Jam pelajaran terakhir mereka diisi dengan mengerjakan tugas berupa lima soal esai. Aqilla sibuk merekap buku tabungan siswa setelah menyelesaikan tugasnya. Amanda dan Nadia menawarkan bantuan, tetapi Aqilla menolak ka-rena tidak ingin merepotkan.
"Nad, dipanggil tuh sama Rayan!" ucap Lala kepada Nadia. Nadia pun tersenyum dan menghampiri Rayan dengan muka kesal.
Rayan Maulana, ketua kelas sekaligus sahabat cowok Nadia dari kelas delapan SMP. Akhir-akhir ini Nadia ingin menjauhi Rayan karena Rayan yang berbeda. Sekarang Rayan jadi lebih genit kepada cewek. Membuat Nadia ilfeel dan tidak ingin dekat lagi dengannya.
"Ngapain lo manggil gue?" ucap Nadia kesal.
"Beb, anter gue ke kantor yuk, ngumpulin tugas anak-anak!” ucap Rayan sembari menggoda Nadia.
"Gak mau! Minta antar aja tuh sama si Dina!"
"Gue pengennya sama lo, Beb!"
"Stop manggil gue beb bab beb bob apa pun itu! Gue risi dengernya! Dan ingat, gue bukan siapa-siapa lo!" ucap Nadia kesal. Benar-benar kesal karena Rayan selalu memanggilnya dengan sebutan itu, sehingga teman sekelasnya mengira kalau mereka pacaran. Padahal Nadia sendiri anti dengan yang namanya pacaran.
Amanda memisahkan keributan antara Nadia dengan Rayan. Amanda mengetahui kalau Rayan menyukai Nadia, dan ia tidak setuju kalau Rayan mendekati sahabatnya. Bukan karena hal apa, tapi karena Amanda tidak menyukai sikap Rayan yang genit.
Aqilla yang sudah beres merekap buku tabungan, ikut menghampiri. Karena ia juga harus bertemu Pak Dedi untuk menyetorkan rekapan tabungan, dengan terpaksa Aqilla yang mengantar Rayan.
***
Bel pulang sekolah berbunyi. Nadia baru saja keluar dari kelasnya saat berpapasan dengan Alvin. Gadis itu langsung menunduk karena Alvin menatapnya dekat. Saat mendongak, Alvin mengedipkan mata kirinya. Membuat Nadia risi dan segera berlari menyusul Amanda di tempat menunggu angkot dekat warung pinggir jalan di depan sekolah.
Astagfirullah, itu orang kenapa matanya ngedip-ngedip sama aku? Cacingan kali, ya? batin Nadia. Nadia terus berlari sambil memanggil Amanda, tetapi Amanda sudah menaiki angkutan umum. Nadia pun duduk di semacam halte itu. Tiba-tiba, handphone-nya berbunyi.
"Halo. Assalamualaikum, Bunda?"
"Waalaikumsalam. Nad, Pak Amir mau mengantar Bunda ke rumah sakit. Sekarang Bunda ada jadwal piket, ayah juga masih di kantor. Kamu pulang naik taksi atau angkot aja, ya, Sayang."
"Tapi, Bun ...."
Tut ... Tut ….
Baru saja Nadia ingin menjelaskan bahwa ia tidak berani pulang sendirian, tapi bundanya langsung menutup telepon. Mungkin signalnya lagi gak bagus kali, ya? gumamnya dalam hati.
"Tahu gini mah, tadi pulang bareng Amanda," ucapnya kesal.
Tiba-tiba Rayan lewat memboncengi Aqilla mengguna-kan sepeda motornya. Nadia kaget dan tidak percaya. Bukan ia cemburu, tapi kenapa Aqilla mau pulang dengan cowok genit itu?
"AQILLA!" teriak Nadia. Namun, Aqilla tidak mendengarnya, begitu pun Rayan.
"Ih, si Aqilla. Kok mau-maunya dibonceng Rayan? Sebe-narnya mereka ada hubungan apa sih?" ucap Nadia kesal.
Sudah 15 menit Nadia menunggu, tetapi angkot belum juga muncul. Waktu sudah menunjukkan pukul 16.30 WIB. Ia cemas dan takut karena sedari tadi duduk sendirian.
Saat melihat-lihat jalanan, Nadia melihat Devan sedang mengobrol dengan anak-anak XII IPS 2 di dekat toko Pak Budi, di seberang jalan. Nadia yang merasa ditatap Devan langsung menundukan pandangannya.
Itu kan si Devan yang suka sama Aqilla? Ngapain lihatin aku sih? Ya Allah ... Angkot, cepatlah dating, ucap Nadia dalam hati.
Tidak berselang, lama angkot dengan nomor 06 yang ia tunggu itu pun tiba. Nadia langsung menghentikannya. Karena Nadia sudah tidak berani menunggu sendiri, ia pun memasuki angkot meskipun kebagian duduk di dekat pintu.
***
Sesampainya di rumah, Nadia melemparkan tubuh ke atas kasur. Seharian ini, gadis itu penuh kekesalan. Ia kesal dengan Rayan. Ia ingin Rayan selalu bersikap biasa layaknya sahabat, bahkan tidak pernah genit seperti sekarang. Mungkin semenjak Rayan menembak Nadia saat hujan, ia ingin menjauhi Rayan.
Saat itu Nadia meminta Rayan mengantarnya kerja kelompok di rumah Lala. Karena Rayan mengatakan kalau ia juga akan kerja kelompok di rumah Azrial yang kebetulan dekat dengan rumah Lala, mereka pergi bersama. Sesampai-nya di rumah Lala, Nadia bingung karena Rayan masih tetap di sana.
"Ray, Kok lo masih di sini? Katanya mau kerja kelompok di rumah Azrial?" tanya Nadia.
"Gak jadi. Gue nemenin lo aja sampai selesai," jawab Rayan.
"Seriusan? Takutnya lama, nanti lo dimarahin sama mama lo!" balas Nadia.
"Santai aja kali, Nad. Gak apa-apa, kok," ucap Rayan sambil tersenyum.
Nadia hanya menatap bingung. Tidak biasanya Rayan seperti ini. Bicaranya juga sopan. Biasanya Rayan selalu meledek. Teman-teman kelompok Nadia yang melihat perca-kapan mereka hanya tertawa geli.
"Ekhem ... Mulai gak nih?" ucap Winda.
"Mulai dong, Win!" balas Nadia.
Mereka mengerjakan tugas kelompok, sementara Rayan memerhatikan Nadia. Sesekali Nadia melirik Rayan, tapi langsung fokus dengan tugasnya lagi.
Si Rayan ngapain sih liatin aku begitu? tanya Nadia dalam hati.
Tiba-tiba handphone Rayan berbunyi. Ternyata mama-nya yang menelpon Rayan dan menyuruhnya segera pulang.
"Siapa yang telepon?" tanya Nadia.
"Mama gue, Nad. Nyuruh gue pulang. Lo udah selesai belum tugasnya?" tanya Rayan balik.
"Tingal sedikit lagi. Kalau lo mau pulang, pulang aja. Nanti gue pulang bareng Winda," ucap Nadia.
"Eh, Nad. Pulang aja sama Rayan. Sedikit lagi selesai kok. Sebentar lagi hujan, lho," ujar Winda.
"Seriusan, Win? Aku boleh pulang duluan?" tanya Nadia.
"Iya, Nad. Boleh kok. Kamu kan sudah banyak mengerjakan tugasnya. Tinggal sama kita-kita aja. Ya gak, teman-teman?" jelas Winda. Anggota kelompok Nadia yang lainnya pun setuju.
Di perjalanan pulang, hujan pun turun. Rayan mempercepat sepeda motornya, kemudian berhenti di depan ruko, sekadar meneduh. Tubuh Nadia kedinginan karena pakaiannya basah.
"Nad, pake jaket gue aja, ya," ucap Rayan sambil menyodorkan jaketnya.
"Gak deh. Makasih," tolak Nadia jutek.
"Nad, kok muka lo cemberut sih?"
"Ray, gue mau pulang. Ngapain lo berhenti di tempat sepi begini? Yang ada orang-orang ngira kita lagi pacaran," ucap Nadia kesal.
Memang, ruko di pinggir jalan itu sepi dan di depannya hanya ada pohon besar. Di pinggir, hanya ada semak-semak. Nadia menjaga jarak. Namun, Rayan tetap mendekat.
"Nad, Gue cinta sama lo," ujar Rayan.
Tubuh Nadia membeku. Apa ia tidak salah dengar? Nyatanya, tidak! Nadia menormalkan detak jantungnya yang begitu kencang, kemudian beranjak meninggalkan Rayan. Rayan mengikuti Nadia dan mencegahnya.
"Nad, kenapa? Lo gak cinta sama gue? Lo gak sayang sama gue?"
"Ray, gue gak cinta sama lo. Gue gak mau pacaran. Lo cuma gue anggep sahabat, Ray. Gak lebih!" jelas Nadia.
"Bisa gak sih, lo nganggep gue lebih dari sahabat? Gue terlanjur cinta sama lo," lanjut Rayan.
"Sahabat lebih berarti, Ray! Emang lo mau kita pacaran terus putus, lalu musuhan? Gue gak mau, Ray!" ucap Nadia.
"Nad, sampai kapan pun, gue gak mau kalau lo cuma jadi sahabat gue!" seru Rayan.
"Terserah lo, Ray. Gue gak mau! Mulai sekarang, kalau lo terus ngarepin gue buat jadi cewek lo, gue akan jauhin lo!" balas Nadia. Nadia langsung menghentikan angkutan umum. Menaikinya dan meninggalkan Rayan.
Seminggu berlalu setelah kejadian itu. Nadia tetap bersikeras menjauhi Rayan karena ia selalu mengirim kata-kata gombal, bahkan sudah pacaran dengan adik kelas X usai kejadian itu. Nadia tidak habis pikir, pola pikir Rayan jadi begini. Ia jadi haus akan cinta. Lebih sering genit dengan cewek, bahkan tidak memikirkan perasaan ceweknya sekarang. Mungkin, ia ingin melampiaskan perasaannya, dan pacarnya hanya jadi pelarian.
Tiba-tiba handphone Nadia berbunyi. Ada pesan dari Rayan yang membuat Nadia kaget.
Nadia langsung mematikan handphone-nya. Ia benar-benar kesal pernah dekat dengan Rayan. Mungkin kalau dulu mereka tak dekat, ia tak akan membuat Rayan berharap lebih padanya. Namun, ia juga kecewa karena Rayan selalu melampiaskan perasaanya pada adik kelasnya. Nadia sungguh menyesal. Ia memang ingin mempunyai sahabat cowok. Karena bagi Nadia dulu, sahabat cowok lebih asik. Ia berharap persahabatan mereka tidak akan menimbulkan perasaan cinta. Namun, nyatanya Rayan ingin lebih dari sahabat.
Allah memang selalu membolak-balikkan hati seseorang. Yang benci menjadi cinta atau sebaliknya. Maka, cintailah seseorang sekadarnya. Bisa jadi orang yang kamu cintai kelak membencimu. Dan apabila membenci seseorang sekadarnya, siapa tahu orang yang kamu benci mencintaimu.
Menjalani sebuah persahabatan dengan saudara seiman dan semuslim memang sudah seharusnya menjaga ukhuwah. Namun, bersahabatlah sewajarnya. Menjalin persahabatan dengan lelaki atau perempuan itu tidak dilarang dalam Islam. Namun, kita harus menjaga perilaku, tatapan mata, cara bicara, dan kita tak boleh memperlakukan sahabat lelaki kita seperti sahabat perempuan.
Tidak ada salahnya kita berteman dengan lawan jenis. Namun, jika sudah melanggar semua yang ditentukan Allah, persahabatan itu haram. Naudzubillahhiminzhaliq, walaupun kita menganggap lelaki itu sahabat dan berlaku berlebihan, itu semua haram di mata Allah. Allah Subhanahu Wata’ala telah memberikan rambu-rambu dalam mencari sahabat. Setiap aktivitas yang kita lakukan, tentu punya tujuan. Sebagai seorang muslim, tujuan hidupnya tidak lain adalah untuk mencari rida Allah. Sehingga ketika mencari sahabat sejati pun, tentu yang dicari adalah yang bisa saling mengajak kepada keridaan Allah semata, bukan mengajak kepada kemurkaan Allah.