Memulai

1749 Words
Senin telah tiba. Sudah Waktunya untuk kembali larut kedalan dunia pekerjaan. Seperti hari-hari sebelumnya, Shelina dan Sandara telah sampai di kantor. Walaupun jam masih menunjukkan pukul tujuh pagi. Dimana jam kantor dimulai satu jam lagi. Di ruangan Shelina. “Shel. Loe sudah siap menghadapi yang lain?” Shelina mengernyitkan dahinya menatap Sandara. “Untuk?” “Ishhhh. Loe sudah lupa ya. Kejadian hari Jum’at kemarin?” “Enggak. Gue sama sekali nggak lupa Dar.” Shelina mulai menghidupkan komputer yang ada di depannya. “Kok loe gitu sih?” “Gitu gimana sih Dar. Bukannya kita sudah membahas masalah ini? Gue nggak mau ambil pusing Dar.” “Tapi kan Shel.” “Udah ya. Seperti yang gue bilang sama loe. Biarkan ini semua berjalan sebagaimana mestinya. Gue akan tetap menjadi diri gue sendiri. Kalau dia jodoh gue,cinta pasti akan hadir antara gue dan dia. Tapi kalau nggak dia dan gue tidak akan pernah bersatu. Masalah Pak Fery dan karyawan yang lain,itu biar menjadi urusan gue. Loe tetap berdiri di samping gue menjadi penyemangat gue. Kalau gue nggak sanggup loe boleh bantu gue. Khusus untuk Pak Fery mungkin gue akan mencari waktu yang tepat. Untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Gue yakij beliau pasti akan paham.” Shelina memberikan senyuman terbaiknya kepada Sandara. Agar sahabatnya itu berhenti memikirkan masalah yang menimpanya. Mereka berdua semakin larut kedalam obrolan dengab tema yang tidak pernah habis. Tanpa mereka sadari waktu berlalu dengan sangat cepat. Sandara mulai menyadari, mereka berbincang telah cukup lama. Hingga jam kantor segera di mulai. “Udah mau masuk. Kalau gitu gue ke ruangan gue dulu. Kalau loe butuh gue, loe tinggal ke ruangan gue aja.” “Ok.” Shelina mengacungkan jempol nya ke arah Sandara. Sandara melangkah keluar dari ruangan Shelina. Perdebatan antara Yudi dan Rendi terus berputar-putar di kepala Sandara. Membayangkan perlakuan Yudi terhadap Shelina Jumat lalu, membuat Sandara semakin ketakutan. Walaupun Rendi berjanji akan selalu mengawasi Yudi,dan menjaga Shelina. Tapi tetap saja Rendi tidak bisa mengawasi Shelina setiap hari , selama dua puluh empat jam. Di tambah lagi, Shelina sering ikut menemani Pak Fery untuk kunjungan kerja keluar kota. Shelina selalu di tunjuk untuk menjadi ketua tim. Karena sekarang posisi Pak Fery telah di gantikan Yudi, otomatis saat keluar kota Yudi lah yang akan pergi. “Huhhhhhh. Kenapa sih loe Yud. Baru pertama kali bertemu Shelina loe langsung punya ke inginan buat nyakitin dia. Bagaimana kalau seandainya nanti, Shelina yang cinta mati sama loe. Sedangkan loe nggak Yud?” Sandara mengacak rambut nya. Melampiaskan kegusaran yang ia rasakan. Tok tok tok Suara ketukan pintu, mengagetkan Sandara. Sandara segera merapikan rambutnya,yang dari tadi sudah berantakan karena ulahnya sendiri. “Ehemm.Masuk.” “Hai sayang.” Rendi masuk kedalam ruangan Sandara. Mata Rendi langsung tertuju ke rambut Sandara yang masih sedikit berantakan. “Kamu kenapa? Mmm.” “Nggak ada! Ngapain loe kesini?” “Kok jutek gitu? Nanti cantik nya hilang lo!” Rendi mencubit pipi Sandara. “Apaan sih mas! Sakit tau.” “Habisnya pagi-pagi kamu udah jutek aja. Ini juga rambut kamu. Kamu enggak punya sisir ya di rumah?” “Udah deh mas. Langsung aja. Ada apa kemari?” “Oh iya. Bos minta data kunjungan bulan kemarin. Data nya kamu yang simpan kan?” “Iya. Minggu lalu memang sama aku. Tapi kemarin di minta Shelina buat di gabung sama data kunjungan yang lain.” “Mas tunggu sini. Biar aku minta ke Shelina.” Cup Rendi mengecup puncak kepala Sandara sekilas. “Nggak usah. Biar mas yang ambil. Sekalian membahas kunjungan untuk lusa.” “Mmmhhhh. Dasar m***m main sosor aja!” Shelina melempar Rendi menggunakan spidol yang ada di atas meja kerjanya. Sigap Rendi menghindar, dan menutup pintu ruangan Sandara. Rendi berjalan menuju ruangan Shelina. Namun langkahnya berhenti. Karena Yudi berdiri persis didepannya. “Loe jemput laporan nya kemana Ren? Gue udah karatan nungguin loe. Pacaran dulu ya sama gadis itu?” “Enggak. Laporan nya nggak ada sama dia. Laporan nya sama Shelina. Ini gue mau jemput.” “Biar gue aja. Dimana ruangan nya?” “Tuh di belakang loe.” Rendi menunjuk ruangan yang ada di belakang Yudi. “Ok. Loe duluan keruangan gue. Disana sudah ada Ayah untuk menjelaskan kunjungan kali ini. Gue ingin loe nanti ikut.” “Yud. Gue nggak pernah ikut untuk kunjungan. Saat Ayah pergi, gue yang akan tinggal disini menggantikan beliau.” “ Loe kan sekretaris. Kalau loe nggak ikut, terus selama ini siapa yang mendampingi Ayah untuk kunjungan? “Shelina dan tim nya. Bias---“ Mengizinkan Rendi berbicara,Yudi langsung masuk kedalam ruangan Shelina. Tanpa menghiraukan ucapan Rendi. Padahal Rendi ingin mengingatkan Shelina untuk menyiapkan segala keperluan untuk kunjungan,yang akan dilakukan lusa. Melihat Yudi yang langsung masuk kedalam ruangan Shelina. Rendi hanya bisa menggeleng kecil. "Gue harap loe segera sadar yud. Yang hadir di hati loe itu cinta bukan nafsu." Rendi membatin. Dalam sekejap Yudi telah berada di dalam ruangan Shelina. Shelina yang dari tadi sibuk menatap komputer. Terkejut melihat Yudi sudah berdiri di depan mejanya dan tersenyum. “Hai Shel apakabar? Bagaimana dengan luka mu. Apakah sudah membaik?” “Baik Pak. Silahkan duduk Pak. Apa yang membuat Bapak datang keruangan saya?” “Lusa kita akan melakukan kunjungan ke perusahaan cabang yang ada di Solo. Saya memerlukan laporan kunjungan bulan lalu. Kata Sandara data itu ada pada kamu.” “Benar pak. Datanya mau Bapak bawa langsung apa saya yang antar keruangan Bapak? Sebab laporan nya mau saya rapiin sedikit lagi.” Saya tunggu disini saja!” Jawab Yudi cepat. “Baik pak.” Shelina segera mengambil beberapa dokumen yang ada di atas meja kerjanya. Pandangan Yudi tidak pernah lepas dari wajah Shelina. Sedangkan Shelina tetap fokus kepada dokumen yang harus segera di selesaikan. Agar Yudi bisa segera pergi dari ruangannya. Tidak ada yang bersuara antara Shelina dan Yudi. Yang terdengar hanya gumaman lembut yang keluar dari bibir Shelina, yang sedang membaca dokumen. “Oh ya Shel. Saya minta maaf.” Yudi berusaha memecah kecanggungan di antara mereka berdua. Karena dari tadi Shelina sama sekali tidak ada keinginan untuk memulai pembicaraan di antara mereka. “Maaf. Untuk?” Shelina menatap Yudi sekilas. Lalu ia kembali fokus kepada laporan yang sedang ia kerjakan. Yudi bisa melihat Shelina sama sekali tidak berminat untuk membahas masalah kemarin. Apakah Shelina mendadak amnesia. Atau Shelina sengaja tudak ingin mengingat hal tersebut. “Saya tidak bermaksud melecehkan kamu kemarin Shel. Semua terjadi di luar kendali saya. Saya juga minta maaf sudah lancang memperkenalkan kamu kepada Ayah, kalau kamu calon istri saya. Semua saya lakukan ka-----“ “Ini pak. Laporan nya semuanya ada di dalam dokumen ini. Bapak bisa mempelajarinya sebelum kita ke Solo besok lusa. Kalau ada yang tidak Bapak pahami, Bapak bisa menanyakan langsung kepada mas Rendi.” Shelina segera memotong pembicaraan Yudi. Karena ia belum siap untuk membahas masalah kemarin. Setidaknya untuk hari ini. “Shel—“ . Yudi masih tetep ingin mencoba. “Maaf Pak. Ini jam kantor. Saya tidak ingin membahas masalah pribadi.” “Kalau begitu, nanti kamu ikut saya makan siang di luar.” “Maaf Pak saya sibuk. Persiapan untuk kunjungan ke Solo belum rampung saya selesaikan.” Shelina kembali fokus melihat kearah komputer. Ia sama sekali tidak mempedulikan keberadaan Yudi di depan mejanya. “Shel.” Yudi mendorong kursinya, agar bisa duduk di sebelah Shelina. “Shel. Bisakah kamu menjawab pertanyaan saya? Saya rasa itu tidak akan mengganggu pekerjaan mu.” “Baiklah Pak. Saya beri Bapak waktu lima menit. Walaupun sebenarnya saya tidak ingin membahas masalah ini lagi. TSaru lagi . Kalau bielh saya meminta, saya mohon Bapak kembali ke posisi Bapak. Jangan seperti ini saya tidak nyaman!” “Tidak. Saya ingin disini.” Tegas Yudi. Shelina mulai kesal akan tingkah laku Yudi. Bayangan di ruang kesehatan kembali berputar di dalam otak Shelina. Mungkin lebih baik ia menurut saja, agar semua cepat berlalu. Berlama-lama di posisi seperti ini, bisa membuat Shelina terkena serangan jantung. “Hufft. Baiklah Pak. Bapak tidak perlu mengkhawatirkan saya. Saya sudah melupakan semua perlakuan Bapak terhadap saya. Kalau boleh saya meminta, Bapak juga harus melupakan itu semua." Shelina menjeda perkataannya sejenak. Ia sedikit bingung merangkai kata. Wajar Shelina seperti itu. Disaat otak sedang berpikir untuk memjauhi Yudi. Namun hati,dan tubuh Shelina berharap Yudi selalu ada di dekatnya. " Dan untuk pengakuan Bapak kepada Pak Fery dan semua rekan di kantor ini, kalau saya adalah calon istri Bapak. Jujur saya sedikit tidak nyaman. Tapi saya berusaha untuk tidak ambil pusing. Khusus untuk Pak Fery saya akan membantu Bapak menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi antara kita. Jadi Bapak tidak usah khawatir.” Akhirnya Shelina berhasil menuntaskan keinginan otaknya. Shelina meraih dokumen lain yang ada di atas meja kerjanya. Agar ia terlihat sibuk di mata Yudi, dan berharap Yudi segera pergi. “Shel. Bisakah kamu berikan saya kesempatan untuk memiliki mu?” Mata Shelina membola setelah mendengar pertanyaan yang Yudi ajukan. Sedangkan jantung Shelina kembali berulah. Seolah ingin melompat keluar dari tubuh Shelina. Sekarang Ia harus melakukan, dan menjawab apa lagi? “Silahkan Bapak pikirkan lagi. Maaf saya sibuk.Saya rasa Bapak juga sama." Shelina berdiri dari kursi yang ia duduki. Lalu ia berjalan kearah pintu ,dan membukakan pintu. Berharap agar Yudi segera pergi, dan jantung Shelina kembali normal. Yudi melangkah pelan menuju pintu. Yudi menghentikan langkahnya tepat di depan Shelina. “Aku mencintaimu." “Pak.” Yudi berbalik,dan tersenyum ke arah Shelina. “Kamu berubah pikiran?” “Tidak. Apakah Pak Fery hari ini datang kekantor? Kalau iya, mohon sampaikan kepada beliau saya ingin makan siang bersama beliau. Ada hal penting yang harus saya bicarakan.” Yudi mengernyitkan dahinya. “Jangan terburu-buru. Pikirkan lagi!” Yudi meninggalkan Shelina berdiri mematung di depan pintu. Jantung Shelina semakin tidak sehat. Dadanya terasa sesak. Kedua kaki Shelina seakan tidak mampu lagi menopang berat tubuhnya sendiri. Ingin rasanya ia berteriak saat ini juga. Untuk menghilangkan rasa yang ada pada dirinya sekarang. Setelah sekian lama, akhirnya Shelina merasakan nya kembali. Rasa yang akan membuat orang bahagia apa bila jatuh kepada orang yang tepat. Shelina menggelengkan kepalanya. Berusaha mengusir rasa yang mulai tumbuh. Shelina memilih masuk keruangan Sandara. Dari pada melanjutkan pekerjaannya. Karena Shelina yakin, kakau ia lanjut bekerja tidak akan membuatnya benar-benar bekerja. SHELINA POV Nggak mungkin gue jatuh cinta sama dia. Tidak mungkin gue secepat ini jatuh cinta kepada seseorang. Oh Tuhan. Apakah mungkin dia benar-benar mencintaiku. Aku tidak ingin cinta ini kembali salah dalam memilih. Apakah yang harus aku lakukan? Jujur saja aku masih takut jatuh cinta lagi. Aku akan mencoba membunuh rasa cinta ini sebelum tumbuh subur. Namun apabila cinta ini tidak mati aku akan mencoba membuka hatiku untuk nya. Sebelum terlambat aku harus menemui Pak Fery, bagaimanapun caranya. Semakin cepat Masalah ini di luruskan, semakin cepat pula semua ini berakhir. YUDI POV Semua jawaban yang di ucapkan Shelina sungguh berbanding terbalik dengan apa yang gue bayangkan. Bagaimana bisa. Dia sama sekali tidak luluh dengan perhatian dan sentuhan yang gue berikan. Shelina. Wanita pertama yang mampu menolak dan melupakan sentuhan gue dalam sekejap. Sandara. Wanita pertama yang berani melawan gue. Ternyata benar apa yang dikatakan oleh Rendi. Shelina maupun Sandara tidak ada bedanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD