Pengakuan

1215 Words
Pengakuan “Dar. Loe sibuk nggak?” “Ehh. Loe Shel. Tumben loe gentayangan di jam kerja?” “Hufftt. Gue nggak fokus kerja hari ini.” Shelina duduk di kursi yang ada di depan meja Sandara. “Pengumuman kemarin, mengganggu pikiran loe ya?” “Bukan itu sih. Tapi gue sendiri juga bingung apa yang mengganggu perasaan,dan pikiran gue sekarang. Ada sebuah rasa yang tumbuh di dalam diri gue. Yang selalu mengganggu pikiran gue. Semenjak hari itu, hingga detik ini. Dan kalau untuk masalah Pak Fery, dan yang lain gue malah enggak pernah mikirin sama sekali.” “Jangan bilang loe jatuh cinta sama itu cowok m***m!” Shelina Menaikkan bahu nya sekilas. “ Huffft.” Shelina menghela nafas panjang. Ia berfikir mungkin ini adalah saatnya untuk jujur kepada Sandara. Walaupun nantinya Sandara tidak memberikan solusi, setidaknya beban yang ia rasakan sedikit berkurang. “Hei. Kok malah melamun sih. Loe jadi cerita nggak? Maunya cerita disini apa di kosan saja?” “Loe sibuk nggak?” “Mm. Lumayan sih Shel. Bagaimana kalau nanti pas makan siang saja?” “Itu lebih baik! Ya sudah. Kalau begitu gue lanjut kerja dulu.” Shelina beranjak dari tempat duduknya. Dengan langkah gontai ia meninggalkan ruangan Sandara. Kegundahan sangat jelas terlihat di mata Shelina. Namun Sandara belum bisa membahas masalah Shelina saat ini. Pikiran nya sama kalutnya dengan Shelina. “Gue yakin Shelina pasti sudah mulai jatuh cinta sama si m***m itu. Sebelum terlambat lebih baik gue menjauhkan Shelina dari pria m***m itu. Gue nggak mau Shelina terluka seperti dulu. Tapi bagaimana caranya?" Batin Sandara. Beberapa jam berlalu. Akhirnya jam makan siang pun datang. Shelina melihat ke arah jam dinding nya. Waktu menunjukkan pukul dua belas kurang lima belas menit. “Sudah waktunya makan siang.” Gumam Shelina. Cepat ia rapikan file yabg berserakan di atas meja kerjanya. Shelina berdiri, dan berjalan kearah pintu ruangannya. Sebelum Shelina membuka pintu ruangan, Sandara sudah terlebih dahulu membuka pintu ruangan tersebut. TUUKK Seketika pintu mendarat mulus di atas kening Shelina. Dorongan Sandara yang lumayan keras membuat Shelina sedikit terhuyung ke belakang. “AWW. Kebiasaan deh Dar!” Pekik Shelina. Tangannya mengusap kening yang sedikit memerah. “Ooppss. Maaf Shel. Gue nggak sengaja suer deh.” Sandara membentuk jarinya seperti huruf V. Shelina menatap Sandara dengan masam. Memang sudah menjadi kebiasaan bagi Sandara, masuk kedalam ruangan Shelina tidak pernah mengetuk pintu sama sekali. “Dar. Lain kali tolong di biasain ya. Kalau masuk ruangan gue,loe harus ketuk pintu dulu! Ini untung Cuma jidat gue yang benjol. Besok-besok mungkin kepala gue bisa lepas.” Shelina mengerucutkan bibirnya. “Jangan ngambek dong Shel! Gue kan nggak sengaja. Gini aja deh. Siang ini biar gue yabg traktir loe makan siang. Sebagai tanda permintaan maaf gue.” Sandara Menaik turunkan Alisnya menatap Shelina. “Bener ya. Tapi gue nggak mau makan di kantin kantor. Gue maunya makan di restoran yang ada di seberang kantor!” “ Ya ampun Shel. Itu namanya loe meras gue Shel.” “Kalau loe nggak mau ya sudah. Gue nggak akan maksa.” Shelina segera meninggalkan Sandara. “Ok ok. Kita makan disana!” Sandara berjalan cepat untuk mensejajarkan langkahnya dengan Shelina. Saat mereka berjalan ke arah loby. Sangat nyata terlihat, dan terdengar karyawan lain membicarakan Shelina. Ada yang mendukung Shelina, ada juga yang menganggap kerja keras Shelina selama ini untuk mengambil hati sang atasan. Agar bisa menikah dengan putra sulung sang pemilik perusahaan. Namun Shelina tidak merespon mereka sama sekali. Ia tetap santai melangkah keluar kantor. Tapi berbanding terbalik dengan Sandara. d**a nya bergemuruh, kepalanya panas seperti akan mengeluarkan api. Sesampainya di restoran mereka mencari tempat duduk yang lumayan terpisah dari meja yang lain. Karena Shelina berniat untuk mengeluarkan semua hal yang mengganjal di hati, dan dipikirannya. “Shel. Loe nggak apa-apa kan?” “Gue nggak apa-apa. Gue yakin berita ini tidak akan tahan lama. Loe tau sendiri kan gosip itu akan datang silih berganti.” “Tapi ini bukan gosip Shel. Pak Fery sendiri yang ngumumin kepada mereka. Kalau loe calon menantunya.” Sandara meraih buku menu, dan mulai melihat makanan apa yang akan ia pesan kali ini. “Iya gue tau Dar. Tapi kan mereka nggak akan pernah melihat gue jalan sama Yudi. Otomatis nanti mereka akan lupa sendiri. Dan gue yakin tidak lama lagi, kekasih Yudi pasti akan muncul di kantor, untuk menggeser berita tersebut.” Shelina menyenderkan tubuhnya kekursi. Mendengar perkataan Shelina, Sandara mengangkat wajahnya dan menatap Shelina. “Loe tau dari mana si m***m sudah memiliki kekasih?” “Gue cuma menebak Dar. Siapa sih yang----“ Ucapan Shelina terputus saat pelayan mendekati meja mereka. “Siang Mbak mau pesan apa?” “Saya nasi goreng ayam satu, jus jeruk satu. Loe mau apa Shel?” “Samain aja!” “Kalau gitu, nasi goreng ayam dua, jus jeruk dua.” “Baik mbak. Mohon di tunggu ya pesanan nya.” Setelah pelayan pergi, Shelina dan Sandara kompak memainkan ponsel mereka masing-masing. Saat asyik berselancar di media sosial miliknya. Sandara kembali teringat tujuan Shelina yang ingin menceritakan keluh kesah nya. Sandara meletakkan ponselnya di atas meja, dan menatap Shelina. “Shel. Loe mau cerita apa sama gue? Oh ya. Loe tau dari mana si m***m sudah memiliki kekasih.” Sandara kembali teringat jawaban Shelina yang terpotong oleh kedatangan pelayan tadi. Shelina ikut meletakkan ponselnya ke atas meja. Ia ingin fokus bercerita kepada Sandara. “ Cuma tebakan gue sih Dar. Mana mungkin dia jomblo. Lagian siapa coba yang nggak mau sama dia. Dia sempurna sebagai seorang pria. Tampan, tinggi, tubuhnya atletis, menawan dan hangat.” Shelina memutar-mutar ponselnya dengan jari. Mata Sandara membola mendengar ucapan Shelina. “Hei. Loe sadar dengan apa yang loe ucapin Shel?” Sandara menjentikkan jarinya di depan Shelina, berharap Shelina sadar dari hayalannya. “Gue sadar Dar. Gue---“ “Ini pesanan nya mbak. Maaf menunggu lama!” “Ok.terimakasih.” Shelina menerima pesanannya dengan sedikit kesal. Karena curhatannya selalu terganggu dengan kedatangan sang pelayan. Sepertinya menerima usulan Sandara untuk Curhat saat makan siang, adalah ide yang sangat buruk. “Jangan cemberut gitu dong Shel. Mbak nya kan lagi kerja.! “Iya sih.” Mereka memilih makan terlebih dahulu sebelum melanjutkan pembicaraan tadi. Sepertinya mengisi perut yang kosong adalah pilihan yang tepat untuk saat ini. Setelah menandaskan nasi goreng mereka masing-masing. Sandara memulai pembicaraan mereka. “Jadi. Loe benar-benar sadar atas ucapan loe barusan.” “Gue sadar Dar. Bahkan jauh di atas kata sadar. Dan ya. Mungkin gue sudah jatuh cinta sama dia.” “Hufft.” Sandara menghela nafas nya berat. Apa yang di takutkan Sandara ternyata menjadi kenyataan. Shelina jatuh cinta, sedangkan Yudi entahlah hanya ia dan Tuhan yang tau. Sandara hanya bisa berdoa. Semoga apa yang di rencanakan Yudi tidak terjadi. Kalau boleh Sandara meminta, Semoga suatu saat mata Yudi terbuka. Agar cinta Shelina tidak bertepuk sebelah tangan. Sudah saatnya Shelina bahagia. Tidak mungkin Sandara menceritakan semua kebusukan Yudi kepada Shelina. Pasti Shelina akan sangat terpukul saat mengetahui cinta nya kembali salah memilih. “Mungkin lebih baik gue menyimpan ini sendiri. Gue akan menjaga loe Shel, Gue juga akan berdoa agar rasa cinta untuk loe segera hadir di hati Yudi. Agar cinta itu bisa berakhir dengan bahagia.“ Batin Shelina. “Hei Dar. Kok loe malah melamun.” Shelina menarik tangan Sandara. Agar sahabatnya itu segera sadar dari lamunannya. “Gue nggak melamun kok Shel. Gue Cuma lagi mikir, kok loe bisa jatuh cinta secepat ini.” “Gue juga nggak tau Dar. Rasa ini hadir begitu saja. Tapi gue sendiri belum yakin dengan rasa. Dan rasa ini belum tentu akan terbalas.” “Jadi?” “Gue akan membunuh rasa ini. Sebelum rasa ini semakin nyata.” “Gue setuju Shel. Tidak ada yang bisa loe harapin dari pri—“ “Tidak ada salahnya untuk mencoba Shelina.” “Bapaak!” Pekik Shelina, dan Sandara tertahan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD