Kenapa memilihku?

2080 Words
Malam hari Citra menatap ke arah meja makan dengan sinis, malam ini Anand membawa Ara pergi untuk makan di luar, sedangkan dirinya memilih untuk tidak ikut dan tetap di rumah. Citra memakan nasi serta lauk pauk yang tersisa tadi siang, dirinya tidak memiliki mood yang baik untuk memasak lagi. Toh hanya dirinya sendiri yang akan memakannya. Setelah menyelesaikan makannya, Citra mencuci piringnya sendiri setelah itu kembali ke kemar putrinya untuk memeriksa tas sekolah putrinya. Citra membantu menata jadwal sekolah putrinya dengan hati-hati. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, tapi tak ada sedikitpun tanda-tanda mereka akan segera pulang. "Apa yang kamu tunggu?" Tanya Citra pada dirinya sendiri. Dirinya benar-benar merasa malu dan frustasi, jelas-jelas dirinya yang mengatakan hal jahat pada suaminya tapi dirinya sendiri yang merasa menyesal. Cinta memang sejahat itu. Citra berjalan ke arah ranjang putrinya dan tidur di atasnya dengan nyaman, tanpa sadar Citra pun memejamkan matanya dengan rapat karena kantuk yang menghampirinya. Jam setengah sepuluh Anand pulang, ia baru saja selesai meeting dengan rekan kerjanya yang datang mendadak dan memintanya untuk bertemu. Sedangkan Ara sudah ia ungsikan ke rumah kakeknya karena tadi gugup, sampai-sampai dirinya lupa untuk menjemputnya. Anand terdiam menatap ke dalam rumah yang terlihat masih terang. Tak ada satu lampu pun yang dimatikan oleh istrinya itu. Anand berjalan ke arah dapur dan membuka kulkas, benar saja. Istrinya memakan masakan sisa tadi siang, dirinya benar-benar bukan suami yang baik. Anand mengambil makanan sisa itu dan membuangnya ke tempat sampah, setidaknya istrinya tak akan memakan makanan sisa lagi besok. Setelah membuang semuanya, Anand pun mematikan semua lampu dan berjalan ke kamarnya. Di dalam kamar, Anand sedikit termenung karena tak menemukan keberadaan istrinya di dalam kamar tidurnya itu. Anand meletakkan jaket dan juga kunci mobilnya di atas meja, setelah itu kembali ke luar kamar dan memeriksa kamar putrinya. Anand menghela napasnya lega, untung saja Citra tak melarikan diri, jika semua itu terjadi sudah pasti dirinya akan mendapatkan amarah dari putri kecilnya itu. "Bangun." Panggil Anand pelan seraya menepuk pelan pipi Citra. Citra yang merasakan sentuhan Anand pun langsung bangun dan mengerjapkan matanya berkali-kali. "Pindah, ini kamar Ara, ngapain kamu tidur di sini." Kata Anand lagi yang langsung saja membuat Citra bangun dan menatap kesal ke arah Anand. "Ara mana?" Tanya Citra pelan. "Sudah tidur, kamu pindah dulu sana." Jawab Anand sembari meminta Citra untuk pergi. Citra pun meninggalkan kamar Ara dengan langkah pelan dan juga malas, dengan terpaksa Citra membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur yang tak nyaman itu. Rasanya Citra ingin menyerah saja dan pergi dari rumah ini. Anand terdiam di kamar putrinya dan menatap ke arah bingkai foto Angela yang ada di atas nakas samping ranjang milik putrinya. "Kamu benar-benar ibu yang jahat." Gumam Anand pelan seraya meletakkan kembali bingkai foto itu dan langsung keluar dari kamar Anand. Setelah masuk ke dalam kamarnya sendiri, Anand langsung ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya sendiri, meeting malam ini berlangsung cukup lama dan juga sedikit rumit. Kliennya kali ini benar-benar sangat tidak sabaran dan hanya memberinya waktu yang sangat singkat. Anand mematikan lampu utama dan membiarkan lampu temaram yang hidup, Anand menoleh ke arah Citra yang masih terjaga di atas ranjang. "Aku tidak akan berbuat apa-apa, tidurlah dengan nyenyak, aku akan tidur di sofa." Kata Anand mengingatkan, agar Citra tak terlalu waspada dan juga nyaman dalam tidurnya. "Kenapa memilihku?" Tanya Citra dengan suara pelan. Anand mendudukkan dirinya di atas sofa dan menatap ke arah Citra dengan tersenyum kecil. "Karena Ara suka padamu, apa kamu tidak pernah mendengar kalau aku gonta-ganti bawa wanita ke rumah sesuai pilihan Ara? Aku meninggalkan mereka yang tidak di sukai putriku." Jawab Anand dengan jujur. Citra tersenyum kecil dan memilih bangun dari tidurnya. "Bukankah kamu terlalu bodoh? Menunggu seorang wanita selama itu, apa kamu pikir dia benar-benar ingin menikah denganmu?" Tanya Citra dengan berani. Anand terdiam, tangannya bergerak mengambil rokok yang ada di atas meja dan menyalakannya begitu saja. "Dia memintaku menunggu, kenapa aku tak percaya? Aku mencintainya tentu saja aku menuruti semua keinginannya." Jawab Anand lagi yang langsung saja membuat Citra terdiam. "Lalu denganku?" Tanya Citra pelan. "Sudah ku katakan, semuanya hanyalah sebuah trik. Sudah di atur dari awal. Aku menikahinya hanya demi Ara, tidak ada alasan lainnya." Jawab Anand lagi. Citra tertawa pelan dan kembali tidur dengan tangan yang menarik selimutnya sebatas d**a. "Kamu menggunakan Ara sebagai alasan, lalu kenapa Ara tak ada di rumah ini sekarang? Bukankah seharusnya kamu membiarkan aku terus merawat Ara? Lalu kenapa kamu pergi bersamanya dan pulang sendirian?" Tanya Citra lagi. "Jangan jawab, pikiranku hanya melantur. Selamat malam, jangan lupa buka jendela jika ingin merokok." Lanjut Citra lagi seraya memejamkan matanya erat. Dirinya benar-benar bodoh masih mempertanyakan semua hal yang sudah pasti. Jika di ingat-ingat lagi. Apa yang membuat dirinya begitu berani untuk bertanya? Apakah rasa sakit yang ia terima sebelumnya? Benar-benar sangat konyol. Cukup lama Anand terdiam dan terus menatap ke arah ranjang, rokoknya sudah ia matikan saat mendapatkan peringatan dari istrinya. Meskipun Citra tak melarangnya secara terang-terangan, tapi Anand juga sadar jika sekarang dirinya tak sendirian. Anand memposisikan dirinya tidur di atas sofa dengan tatapan mata yang menatap ke arah atas. Pertanyaan Citra yang tadi benar-benar mengusik pikiran Anand. Apakah dirinya akan memiliki kesempatan untuk menikah dengan Angela? Dirinya sudah sepuluh tahun menunggu. Umurnya sekarang pun sudah tidak muda lagi. Anand memejamkan matanya dengan lengan yang ia tumpangkan di atas mata, benar-benar terlihat gelap tanpa cela. Suara kicau burung yang terdengar membuat Anand membuka matanya dan menatap ke arah sekitar yang sudah kosong. Anand menguap lebar dan menatap ke arah jam dinding dengan sedikit terkejut. Karena biasanya dirinya tak pernah bangun kesiangan seperti ini. Anand menatap ke arah selimut yang menyelimutinya dengan cermat, wajahnya menjadi datar saat mengingat siapa saja yang tinggal di rumahnya saat ini. "Sudah bangun? Sana siap-siap, Ara ribut minta di jemput." Tanya Citra yang baru saja masuk ke dalam kamar dan melihat suaminya yang sudah terbangun dari tidurnya. Anand menoleh dan menatap ke arah Citra yang tengah sibuk memilih baju di dalam almari pakaiannya. "Hari ini aku ada kelas." Ucap Citra yang langsung saja menjawab pertanyaan yang ada di kepala Anand. Anand mengangguk kecil dan bangun dari sofa, kakinya ia langkahkan ke arah kamar mandi untuk mandi terlebih dahulu. "Nanti aku antar." Kata Anand sebelum memasuki kamar mandi. "Nggak perlu, aku berangkat sendiri. Setelah pulang nanti aku langsung cari kerja, kamu jangan lupa buat jemput Ara." Jawab Citra menoleh ke arah suaminya dan tersenyum tipis. Anand terdiam dan menghela napasnya pelan, matanya terus menatap kepergian Citra dengan tatapan yang tajam. Istrinya memang tak menjauhinya, tapi istrinya benar-benar akan melakukan apa yang kemarin dia katakan. Setelah hampir setengah jam, Anand keluar kamar dan menemukan Citra yang tengah menunggu di ruang tamu dengan tas kecil milik putrinya. "Bukunya sudah aku siapin, di dalan tas juga ada bekal. Jangan lupa beritahu Ara biar nanti nggak basi." Kata Citra seraya berdiri dan menghampiri suaminya dengan menyerahkan tas milik putrinya itu. Anand terdiam dan menatap ke arah tas putrinya dan juga menatap ke arah Citra bergantian. Ada apa dengan reaksi hatinya yang tidak senang? "Aku berangkat dulu, taksinya sudah menunggu di luar." Pamit Citra seraya berlari menuju keluar, meninggalkan Anand yang masih terdiam dan duduk di atas sofa dengan tatapan yang tajam. Citra terdiam di atas mobilnya, matanya menatap ke arah wallpaper ponselnya yang memperlihatkan foto dirinya dengan suaminya yang menggunakan baju pengantin. Citra benar-benar berharap suaminya tak melakukan hal yang lebih kejam lagi padanya. Karena bagaimanapun juga dirinya masih memiliki perasaan yang dalam untuk suaminya, dan tentu saja dirinya tak bisa mengabaikan keberadaan suaminya begitu saja. Setelah sampai kampus, Citra langsung saja turun dan membayar ongkos taksi seperti biasanya. Uang yang di berikan oleh Gerald sebelum dirinya menikah masih cukup untuk menghidupi dirinya sendiri, dan nanti dirinya juga akan kerja lagi untuk menyambung hidupnya. Dirinya tak bisa menerima uang suaminya begitu saja, apalagi dirinya juga tahu jika suaminya tak memiliki rasa apa-apa padanya. Di tempat lain, Anand tersenyum melihat putrinya yang sudah menunggunya dengan seragam sekolah yang melekat di tubuh kecilnya. "Papa kenapa lama? Mama mana?" Tanya Ara dengan sedikit kesal. "Maafin papa ya sayang, semalam pekerjaan papa benar-benar penting jadi ninggalin kamu di rumah kakek." Jawab Anand dengan suara yang lemah lembut. "Terus mama di mana? Kenapa nggak ikut jemput Ara?" Tanya Ara lagi, mempertanyakan keberadaan mamanya. Ara dari kecil hanya hidup bersama ayahnya, jadi Anand bisa sedikit mewajarkan jika sekarang putrinya sedikit over protektif pada mamanya. "Mama juga sekolah seperti Ara, sebagai gantinya mama siapin bekal buat kamu. Ayo berangkat sekolah dulu nanti telat." Jawab Anand yang langsung saja membuat Ara senang dan mengambil alih tas miliknya. "Mama memang terbaik." Kata Ara dengan semangat. Anand terdiam, matanya menatap ke arah putrinya yang begitu senang saat di buatkan bekal oleh mamanya. Terkutuklah dirinya yang hanya memainkan istrinya sesuka hati, padahal jelas-jelas istrinya tulus dan menyayangi putrinya dengan baik. Di dalam mobil Anand melirik ke arah putrinya yang tengah sibuk membuka tasnya dan mengeluarkan kotak makanan yang ada di dalam tasnya. Ara membuka kotak makanannya dengan senyuman lebar karena isi di dalamnya adalah makanan kesukaannya. Ara mencomot telur puyuh yang sudah di bacem dengan tangan kanannya. "Masakan mama memang paling enak." Gumam Ara seraya ingin menutup kembali kotak makannya. "Papa boleh cobain?" Tanya Anand pelan dan menoleh sebentar ke arah putrinya lalu kembali fokus pada kemudinya. "Papa mau apa?" Tanya Ara seraya menoleh ke arah papanya yang sibuk dengan kemudinya. "Telurnya juga mau." Jawab Anand yang langsung saja membuat Ara mengambil satu telur dan ia ulurkan pada papanya. Anand menerima suapan putrinya dengan senang hati. Masakan Citra memang tergolong enak, berbeda dengan masakan bibi yang kadang cocok di lidahnya, kadang juga tak cocok di lidahnya. Anand benar-benar menyayangkan karena tidak bisa memakan makanan buatan istrinya lagi. "Ara besok-besok minta bekal dua dari mama ya." Pinta Anand yang langsung saja membuat Ara menoleh. "Papa mau? Kenapa nggak bilang langsung sama mama?" Tanya Ara yang langsung saja membuat Anand terdiam saat mendengar pertanyaan dari putrinya itu. "Papa jahatin mama? Terus mama nggak mau kasih makan papa?" Tanya Ara lagi yang langsung saja membuat Anand menggeleng dengan cepat. "Bukan, tapi papa nggak berani minta sama mama. Mama kan sayang sama kamu, pasti mau kamu diturutin." Balas Anand yang langsung saja membuat Ara terdiam dan mengangguk pelan. "Besok-besok Ara mintain sama mama, tapi kalau papa ketahuan jahatin mama, Ara nggak mau tinggal lagi sama papa." Kata Ara yang langsung saja kembali fokus menutup kotak bekalnya dan kembali ia masukkan ke dalam tasnya. "Nanti, jika mama pergi," "Mama nggak boleh pergi, kalau mama pergi, Ara akan tinggal sama nenek." Sentak Ara dengan cepat. Anand terdiam dan mengangguk pelan, ia benar-benar tak bisa membiarkan Citra pergi dari rumahnya. Karena sepertinya istrinya sudah sangat menyayangi mamanya itu. "Papa sudah ambil mama dari Gibran, jadi papa harus jaga mama dengan baik. Nanti kalau enggak, Gibran marah terus ambil mama Ara lagi." Kata Ara yang langsung saja membuat Anand menghentikan laju mobilnya dan menatap ke arah putrinya dengan senyuman tipis. "Papa akan berusaha menjaga mama dengan baik demi kamu." Jawab Anand seraya turun dari mobil karena memang sudah sampai di sekolah putrinya. "Kamu sekolahnya yang pintar ya, jangan bandel-bandel." Kata Anand memperingatkan putrinya. Ara mengacungkan ibu jarinya dan berlari memasuki gerbang sekolah dengan semangat. Berbeda dengan Anand yang terdiam di tempatnya. Suara ponselnya yang berbunyi membuat Anand mengambil ponselnya dan menatap nama Angela yang tertera di lara ponselnya. Anand memasuki mobilnya dan mengangkat telponnya dengan cepat. "Sayang, kamu di mana? Kenapa belum sampai kantor?" Pertanyaan yang terdengar dari sebrang telpon membuat Anand terdiam. "Aku masih di sekolah Ara, sebentar lagi akan berangkat ke kantor, kamu tunggu sebentar." Jawab Anand dengan suara yang lebih halus daripada biasanya. "Aku tunggu ya, aku sudah bawa sarapan buat kamu. Untuk merayakan hari pernikahan kamu." Kata Angela lagi yang langsung saja menyinggung perasaan Anand. "Aku cinta sama kamu, kenapa kita harus merayakan pernikahanku dengan wanita lain?" Tanya Anand pelan. Dirinya tak bisa menaikkan suaranya saat berbicara dengan Angela, karena Angela orangnya sangat sensitif, di bentak sedikit pasti akan nangis dan buat heboh sekitarnya. "Kamu nggak ngerti apa-apa, pokoknya kita harus rayain pagi ini. Lagian ya, aku juga ikut senang karena akhirnya Ara punya baby sitter, seenggaknya kamu nggak perlu keluar uang buat semua itu." Kata Angela lagi yang langsung saja membuat Anand terdiam dan menghembuskan napasnya berat. "Aku matiin ya, tunggu sebentar di sana." Putus Anand seraya mematikan sambungan telponnya dengan cepat. Anand benar-benar tak enak saat mendengar suara Angela yang seolah merendahkan Citra, padahal dari awal dirinya juga berpikiran sama dengan apa yang baru saja di katakan oleh Angela. Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD