Senja bergantikan malam. Langit tampak gelap, tapi sangat indah dengan kilauan bintang yang benderang serta cahaya rembulan. Malam ini, Nadia menatap langit dan menikmati suasana malam di balik jendela kamarnya. Ia menatap langit dengan tatapan sendu. Ia ingin melupakan cowok itu. Cinta yang dulu ia pendam untuk Alvin dan selalu ia sebut dalam doanya itu, ia kubur dalam-dalam dan tidak ingin mengenalnya lagi.
Bagi Nadia, cinta yang sesungguhnya adalah mencintai Allah. Berharap kepada Allah lebih baik, ketimbang mengha-rapkan seseorang yang belum tentu akan menjadi miliknya. Nadia berdecih kesal, kemudian beranjak ke tempat tidurnya. Ia langsung membuka handphone dan memutar murotal Alquran yang dilantunkan oleh hafizul Quran favoritnya. Mu-ngkin dengan mendengarkan itu, hati Nadia menjadi tenang. Sedang asik-asiknya mendengar murotal, kakak cowoknya, Alex Ramadhan masuk ke kamar dan mengganggunya.
"Nad, gue pinjem HP lo bentar, dong!"
"Gak mau!"
"Bentar, Nad. Kuota gue habis, nih. Nebeng buka f*******: doang. Siapa tahu gebetan gue inbox."
"Zaman gini masih ngedeketin cewek di f*******:?"
"Udah deh. Anak kecil mah gak tau apa-apa! Buruan! Serius deh, bentaran doang."
Melihat muka kakaknya yang melas itu, akhirnya Nadia memberikan handphone-nya. Namun, ia tetap mengawasi. Takut kakaknya meminjam ponselnya dalam waktu cukup lama.
"Udah belom, Kak?" ucap Nadia jutek.
"Jutek amat lo! Sudah nih. Thanks, Adik Jelek!" ucap Alex sambil mengucek rambut Nadia dan berlalu pergi.
Nadia kembali membuka handphone-nya. Namun, kali ini ia membuka i********:. Melihat snapgram hafiz Quran yang ia kagumi, mungkin dapat menghilangkan kegalauan-nya. Tetap saja, rasa jenuh dan bosan ia rasakan. Ia membuka w******p, berharap ada chat dari seseorang, tapi tidak ada. Sekalinya ramai, itu chat dari group kelasnya. And last, Nadia membuka f*******: dan jari-jemarinya mulai mengetik status.
Baper yang bermanfaat itu ketika dulu sibuk memikirkan si DOI yang tak pasti, kini mencoba untuk DIA (Allah) yang Maha mengetahui isi hati. Karena Allah mencintai hambanya yang terus memperbaiki diri dan berubah menjadi lebih baik. ❤ -Anonim-
Tidak berselang lama setelah status itu terposting, Amanda dan Aqilla berkomentar.
***
Aqilla sedang berkumpul di ruang keluarganya malam ini. Tiba-tiba, mamanya berbicara mengenai perjodohan. Aqilla yang sedang meminum pun tersedak.
"Mama bilang apa? Perjodohan?" tanya Aqilla kaget dan mulut menganga.
"Tutup mulut lo!" protes Dimas, kakaknya, sambil mengusap muka Aqilla.
"Iya Aqilla. Barusan Pak Ibrahim tanya sama papa. Kalau kamu belum punya pacar, mau gak dijodohkan sama anaknya? Namanya Gilang, kakak kelas kamu waktu SD itu. Sekarang lagi pesantren sambil kuliah," jelas mamanya.
"Terus papa bilang apa?" tanya Aqilla.
"Papa bilangnya kamu sudah punya pacar!" ucap papa.
Yes! Perfect! Papa emang the best! Ngertiin aku banget, ucap Aqilla dalam hati.
"Pacarmu si Tedi itu, kok gak pernah main kesini lagi, ya?" tanya papa.
Kenapa papa nanyain mantan aku, sih? Kalau aku ngaku jomlo, perjodohannya gak batal dong? Oh Tuhan! Gimana ini? gerutunya dalam hati.
"Pa, si Aqilla sama Tedi udah pu—"
"Punya rencana," potong Aqilla cepat.
"Rencana apa?" tanya mama.
"Sekarang kan Kak Tedi lagi kuliah, terus aku juga udah kelas XII. Mau UN. Kita rencananya enggak kontekan dulu, biar Aqilla belajarnya serius, gitu," ucap Aqilla berbohong.
"Bohong!" lanjut Dimas. Aqilla langsung menginjak kaki Dimas hingga meringis kesakitan.
"Bohong gimana?" tanya papa.
"Aqilla sama Tedi sudah putus," ucap Dimas.
"Apa benar, Aqilla?" Kini papanya bertanya lagi.
"Eum ... Iya. Maaf Qilla udah bohongin Papa dan Mama. Aqilla gak mau dijodohin," aku Aqilla sambil menunduk.
"Astagfirullah, Aqilla. Mama sama Papa gak maksa kamu untuk menerima perjodohan itu kok. Kan cuma menawarkan. Papa juga belum menerima kesepakatan," jelas mamanya.
"Iya, Sayang. Benar kata Mama kamu," lanjut papa.
"Serius, Pa? Yeay! Makasih, Papa," ucap Aqilla sambil memeluk Papanya.