Pacar Bayaran

1096 Words
"Apa?" Juli bertanya dan memastikan kalau telinganya masih berfungsi baik dan tidak salah mendengar. "Jadi pacarku," jawab si bule dengan fasih berbahasa Indonesia. Juli menghela nafas menahan sabar. "Nih bule kayaknya minta di tabok," gumamnya melangkah sejengkal mendekati si bule. "Aku minta jadi pacarku bukan minta di tabok," si bule menanggapi gumaman Juli yang terdengar jelas. Juli tertawa sinis, bule ganteng itu memahami bahasa gaul yang baru saja ia sebut tadi.  Ia mendongak melihat bola mata warna coklat muda, warna yang sama dengan bola mata milik Rei, seketika hatinya jadi melow lagi. "Maaf ya, Bang bule. Aku gak kenal kamu dan kamu juga gak tau siapa aku. Jadi kenapa kamu tiba-tiba nembak aku? Kalau kamu mau ngajak bercanda lebih baik ajak cewek lain, Oke?!" Balas Juli lalu berbalik. "Tunggu!" Si bule menarik tangan Juli yang otomatis membuatnya berhenti melangkah lalu menatap si bule yang mengulurkan tangan. "Kenalin, aku Jhony Jones. Tanggal lahir 15 Oktober, umur 25 tahun," ujar si bule yang bernama Jhony memperkenalkan diri. "Libra," sahut Juli menebak zodiak Jhony. "Aku Julia Maurice, kamu bisa panggil aku Juli, zodiak Cancer. Umur 22 tahun. Apa perlu aku ngasih tau alamat biar kamu sekalian kirim kado?" tanya Juli dan seketika Jhony tertawa. "Itu gampang, Juli." Ia membalas lalu menatap Juli serius. "Bisa tolong aku?" Juli mengerutkan dahi. "Jadi pacar kamu? Untuk apa?" Jhony mendekatkan mulut ke telinga Juli lalu membisikkan sesuatu yang terdengar serius dan tak lama senyum Juli mengembang. ❤❤❤ "I'm here Mom, Dad," panggil Jhony setengah berteriak memanggil sepasang suami istri paruh baya yang baru saja keluar dari pintu Kedatangan.  Jhony menggenggam tangan Juli untuk mendekati pasangan suami istri yang tak lain adalah orang tuanya yang baru tiba dari Amerika. "Selamat datang, " sapa Juli memberikan buket bunga pada wanita yang tak lain adalah ibunya Jhony. Wanita cantik berambut sebahu itu tidak terlihat bule seperti Jhony, ia tinggi semampai dengan kulit kuning langsat, hidung mancung dan bola matanya seperti kebanyakan dimiliki wanita Indonesia, coklat tua. Wanita itu menerima walau dahinya berkerut penuh tanda tanya. "Siapa dia, Jhon?" tanyanya pada Jhony yang tiba-tiba merangkul Juli mesra, layaknya sepasang kekasih. "Dia Julia, Mom. Pacarku," Jhony memperkenalkan Juli. "Ini Mama ku, Juli. Wanita cantik yang sering aku ceritain ke kamu." Kali ini gantian Jhony yang mengenalkan ibunya pada  Juli. "Apa kabar, Tante? Aku Julia Maurice," sapa Juli lagi, mengulurkan tangan. "Aku Grace Jones, dan ini David Jones," Ia membalas walau dengan cepat melepas genggaman Juli. "Sabar..kalau bukan karena uang tiga ratus ribu gak bakalan gue mau jadi pacar bayaran lu, Jhon," ucap batin Juli lalu langsung menyambut uluran tangan David jones yang terlihat ramah tidak seperti Grace. Setelah menyudahi moment perkenalan, Juli sedikit bernafas lega karena kontraknya sebagai pacar bayaran hanya sampai tahap perkenalan dan di bandara, tidak berlanjut lebih dari itu. "Mom, Dad," Jhony memanggil mereka yang berjalan tak jauh di depannya. "Ada apa lagi, Jhon?" tanya Grace menoleh dan berhenti melangkah. Jhony menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Maaf aku gak bisa antar Mom dan Dad pulang kerumah karena aku ada urusan yang harus aku selesaikan dengan Juli," jawab Jhony. "Pak Hadi sudah menunggu kalian di parkiran dan setelah urusanku  selesai, aku menyusul naik taksi," terangnya lagi berharap Grace dan David percaya. Grace terdiam sejenak lalu menggeleng. "No, Jhony. Kamu harus membawanya ke rumah dan mengenalkannya pada oma dan opa mu," tolaknya. Jhony memelas. "But Mom.." "Pergilah. Selesaikan urusan kalian dulu. Tapi lain kali kamu bawa Juli kerumah," sambung David bijak. "Honey?!" Grace tidak setuju dan dahinya mengerut melihat David yang mengiyakan pinta Jhony. "Kita tidak bisa memaksa Juli untuk singgah ke rumah, Sayang. Maybe next time," sahut David pada Grace, tangannya melambai pada Jhony dan Julia meminta untuk segera pergi. "Ayo," ajak Jhony menarik tangan Juli ke arah lain. Juli mengikuti langkah Jhony. "Hei, sepertinya nyampe rumah mama sama papa kamu perang dunia ketiga," tebak Juli tertawa kecil. "Kalau aku bawa kamu ke rumah bukan perang dunia lagi tapi tragedi bom Hiroshima kedua," sambung Jhony serius. Juli tertawa terbahak bahak membayangkan wajah Grace yang cantik dan ketus mewawancarainya layaknya reporter pada narasumbernya jika ia benar-benar bertandang ke rumah Jhony. Tapi untungnya Jhony sudah mengantisipasi karena kontrak mereka hanya sampai di Bandara. "Tunggu dulu." Juli berhenti melangkah dan melepaskan genggaman tangannya. Jhony menoleh. "Ada apa?" "Bukannya kesepakatan kita cuma sampe di bandara aja? Terus kita mau kemana?" tanya Juli terheran Jhony terus menarik tangannya. "Ajak kamu makan. Kamu belum makan kan?" Jawab Jhony dan menebak. Juli mengangguk. "Kamu denger ya? Suara diperutku yang keroncongan?" tanyanya lalu terkekeh. "Ya. Ayo," ajak Jhony lagi. ❤❤❤ Juli menyeka bibirnya setelah menyantap seporsi makanan cepat saji berupa ayam goreng dan nasi. Ia menghabiskan tegukan terakhir soda pada gelas berukuran sedang sambil memandang Jhony yang asik memainkan handphone setelah menghabiskan satu cheeseburger. "Kenapa kamu bohongin orang tua kamu?" Tanya Juli yang tiba-tiba menghentikan pandangan Jhony dari layar handphonenya. Jhony berpikir sebentar, "Karena aku terus didesak nikah." Ia menjawab serius lalu memasukkan handphone ke dalam saku celana. "Pacar kamu?" "Gak ada?" "Apa?" Mata Juli melotot tak percaya untuk ukuran Jhony yang ganteng, kebule-bulean dan tajir tidak mungkin seorang jomblowan. Jhony mengangguk. "Aku sudah putus tahun lalu sama cewek Perancis. Aku kira dia setia ternyata dia tidur sama sahabatku," terangnya dengan tatapan penuh kecewa. "Bukannya buat orang bule kayak kalian tidur bareng itu lumrah?" tanya Juli naif. Jhony tertawa sinis lalu menggeleng. "Ya, untuk pasangan. Tapi tidak dengan selingkuhan," jawabnya tak setuju Juli menjudge semua bule mudah untuk melakukan s*x. "Ternyata sama aja ya," sahut Juli kemudian dan tiba-tiba teringat jika ia dan Rei hampir melakukan itu. Ya, jika saja ayahnya tak menelpon. "Ini," Jhony mengulurkan tiga lembar uang seratus ribu. "Terima kasih kamu sudah membantuku hari ini aku gak tahu nasib aku kalau gak ada kamu," terangnya lagi, untuk sementara waktu ia bisa bernafas lega. Juli menerima lalu memasukkan uang kedalam tas. "Sama-sama," balasnya lalu menatap Jhony serius. "Kalau mamamu nanyain aku gimana? Kamu bilang kita putus?" Juli jadi penasaran pada episode Jhony setelah tiba di rumah dan harus menghadapi Grace yang menjadi detektif dadakan. Tak ada jawaban lain selain Jhony mengangguk.  Julia menghela nafas lega. "Itu bagus, Jhon. Berarti aku gak perlu berakting di depan mama kamu yang super killer itu," serunya tak lama tertawa puas. "Boleh aku minta nomor handphone kamu?" pinta Jhony. Dahi Juli mengerut. "Untuk apa? Apa sepasang kekasih yang sudah putus harus silaturahmi?" Gurau Juli. "Apa kita gak bisa berteman?" tanya Jhony. Juli mengangguk pelan. Jika untuk berteman ia menerima dengan tangan terbuka tapi tidak sebagai pacar bayaran lagi. "Tentu bisa," Ia menjawab lalu memberitahu. ❤❤❤ Dua hari kemudian Mata Juli terpejam merasakan bibirnya hangat dikulum. Ciuman yang berawal lembut itu berangsur menjadi nakal dan penuh hasrat. Lidahnya saling bertautan, begitu juga jari jemari yang ia rasakan berjalan pelan memasuki blus membuat deru nafasnya semakin cepat. Bertambah cepat ketika jejak bibir menempel satu persatu pada lehernya yang mendongak pasrah. Juli mengerang, sebuah tangan meremas payudaranya pelan. Pandangannya menjadi berkabut dan memandang pria yang mencumbunya penuh hasrat membalas dengan tatapan sayu. "Jhony."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD