakan barusan. "Heh, kalian bukannya beres-beres malah bercanda!" tegur Mama begitu membuka pintu kamar anak kembarnya. Mama menggeleng-geleng melihat Putri yang sedang dibekap Ksatria. "Bang Iya, itu adiknya jangan dibekep dong. Kamu kenapa sih iseng amat. Iyo juga, itu adiknya bukan ditolongin malah sekongkol." Bekapan Ksatria pun akhirnya terlepas dan Putri langsung berlari ke arah Mama. "Ma, Bangyo sama Bangya nyimpen bokep tuh di lemarinya." Oke, tamat sudah riwayat mereka. Kedua kembar itu pun hanya bisa pasrah saja. Ksatrio pun berdiri dari posisi duduknya dan menepuk bahu Ksatria. "Ingetin gue buat ngirim si comel itu ke kandang monyetnya taman safari. Biar dia diadopsi sama monyet-monyet di sana." Ksatria tidak menyahuti ucapan Ksatrio. Pikirannya sudah berkecamuk, memikirkan alasan apa yang bisa ia gunakan untuk membela diri di depan Mama. Remasan tangan Ksatrio di bahunya membuat Ksatria menoleh ke arah kembarannya. Ksatrio hanya tersenyum, membuat Ksatria berfirasat tidak enak. Tepat seperti dugaan keduanya, Papa langsung berjalan ke arah lemari untuk mengamankan kaset m***m yang dilaporkan Putri barusan. Sayangnya bukan benda tersebut yang ditemukan melainkan sebuah bungkus rokok. Mama dan Putri yang melihat benda tersebut di tangan Papa langsung terbelalak. Papa adalah orang yang lumayan keras untuk urusan peraturan di rumah. Ketika ada yang melanggar aturan, beliau akan langsung bersikap tegas. Menunjukkan wibawanya sebagai kepala keluarga. "Punya siapa ini?" tanyanya dengan nada tegas. Seketika ruangan tersebut berubah mencekam. Mata Papa menyelidiki ekspresi kedua anak kembarnya tersebut. "Ksatrio, Ksatria, ayo jawab! Kalian berani bawa ini ke sini, berarti kalian juga harus berani bertanggung jawab!" Di saat seperti ini jawaban paling aman bagi keduanya tentu saja mengakui kalau benda itu milik mereka berdua. Itu menurut Ksatrio. Namun Ksatria tidak sependapat. Lelaki itu sudah akan mengakui benda tersebut adalah miliknya ketika Papa lebih dulu menarik kedua tangan anak kembarnya dan mencium kedua tangan tersebut. Sebagai mantan perokok, tentunya Papa tau ciri-ciri orang merokok selain warna bibir yang berubah lebih hitam yang sayangnya tidak terlihat dari kedua bibir anaknya. "Udah Papa duga!" ucapnya begitu menemukan bau rokok tersisa di tangan salah satu si kembar. Ksatrio terbelalak ketika Papanya berkata demikian sesaat setelah mengendus sela-sela jemarinya. "A—" "Udah kamu nggak usah ngelak!" bentak Papa ketika Ksatrio baru saja membuka mulut untuk membela diri. Ksatria buru-buru menyela, "Pa, bukan Rio, tapi itu punyanya Ksatria..." Mama yang sejak tadi diam akhirnya ikut bersuara. "Kamu jangan ikut-ikutan Ya, udah jangan belain kembaran kamu. Mama udah nggak heran lagi kalau Rio yang ngelakuin pelanggaran." Ksatrio yang mendengarnya mencebikkan bibir. Percuma juga membela diri, pada akhirnya pun dia akan tetap menjadi tersangka di sini. Karena baik Mama dan Papa tidak percaya jika Ksatria bisa melakukan kesalahan. Bagi mereka, Ksatria adalah anak yang sempurna. Yang tidak akan pernah membuat kesalahan dalam hidupnya. Papa menghela napas. "Yo, meskipun Papa udah menduga ini, tapi Papa tetep kecewa sama kamu. Kamu 'kan tau seberapa bencinya Papa sama benda ini. Papa nggak mau anak-anak Papa ngalamin apa yang Papa alamin dulu." Papa lalu mengacak rambut Ksatrio, nadanya kini lebih lembut. "Papa sama Mama nggak pernah kecewa Cuma karena kamu dipanggil guru BK atau ketika nilai-nilai kamu selalu di bawah rata-rata. Tetapi kami sangat kecewa kalau kamu merokok, apalagi sampai kecanduan." Ksatrio pun hanya bisa mengangguk. Tidak punya pilihan lain, kan? Papa lalu meninggalkan kambar si kembar beserta kotak rokok tersebut, diikuti Mama di belakangnya. Sedangkan Putri merasa bersalah karena akibat kelakuannya, kakak kembarnya jadi betul-betul kena masalah. "Bangyo, Bangya, maafin Uti..." pinta gadis itu memelas. Ksatrio menggeleng dan memberikan adik perempuannya itu senyuman kecil. "Udah sana makanya, hush hush!" usirnya pada sang adik. Putri pun memilih menurut kali ini karena rasa bersalahnya. Suasana di kamar si kembar mendadak sunyi. Tidak ada yang bersuara baik Ksatrio maupun Ksatria. Tidak tahan dengan suasana sunyi, Ksatrio akhirnya memecah kesunyian tersebut. "Enaknya jadi anak tukang bikin ulah, kena omelnya nggak bakal lebih dari lima menit," ujar Ksatrio bercanda. Meskipun ucapan Ksatrio tidak sepenuhnya bercanda. Memang Mama dan Papa tidak pernah mengomeli Ksatrio lebih dari lima menit. Mereka sudah capek dan memaklumi kalau Ksatrio terlahir untuk menjadi anak 'nakal'. Mereka seperti lebih mencoba menerima Ksatrio apa adanya. Selama kenakalan Ksatrio belum melebihi batas. Sedangkan Ksatria. Cowok itu bahkan tidak pernah kena omel Mama atau Papa. Apa yang dilakukan Ksatria selalu hal yang baik, menghasilkan prestasi dan kebanggaan. Tidak ada alasan bagi Mama dan Papa memarahi Ksatria. Dan selalu ada maaf bagi Ksatria, bahkan tanpa Ksatria memintanya lebih dulu. "Kenapa sih, Yo, kenapa lo nggak bilang kalau itu emang punya gue?" tanya Ksatria dingin. Ksatrio menatap kembarannya itu dengan kernyitan di dahi. "Ya sama-sama ya Ksatria, kembaranku!" ujarnya penuh sarkasme. "Heran gue, udah dibelain bukannya makasih kok malah nyolot." Ksatria menatap Ksatrio tajam. "Makasih? Gue bahkan nggak minta dibelain, Yo!" bentak Ksatria. Lelaki itu nampak terluka dan Ksatrio masih tidak mengerti karena apa. Toh masalahnya sudah selesai, ketakutannya ketahuan Papa dan Mama bahkan tidak menjadi kenyataan karena Ksatrio mengorbankan diri, kenapa pula Ksatria marah-marah? Maunya apa sih? "Lo tuh maunya gue gimana? Percuma juga kalau guengelak. Tangan gue bau rokok gara-gara abis megang itu tadi. Sedangkan lobersih. Lagipula Mama sama Papa kecewanya nggak bakal lama-lama kalau gue yang dianggap ngerokok sama mereka. Tapi kalau lo, Ya?" Ksatrio diam sejenak sebelumakhirnya melanjutkan, "Lo anak mereka yang sempurna. Ekspetasi mereka bakalanhancur." Ksatrio pun memilih menepuk bahu kembarannya itu, mencoba memberikan pengertian. Dari segala kekacuan yang kerap kali terjadi di dunia mereka, Ksatrio lebih terlatih menjadi pribadi yang dewasa dibanding kembarannya. Karena dibutuhkan ketidakstabilan untuk membentuk kedewasaan. Ksatrio mengerti sifat Ksatria yang kadang lebih kekanakan darinya disebabkan dunia kembarannya itu yang selalu berjalan teratur dan sesuai rencana. Dan di saat-saat seperti itulah Ksatrio bisa melihat ketidak sempurnaan yang dimiliki Ksatria. Lagipula,mana ada sih manusia yang sempurna. Karena kesempurnaan semata-mata hanya milik Tuhan.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD