Putus

1021 Words
"Oke kalau emang itu mau kamu. Semoga bahagia." Aurel berhenti dari aktivitasnya. "Kita putus!" Deg! Jantung Aurel berdetak lebih cepat, dia tidak menyangka kalau Rey akan mengucapkan itu. Gadis itu menoleh namun detik berikutnya Rey sudah beranjak pergi dengan langkah kaki lebarnya. "REY!" panggil Aurel namun cowok itu hanya berhenti sebentar untuk melanjutkan kembali langkahnya. Aurel hendak menyusul cowok itu tapi ringisan dari seseorang membuatnya menghela nafas pasrah. "Maafin gue Rel gue nggak maksud," ujar Kenzie, cowok itu mengubah posisinya menjadi duduk sambil meringis memegangi kepalanya yang sangat berdenyut. "Iya," jawabnya. Lalu tangannya meraih kapas dan memberinya obat merah. Saat hendak mengoleskannya pada luka Kenzie cowok itu menahan tangan Aurel di udara. "Gue minta maaf," ujar Kenzie lagi sambil menatap mata Aurel, pandangannya terkunci di mata indah itu. Ucapan itu tulus dan mana mungkin Aurel tidak memaafkanya. Meski dia sangat membenci sikap Kenzie tadi. Aurel mengela nafasnya lalu menurunkan tangan Kenzie. "Iya gue maafin. Sekarang mana gue obatin," katanya. Gadis itu kembali mengobati wajah Kenzie dan Kenzie juga menerimanya dengan nyaman. Sudah dua kali Aurel mengiobatinya. Bahkan luka yang kemarin belum kering kini sudah ada luka baru lagi. Kenzie tersenyum dalam diam. "Udah. Lo buat berbaring aja. Gue mau ke kelas," ucap Aurel sambil membereskan kotak obat. Kenzie tak menghalangi gadis itu pergi. Tatapan mata sayu terus mengikuti Aurel tapi dia tidak boleh terperangkap dalam mata itu. Kenzie memiliki aura yang bisa menghanyutkan siapapun itu termasuk Aurel. Tanpa menengok ke belakang lagi, Aurel segera mencari Rey. •••• Di balik tawanya ada rasa sakit tersendiri. Dasar b**o! Gak ngotak! Huh, berbagai lontaran itu terus tengiang di kepalanya. Ucapan kata putus itu terus berputar memenuhi kepala Rey. Itu bukan maunya, dia refleks karena marah. Rey sangat mencintai Aurel. Hubunganya selama ini tak pernah sampai kejadian seperti saat ini kalau tidak dirinya yang memulai. "AAKH BEGOOOO!" Cowok itu berteriak sekencang mungkin. Dia sedang ada di luar sekolah tepatnya di bukit kecil yang jaraknya cukup jauh dari sekolah. Tempat sepi yang sangat jarang di kunjungi seseorang. Nafas, Rey naik-turun. Dia sangat ingin kembali ke sekolah menemui Aurel dan minta agar melupakan ucapannya tadi. Tapi sepertinya tidak sekarang, Rey perlu waktu. Tapi sampai kapan? Rey sendiri tak bisa memastikannya. Biarlah tuhan yang mengatur hubungannya dengan Aurel nanti. Drttt ... drrttt .... Saku celana cowok itu bergetar lama tandanya ada panggilan masuk. Aurel's mine calling. Rey tersenyum, tapi perbuatan dan hati kadang tak sejalan. Cowok itu menggeser tombol merah dan mematikan daya ponselnya. Sementara di tempat lain, Aurel tengah gusar dan panik sendiri ketika panggilannya di tolak oleh Reyhan. Aurel juga sudah mencari ke kelas cowok itu tapi kata teman sekelasnya Rey tadi keluar, tapi ke mana? "Rey! Lo ke mana sih?" Aurel berucap pelan sambil terus mencoba menghubungi nomor Rey tapi hasinya hanya suara operator. "s**t!" umpatnya. "AUREL!" Panggil seseorang dari belakang. Gadis itu menoleh dan menemukan seorang laki-laki berlari ke arahnya dengan nafas tersenggal-senggal cowok itu menatap Aurel tajam sambil menyandarkan tubunya pada tembok kelas. "Lo kenapa dah?" tanya Aurel. Cowok itu mengulurkan tangannya pertanda sebentar dan Aurel tau itu. Dia membiarkan Gavin bernafas dulu. "Ken mana? Dari tadi dia nggak ke kelas. Mana hpnya ditinggal," ujarnya setelah sukses mengatur nafanya. Aurel memutar matanya jengah, dikira apa, ternyata. "Ada di UKS, sakit dia," kata Aurel membuat Gavin membulatkan matanya sempurna. "Biasa aja kali muka lo jelek!" sentak Aurel kesal dan Gavin malah cengengesan. "Yaelah Rel namanya juga kaget. Eh kok lo tau Kenzie ada di UKS?" "Lo sendiri kenapa tanya gue?" "Feeling aja sih." "Yudah sama," balas Aurel jutek. Moodnya buruk sekarang. "Yee lu mah, yaudah ye gue mau nemuin Kenzie. Eh lo mau ke mana? Bentar lagi bel," tanya Gavin sebelum pergi. "Cari Rey, lo tau?" Gavin menggeleng. "Nggak tau," katanya. "Yaudah." Setelah itu Aurel pergi dari hadapan Gavin. Mungkin Aurel harus berpikir jernih dulu mencari kemungkinan di mana Rey berada. Aurel tidak mau masalah ini semakin berlanjut. Dia mau memperbaiki hubungannya. Harus! Aurel segera menuju kelasnya dan ketika baru menginjakan kaki di sana, Feli dan Bela langsung berhambur peluk kepadanya. Seperti tak ketemu berapa tahun saja. "Lebay!" kata Aurel sambil memisahkan diri dari kedua temannya itu. Feli merengut kesal begitu juga Bela. "Lo dari mana sih? Noh tadi pacar lo nyariin," ujar Bela. "Serius? Sekarang mana orangnya?" tanya Aurel antusias namun Bela hanya mengangkat kedua bahunya tak tau. "Kelas mungkin," kata Feli. "Gak ada udah gue datengin kelasnya," jawab Aurel lesu, gadis itu berjalan menuju bangkunya diikuti Feli dan Bela. Langsung saja Aurel duduk lalu menghadap Bela dengan tatapan sedihnya. "Kenapa?" tanya Bela. Aurel melihat Bela dan Feli bergantian lalu menarik nafas panjang. "Gue putus sama Rey huaaaa ... Rey mutusin gue Bel, hiks ... Rey mutusin gue huaaa ...." Tangis Aurel pecah saat itu juga. Feli dan Bela saling tatap tak percaya. Bela langsung memeluk Aurel dan menenangkannya. "Lo nggak ngeprank kita kan?" tanya Feli. Aurel melepaskan diri dari pelukan Bela. "Buat apa juga gue ngeprank lo! Huaaa ini gimana? Gue nggak mau putus sama Rey, gue sayang sama dia huaaa ...." Aurel kembali menangis kencang. "Aduh udah-udah jangan nangis Rel, entar kesannya kita ngapa-ngapain lo lagi. Sekarang lo cerita gimana bisa lo putus sama Rey. Lo ada salah?" "Atau lo selingkuh?" Aurel menatap Feli tajam. "Gue nggak selingkuh Fel!" "Terus?" "Rey ngelarang gue ke UKS nemenin Kenzie, dia sakit, terus Rey marah padahal gue nggak-- "Ya pantes Rey marah. Dia kira lo nganu-nganu b**o!" bentak Bela. "IYA TAPI GUE GAK NGANU-NGANU BELA!!!" "Nganu apaan sih?" tanya Feli polos membuat Bela menepuk dahinya. "Sekarang gini aja ya? Kalo lo lihat Rey dua-duaan bareng cewek, hanya berdua di tempat sepi. Lo ngamuk nggak?" "Ngamuklah. Ngapain coba di sana?" jawab Aurel sewot. "Nah Rey pasti ngerasanya juga gitu Aurel sayang." "Tapi ini beda Bel, Kenzie sakit gue kasihan mukanya pucet banget. Masa gitu doang cemburu sih!" Aurel masih tak terima dengan keputusan Rey memutuskannya. "Ya iyalah oneng, Rey ngira lo lebih perhatian sama Kenzie dari pada sama dia." "Udah-udah mending entar lo ajak Rey ketemuan lurusin semuanya. Oke?" ujar Feli memberi saran diangguki keduanya. "Iya deh," jawab Aurel lesu. Huh baru satu orang pacar aja udah nyusahin gimana kalau lima. Eh?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD