TIGA

1078 Words
“Habislah kita kalau Olixys tahu tentang gadis Lohye itu”  Aku mendengar sergahan dari Darius “Semua orang datang melihat gadis itu, semua orang di klan ini mendengar apa yang dia katakan. Aku mendengar desas-sesus di Khot…” Khot adalah tempat dimana segala macam di jual di klan ini, perempuan pun di jual disana asal kamu membawa sedikit kantong Late. Mata uang kami adalah Late. Uang kami berbentuk lempengan logam yang terdapat bolong pada bagian tengahnya.  “Perempuan-perempuan hina itu membicarakan adikmu”  Hariti menghela nafas “Menurutmu bagaimana caranya agar kita menghentikan gosip-gosip yang tersebar dari mulut para pela**cur, Hariti ?”  “Babaku ?”  aku tidak bisa melihat ekspresi Hariti, karena kini dia duduk membelakangiku. Darius berkacak pinggang “Aku tidak tahu kenapa dia begitu optimis bisa menutup mulut semua Klannya, tahu kah dia berpuluh-puluh penghianat siap melempar kapak padanya” Darius keliatan gurat tidak percayanya “Dia laki-laki yang terlalu mudah percaya Hariti. Babamu…” “Semua orang sedang mendebatkan pemberontakkan Roga”  “Lalu apa ? Kamu tidak tahu setiap malam si bring#sek  Olixys itu memerintahkan orangnya datang untuk terus menghasut Babamu agar mau bergerak bersamanya menaklukkan Altar. Hariti, lihatlah kita menyebutnya klan pan*tat raja tapi lihatlah semudah itu dia menghianati rajanya sendiri”  Hariti mengangguk setuju. “Dan seperti semua orang tahu, Baba tidak akan menghianti Rajanya. Bagaimana pun Rajanya telah menghiantinya dialah orang yang akan pertama melempar kapaknya untuk Jafar yang Agung”  Darius tidak bicara lagi. Dia cuma menghela nafas. Dia setuju dengan perkataan Hariti. Sebelum Darius keluar dari kamar kami, aku meneruskan langkahku ke kandang kuda disanalah rumah Jon. Aku mau melihat keadaan Lio. Semoga penawar racunnya bekerja.  Aku  meloncati tiga anak tangga sekali lompat. Suara kakiku membuat awak dapur menoleh padaku. Lalu membungkuk memberi hormat. Aku melihat ibu berjalan cepat-cepat menuju ke dalam Kastil, sepertinya ada rapat tertutup. Baru mau melangkah ke dalam Met memanggil namaku “Matiti” suaranya membuat bulu kudukku merinding. Aku menoleh padanya  “Ini bukan ranahmu kawan”  Ujung bibirku terangkat merendahkanya “Baiklah Met ! Kastil dan Klan ini semua ranahmu. Kenapa tidak kau ambil saja tahta ayahku sekalian ?”  “Matiti kita bicara setelah rapat selesai ! ” Baba ada di sana, kapak di tangannya. Bahunya tertutupi kulit rusa yang hangat.  Dia masuk ke dalam Kastil. Merangkul sahabatnya Met. Dengan sengaja Met mengedipkan matanya padaku. Oh laki-laki itu memang suka mempermainkanku.  Aku loncat ke undakan berikutnya. Lalu berbelok di antara gudang kayu bakar. Sampailah aku di kandang kuda “Jon ini aku !”  “Masuk saja Matiti”  Jon sedang memanaskan perapian. Di  tanah kami sangat dingin apabila malam sudah larut seperti ini. Kalau sudah malam begini kami bisa melihat nafas kami sendiri, suasana yang basah dan lembab semakin membuat tempat ini dingin. Aku melihat Lio masih tertidur “Dia lebih baik ?”  “Ku harap begitu, aku sudah memberinya penawar”  Aku duduk bersandar di bilik kayu ek Jon. Jon dan Lio adalah sahabatku dan Hariti. Kami tumbuh bersama di Klan ini berguru pada guru yang sama yaitu Met. Aku melihat sahabatku dengan duduk memeluk lutut “Kenapa dia bisa sebodoh itu demi seorang perempuan ?” Aku masih tidak habis pikir dengan kemauan Lio mempersunting salah satu Klan Amor. Padahal banyak sekali gadis di klan kami yang menyukainya.   “Ya seperti itulah laki-laki kalau sedang jatuh cinta”  Aku tertawa mendengar Jon yang sekaku itu membahas soal cinta. Ini terdengar payah. Dia sepertinya tidak suka aku tertawa “Kamu belum jatuh cinta, Matiti. Tunggu saja”  “Aku tidak akan seb**odoh Lio” Aku menendekat-nenadang pinggulnya “Bangun bo**doh !”  Lio justru berbalik seakan tahu aku ada disana. Dia selalu benci membahas dirinya  “Xiala itu sangat cantik” imbuh Jon  “Sama saja, aku tidak melihat ada perbedaannya. Perempuan-perempuan Amor itu terlihat sama saja di mataku. Bola mata coklat, rambut lebat yang hitam, kulit berwarna kuning, pinggang kecil dan kaki menjulang seperti batang-batang ek. Mereka keliatan sama seperti Zehra”  Jon tertawa, dia menyikutku “Hariti tidak pernah cerita kalau diapun pernah melamar gadis Amor”  Wah ini sesuatu yang baru untukku. Aku senang mendengar informasi yang bisa kusimpan untuk mengolok-olok kakakku sendiri. Aku suka melihat Hariti terganggu konstrasinya dengan hal-hal yang tidak penting “Karena itu Zehra menghinanya habis-habisan”  “Apa katanya ? dia mau sebidang tanah dekat danau mati, dan juga dia tidak mau ada dua keturunan laki-laki dalam satu Klan” Kalimat itu di akhiri dengan tawa Jon yang menggelegar “Demi perempuan sahabatmu seharusnya kamu memang harus meninggalkan Klan ini untuk bekelana. Mungkin kamu bisa belajar menggunakan Trisula dari pada tidak bisa melempar kapak”  Aku memejamkan mata, sedikit sakit hati dengan perkataan Jon. Tapi dia benar aku memang tidak bisa melempar kapak. Akulah si lengan lemah di klan ini. Puas ?  Trisula adalah senjata yang biasa digunakan klan Roga. Karena mereka adalah klan pesisir, mereka menangkap ikan dengan trisula. Jadi anak-anak kecil di Klan itu sudah terbiasa menggunakan Trisula.  Jo menyindirku seperti itu karena ibuku berasal dari klan Roga. Aku tidak pernah bangga pada darah klan Roga yang mengalir pada darahku, bukan berarti aku membenci ibuku ! Aku sangat mencintainya, hanya saja mengingat darah yang mengalir pada darahnya adalah darah yang sama dengan yang mengalir di badan sial Olixys membuatku Jijik.  Tertawa Jon membuat kupingku sakit, kalau sedang senang dia akan tertawa seperti itu. Dia ingin menunjukkan mungkin betapa bahagianya hidupnya. Menurutku sih hidupnya menyedihkan ! Kerjanya cuma menjaga Lio. Tidak ada perempuan yang mendekatinya, setiap kali dia menginginkan perempuan perempuan itu malah naksir Hariti, aku atau Lio. Kami kan yang paling tampan di Kwititi selain itu yang membuat perempuan rela melakukan apapun demi kami karena kami anak dari pemimpin  klan yang akan melanjutkan kepemimpinan Babanya.  Perempuan mana yang tidak ingin dipanggil nyonya Kwaititi ?  Setelah suara tawanya mereda, Lio akhirnya bangun. Dia memegang kepalanya “Tolonglah Jon. Kau tidak bisa tertawa seperti itu. Ini sudah sangat larut. Kau pikir hanya dirimu yang tinggal disini”  “Maaf, maaf kawan. Tapi setiap kali membicarakan Matiti yang tidak bisa memegang kapak. Membuatku sangat lucu. Aku ingat bagaimana ekspresi Babanya waktu itu”  Aku mengeluarkan kunai dan ku arahkan kelehernya “Kau lupa ? Senjata ini ringan ? Aku Bisa menyayat lehermu dengan sekali ayunan tangan”  Jon mengangkat kedua tangannya, aku melihat jakunnya yang turun naik “Tenang kawan, tadi aku Cuma bercanda”  Lio mengulur nafasnya dalam “Mulutmu memang cocok di sodok Kunai, Jon !”  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD