Kontrak Pernikahan

2011 Words
Citra menata semua masakannya siang ini di atas meja, senyumnya terus mengembang saat melihat Ara terlihat sangat semangat melihat semua makanan yang ia hidangkan. "Mama Ara mau makan yang banyak." Kata Ara dengan antusias dan menyerahkan piringnya ke arah Citra. Citra pun tersenyum ke arah putrinya dan mengambil alih piring putrinya dengan senang hati. Dengan hati-hati, Citra mengambilkan nasi untuk putrinya. "Ara mau makan pakai lauk apa?" Tanya Citra pelan. "Mau semuanya, semua masakan mama paling enak." Jawab Ara yang langsung saja membuat Citra tertawa mendengarnya. Anand yang juga berada di meja makan terus menerus mengamati interaksi putrinya dan istrinya. Selain itu, Anand juga fokus pada senyuman istrinya yang terlihat manis dan tak di buat-buat, berbeda dengan wanita-wanita yang dulu pernah ia kenalkan pada Ara. Setelah mengambilkan makanan untuk putrinya, Citra terdiam dan menatap ke arah suaminya yang juga menatapnya dengan tatapan biasa, dulu Citra sangat menyukai tatapan suaminya yang seperti itu, tapi sekarang Citra cukup sadar jika meskipun suaminya hanya menatap ke arahnya, tapi di hati suaminya hanya ada satu orang yang paling ia cintai. Citra mengambil piring suaminya tanpa berkata apapun, Citra mengambilkan nasi dan juga lauk seadanya untuk suaminya. Citra tak ingin bertanya apapun dan tak ingin bicara apapun pada suaminya itu. "Aku nggak suka acar ikan." Kata Anand yang langsung saja membuat Citra menghentikan tangannya yang ingin meletakkan piring yang sudah ia isi nasi dengan berbagai lauk di depan suaminya itu. Citra hanya tersenyum tipis dan menarik kembali tangannya, Citra meletakkan piring itu di depannya dan mengambil piringnya yang masih kosong. "Mas Anand bisa ambil sendiri kan?" Tanya Citra seraya menyerahkan piring kosong pada Anand. Tak tahu kenapa hati Citra benar-benar sakit, Citra berpikir suaminya itu memang tak berniat makan masakannya. Karena Citra masih ingat betul bagaimana suaminya yang memilih pergi daripada sarapan bersama dengannya. "Kenapa? Kamu nggak mau mengambilkan makanan untuk suami kamu?" Tanya Anand yang langsung saja membuat Citra melotot lebar dan menatap kesal ke arah suaminya itu. Bukan hanya Citra, Anand pun juga menajamkan tatapannya pada istrinya yang melayani putrinya dengan baik, tapi tidak ingin melayaninya dengan baik juga. Citra menghela napasnya pelan dan mulai menggerakkan tangannya untuk mengambilkan nasi untuk suaminya itu. "Lauknya apa?" tanya Citra dengan berat hati. "Telur balado sama cah brokoli." Jawab Anand yang langsung saja membuat Citra mengambilkan apa yang dikatakan oleh suaminya itu. Citra meletakkan piring itu di depan suaminya dengan pelan, tak ingin berdebat lagi dengan suaminya yang akan membuat hatinya semakin sakit. Citra memakan makanannya dengan perlahan dan diam. Citra pun tak berniat bergabung dengan pembicaraan Anand dan juga Ara yang tengah menilai masakannya yang tak enak di lidah suaminya itu. Berbeda dengan putrinya yang membantah penilaian ayahnya dengan sangat cepat dan juga tegas, putrinya terus mengatakan jika masakannya sangat enak. "Coba tanya mama, mama pasti juga bilang kalau masakan dia nggak enak." Kata Anand tiba-tiba. Citra memegang sendoknya dengan erat, tiba-tiba saja Citra ingin melemparkan piringnya ke arah laki-laki yang sudah berhasil mencuri hatinya itu. Citra benar-benar buta karena telah mencintai laki-laki seperti Anand. Laki-laki yang tak memiliki moral dan juga sangat kejam. "Ara, sudah ya. Kalau makan nggak boleh ribut. Nanti kalau sudah habis di teruskan lagi." Kata Citra dengan pelan dan menasehati putrinya. "Iya mama," jawab Ara dengan patuh dan kembali fokus pada makanannya. Anand yang melihat putrinya patuh tentu saja langsung menoleh ke arah Citra yang makan dengan tenang dan sedikit menundukkan kepalanya dalam. Setelah menyelesaikan makanannya, Ara kembali ribut dengan memperjuangkan soal rasa makanan yang di masak oleh Citra. Sedangkan Anand masih tetap pada pendiriannya. Citra melirik ke arah piring Anand yang kosong tak menyisakan apapun. Citra tersenyum kecil dan memilih berdiri untuk membereskan semuanya. Anand yang melihatnya tentu saja memilih untuk berhenti bercanda dengan putrinya dan membantu istrinya dalam membereskan makanan yang tersisa. "Aku yang cuci piringnya, kamu simpan makanannya di kulkas." Kata Anand pelan seraya mengambil alih piring kotor yang di bawa oleh Citra. Citra pun hanya terdiam dan ikut saja. Sekali lagi, Citra mengandaikan. Andai saja dirinya tak tahu semua hal yang di sembunyikan oleh suaminya, maka Citra akan semakin jatuh cinta pada suaminya itu. Suami yang bahkan memilih b******u dengan wanita lain dan membiarkan dirinya begitu saja. "Ara, jangan lari-lari. Sekarang cuci tangan, setelah itu sikat gigi. Setelah mama beresin semuanya, kita tidur siang." Kata Citra saat melihat putrinya berlari-lari dengan mainan di tangannya. "Siap mama." Jawab Ara seraya meletakkan mainannya asal, dan berlari masuk ke kamarnya untuk mencuci tangan dan juga sikat gigi di kamar mandi yang ada di dalam kamar tidurnya. Citra berjalan ke arah dapur dengan membawa makanan yang tersisa, sebelum memasukkannya ke dalam kulkas, Citra membungkus mangkoknya dengan plastik terlebih dahulu. Anand yang melihat Citra ada di depan kulkas hanya bisa tersenyum tipis dan mematikan kran airnya karena dirinya sudah menyelesaikan tugasnya dalam mencuci piring. "Masakanmu enak." Puji Anand pelan. Citra terdiam dan memilih untuk tidak mendengar apapun, ia takut dirinya jatuh semakin dalam. Ia takut jatuh cinta pada sosok suaminya yang sangat mempesona dan penuh kebohongan itu. "Masakanmu enak, kamu tidak dengar?" Kata Anand lagi seraya mempertanyakan kenormalan telinga istrinya. "Katakan saja kalau tidak suka." Balas Citra dengan sedikit acuh. "Aku nggak bohong, masakanmu memang enak, aku ingin nambah jika tadi kamu menawari lagi." Kata Anand lagi, tanpa berniat untuk pergi meninggalkan dapur. "Terserah kamu, mau kamu suka atau tidak aku akan tetap memasak. Aku juga membuatnya untuk Ara dan bukan kamu." Balas Citra seraya berdiri dari duduknya dan menatap tajam ke arah suaminya itu. "Mama, kok lama." Teriakan Ara yang terdengar membuat Citra menoleh dan memilih meninggalkan suaminya tanpa berpamitan. Anand tersenyum tipis, lagi-lagi dirinya di acuhkan oleh seorang wanita. Bahkan wanita yang di cintainya pun memperlakukannya dengan lebih buruk lagi. Citra berjalan masuk ke dalam kamar putrinya dan senyuman yang mengembang lebar. Sambutan putrinya saat melihat kedatangannya membuat Citra tersenyum semakin lebar. "Ara tahu doa sebelum tidur kan? Ayo doa dulu." Kata Citra yang langsung saja di turuti oleh Ara. Ara berdoa dengan lancar dan langsung saja memejamkan matanya perlahan. "Mama janji nggak akan buat adik untuk Ara kan?" Tanya Ara yang langsung saja membuat Citra tersenyum dan menggelengkan kepalanya pelan. "Nggak akan kok, Ara nggak akan punya adik dari mama dan papa." Jawab Citra dengan rasa nyeri di hatinya. Pernikahan yang sudah ia bayangkan begitu indah untuk ia jalani bersama tiba-tiba saja rusak. Justru dirinya malah terjebak dalam pernikahan yang salah. Siapa yang ia cintai? Dan siapa yang di cintai oleh suaminya? Citra mengusap sudut matanya pelan, tangannya masih bergerak mengelus rambut putrinya dengan hati-hati. Andai saja Alisya masih hidup, Citra pasti memilih berbalik dan meninggalkan cintanya yang salah ini. Sayang sekali karena dirinya tak memiliki sandaran lagi. Napas Ara yang mulai beraturan membuat Citra tersenyum tipis dan menangis secara bersamaan. Suatu hari nanti, dirinya juga akan kehilangan Ara jika putrinya itu sudah tahu siapa ibu kandungnya. Suara pintu yang terbuka membuat Citra mengusap air matanya cepat, dan pura-pura memejamkan matanya. "Aku tahu kamu tidak tidur, bisa ikut aku sebentar? Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan." Kata Anand dengan suara pelan, karena tak ingin membangunkan putrinya. Citra pun memilih membuka matanya dan bangun dari tidurnya. Matanya tak berani menatap ke arah suaminya yang saat ini entah menatap ke arah mana. Citra pun mulai beranjak berdiri dan berjalan keluar kamar, mengikuti langkah suaminya yang berjalan menuju ruang kerjanya. "Duduk dulu." Kata Anand meminta istrinya untuk duduk di sofa yang tersedia. Citra pun menurut dan mengamati ruangan suaminya dengan lama. Citra tersenyum miris saat melihat foto suaminya dengan Angela di pajang di ruangan itu. Foto yang manis dan juga serasi. "Karena kamu sudah tahu semuanya, aku nggak bisa berbohong padamu lagi." Kata Anand dengan suara pelan namun terdengar tegas di telinga Citra. "Alasan pertama aku menikahimu hanya karena Ara menyukaimu, aku juga tidak suka ataupun cinta padamu." Lanjut Anand lagi dengan berjalan menghampiri istrinya yang terdiam. Anand menyerahkan map biru yang tadi di ambilnya dan menyerahkannya kepada Citra yang hanya bisa diam dan menerima dokumen itu dengan rasa sakit yang amat dalam. "Kamu bisa menyebutkan sebagai kontrak pernikahan, di mana saat Angela setuju untuk menikah denganku, maka saat itu juga pernikahan kita berakhir. Tentu saja dengan hubungan kamu dengan Ara juga harus berakhir." Lanjut Anand lagi saat melihat istrinya membuka map yang ia berikan. Citra membaca satu persatu aturan yang di tulis di dalam kontrak itu dengan hati yang berdebar-debar. Ia berdebar bukan karena cinta, tapi karena marah dan tak tahu lagi harus berbuat apa. "Jika kamu setuju, kamu bisa langsung menandatanganinya." Kata Anand seraya menyerahkan bolpoin untuk Citra. "Ijinkan aku mengajukan dua permohonan." Kata Citra dengan suara yang sedikit bergetar karena menahan amarah dan juga tangisnya. "Katakan saja." Balas Anand dengan pelan. "Biarkan aku bekerja sendiri, setidaknya jika kita berpisah nanti, aku tak akan kebingungan." Kata Citra mengajukan satu permohonannya. "Aku setuju, itu lebih baik daripada kamu jadi lintah untuk orang lain." Balas Anand yang lagi-lagi membuat Citra geram dan ingin merah pada laki-laki yang ada di depannya, laki-laki yang ia cintai. "Jangan berbuat baik padaku, jangan memberiku uang ataupun apapun, kamu boleh memberi Ara, tapi tidak denganku. Aku bilang begini karena aku juga tak akan melayanimu layaknya seorang istri." Kata Citra lagi yang langsung saja membuat Anand terkejut mendengarnya. Anand terdiam dan melihat gerakan tangan Citra yang bergerak untuk menandatangani berkas yang ia berikan tanpa adanya keraguan lagi. "Cinta, kegiatan, atupun yang lainnya mengenai hidupmu, aku tak akan peduli lagi. Dulu, aku pernah berniat untuk menjadi bidadari seperti kak Alisya, tapi sekarang aku memutuskan untuk menjadi iblis seperti Tasya. Untuk seterusnya aku tak akan memasakkan apapun untukmu. Aku hanya akan memasak untuk Ara dan diriku sendiri. Jadi jangan pernah berpikir untuk makan makanan buatanku lagi. Aku juga cukup sadar jika makananku tak seenak itu." Kata Citra seraya berdiri dari duduknya dengan air matanya yang berhasil lolos dari mata cantiknya. Citra berjalan ke arah pintu keluar, dan menghentikan langkahnya saat setengah jalan. "Aku kira kamu laki-laki yang pantas untuk menerima cintaku, tapi ternyata aku salah. Di matamu aku hanyalah wanita menjijikkan dan tak pantas untuk bersanding denganmu." Kata Citra pelan dan kembali melanjutkan langkahnya untuk keluar dari ruang kerja suaminya. Anand terdiam dengan memijit kepalanya pelan. Ia mengaku salah karena sudah menggunakan trik layaknya laki-laki yang mencintai wanitanya. Ia juga tak bisa menyalahkan Citra yang sudah terlanjur mencintainya itu. Saat ini Anand hanya perlu berpikir, bagaimana cara menghapus rasa cinta yang di miliki Citra untuknya. Anand menatap nanar ke arah fotonya dengan Angela, hanya karena seorang wanita, dirinya benar-benar menjadi seseorang yang b******k dan tak pantas untuk hidup. Dulu, dirinya menyakiti istrinya sampai istrinya meninggal karena sakit yang di deritanya. Kali ini dirinya kembali menikahi seorang wanita yatim piatu dan menyakiti hatinya lagi. Anand tak ingin di salahkan sendirian. Karena semua yang ia lakukan demi Angela yang ingin mengejar karirnya terlebih dahulu. Citra memasuki kamar tamu dengan hari yang hancur, hatinya kembali terluka hanya karena cinta yang ia miliki. Apakah Tuhan mengutuknya dan melarangnya Untuk jatuh cinta? Hingga semua percintaannya hancur begitu saja. Tangan Citra bergerak mengambil ponselnya, jemarinya bergerak menggeser foto demo foto milik Alisya dan Gerald. Citra bener-bener iri dengan Alisya yang mendapatkan tatapan penuh cinta dari suaminya. Andai saja Alisya tak buta, dia pasti juga akan bahagia melihat tatapan penuh pujaan yang diperlihatkan oleh suaminya itu. "Kalian benar-benar memiliki cinta yang begitu menakutkan." Gumam Citra pelan seraya memeluk ponselnya sendiri. Dengan siapa dirinya berbagi keluh kesah? Dirinya bukanlah anak yang memiliki orang tua, dirinya juga bukan adik yang memiliki seorang kakak. Dirinya benar-benar sebatang kara dan tak tahu harus membagi sedihnya dengan siapa. Citra benar-benar benci dengan hidupnya yang berantakan. Kenapa dirinya dulu seperti itu? Kenapa juga dirinya di pertemukan dengan seorang suami yang bahkan tak mampu meninggalkan masalalunya? Citra menangis seraya menatap cincin pernikahannya. Cincin yang bahkan sudah di tolak oleh wanita yang di cintai oleh suaminya. Citra benar-benar malu karena pernah begitu memuja cincin yang cantik dan indah itu. Selain itu, cincin itu juga sangat pas di jari manisnya. Anand menyimpan dokumen yang sudah di tandatangani Citra dengan rapi, sedari tadi, hatinya terus mengatakan jika apa yang ia lakukan sudah benar. Lebih baik menyakiti lebih awal daripada membuat wanita itu mencintainya lebih dalam lagi. Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD