HM : Bagian 6

1945 Words
“Ingin rasanya berteriak ke semua orang bahwa sebenarnya aku terluka. Namun, apalah daya. Aku hanya bisa tersenyum dan mengikuti alurnya.” ? ? ? +62877******** Tc. Save Revan ? Ga disave awas aja! Inget disave ya! “Ini serius?!” tanya Nayla dengan mata yang masih melotot melihat pesan dari Revan di handphone sahabatnya itu. “Menurut kamu serius gak?” cuek Nadya yang malas dengan pertanyaan konyol dari gadis di depannya itu. Sudah jelas bukan si ketos sinting itu mengirimnya pesan? Toh pesannya masih ada di handphone Nadya. Entah ini Nayla yang lola atau gimana. Yang jelas Nadya malas menanggapi sahabatnya itu. “Wey!” tiba-tiba Nadya berteriak keras membuat Nayla mengalihkan perhatiannya kepada Nadya. “Kenapa sih?” tanya Nayla pelan dengan menggerakkan dagunya. “Rambut aku ditarik dari belakang.” Jawab Nadya kesal. “Siapa yang narik?” “Nih anak satu kurang hiburan.” Kata Nadya sambil menunjuk Faya. Faya yang hendak duduk di sebelah Nadya pun hanya tersenyum menunjukan giginya. “Yang lain mana?” “Tuh baru jajan, Nay.” “Oh iya iya.” Jawab Nayla singkat lalu kembali mengamati pesan dari Revan. Gadis itu sibuk berpikir dari mana sih ketos ganteng, tapi galak itu mendapat nomor milik Nadya. Kalau Cuma gara-gara hukuman buang sampah Nadya sama Revan bisa dekat, dirinya benar-benar menyesal. Ditatapnya Nadya dengan cemberut. Detik berikutnya Nayla menyerahkan handphone Nadya dengan kesal. “Lah, lo kenapa Nay?” tanya Dena yang baru saja tiba bersama dengan Kai, Citra, dan juga Fani. “Mukanya jelek amat!” cela Fani yang sekarang sudah duduk dan sibuk meminum es jeruknya. “Tuh si Nadya dapet co.. aww!” terpaksa ucapan Nayla terpotong karena kakinya telah diinjak oleh Nadya diiringi dengan tatapan menusuk seolah berkata ‘jangan bilang-bilang ke yang lain!’ “Lah kenapa, Nay?” tanya Nadya dengan wajah sok polosnya. “Gak apa-apa.” Jawab Nayla malas melihat wajah Nadya. “Ah si Nayla mah emang gak jelas!” ejek Dena ringan sambil memasukkan mie ke dalam mulutnya. “Iya, dasar labil!” Faya yang setuju dengan Dena. “Hahaha.” Tiba-tiba Citra tertawa sendiri membuat keenam cewek itu melihat kearahnya dengan tatapan bingung. “Dia kenapa?” tanya Nadya polos, benar-benar bingung dengan tingkah Citra yang tiba-tiba tertawa seperti orang gila. “Hahaha.. Itu sendoknya jatuh ketendang sampe pojok.” Jawab Citra masih diiringi tawa bahkan hingga mengeluarkan air mata. “Lah apa lucunya?” tanya Nadya lagi yang di ikuti anggukan dari teman-teman yang lain. “Ya lucu aja haha..” “Halah udah biarin aja. Citra emang receh.” Dena malas menanggapi Citra yang sering seperti itu jika berkumpul. “Jahat!” kata Citra, kemudian melanjutkan acara makannya yang sempat tertunda. “Nad, tadi aku ketemu kak Angga.” Bisik Faya pada Nadya pelan tidak ingin yang lain mendengar. “Terus gimana?” tanya Nadya kepada Faya sahabatnya dari kecil itu. Faya atau gadis yang memiliki nama Nirfa Yasta Martina itu adalah sahabat Nadya yang paling mudah untuk menyimpulkan dia suka dengan seseorang. Namun, Faya juga gadis yang paling susah untuk move on. Buktinya dia sampai sekarang belum bisa move on dari kak Angga yang disukainya dari kelas 9 SMP. Ets, kalian jangan salah ya. Kak Angga itu sebenernya gak ganteng sih kalau menurut Nadya. Gak manis juga. Istimewa apanya juga Nadya tidak tau. Tapi entahlah kenapa Faya bisa sebegitu suka bahkan cinta dengan kak Angga itu. Cowok yang gak pernah melihat ke arah Faya dengan anggapan bahwa Faya adalah cewek yang pantas untuk dicintainya. Setau Nadya, hubungan Faya dan kak Angga hanya sebatas kakak-adek’an. “Aku senyumlah ke kak Angga, tapi kak Angganya cuek.” Ucap Faya dengan nada sedih. “Ya udah lah, lagian kamu ya katanya mau move on!” “Ya kan tetap aja butuh proses.” “Hem..terserahlah. Lagian ya-“ “Kalian kenapa sih bisik-bisik gitu?” tanya Kai yang risih melihat Faya dan Nadya saling nempel bisik-bisik entah membahas apa. “Eh hehehe.. Ini si Nadya kebelet pipis katanya. Tapi takut kalau jalan pipis di celana soalnya udah diujung.” Jawab Faya cepat tanpa pikir panjang dan berhasil memenangkan hadiah satu cubit dilengan kirinya. “Kalo ngomong jangan sembarangan! FITNAH.” Kata Nadya yang tidak terima. Jelas dong, dia kan jadi merasa harga dirinya diinjak-injak. Masa katanya dia takut pipis di celana. “Udah sih gitu aja ribut.” Lerai Kai lalu beranjak dari tempat duduknya. “Mau kemana?” tanya Citra ikut berdiri. “Ke kelas.” “Ikut!” jawab mereka serempak kecuali Nadya dan Nayla tentunya. Setelah tinggal Nadya dan Nayla di sana, akhirnya Nayla pun memberanikan diri bertanya mengenai hukuman dari Revan akibat ulahnya kemarin. “Nad, maafin ya soal kemarin hehe..” cengir Nayla sok imut. “oiya, kamu diapain sama si ketos ganteng itu?” “Gak diapa-apain. Cuma disuruh buang sampah yang ada di depan kelas 11. Terus 1 lagi, dia itu gak ganteng tapi sinting.” Jawab Nadya santai. “Ah.. Tau kalau dapet nomor dari si ketos mah aku aja kemarin yang dihukum.” Rengek Nayla kepada Nadya. “Oiya, kamu kayaknya katarak deh Nad, cowok seganteng Revan dibilang sinting.” “Salah sendiri nuduh aku. Kan nyesel! Dan aku masih sehat! “ “Huft.. Ya sudahlah rejekimu, Nad.” Kata Nayla lalu menggembungkan pipinya merajuk. “Jelek!” ejek Nadya. “eh, tau gak Nay semalam Arisen ngajak jalan.” “Hah?! Terus kamu mau?” kaget Nayla yang merasa aneh. Arisen minta putus, lalu apa ini? Mengajak Nadya jalan? Beneran? Apa sih sebenarnya maksud Arisen memilih putus ,tapi masih deket-deket? “Hehe.. Maulah, abis diajakin ke pasar malam. Kan menggoda.” Kata Nadya ringan sepertinya happy-happy aja putus dari Arisen. “Nad, kamu gak kenapa-kenapa kan?” tanya Nayla khawatir lalu memegang kening Nadya bermaksud mengecek suhu tubuh sahabatnya itu. “Yee.. Emang aku mau kenapa?! Sehat gini.” Kata Nadya tak terima. “Hehe kirain.” ? ? ? Arisen. Cowok itu kini memilih duduk sendirian dipojok kelasnya sambil memegang handphone yang dimiringkan. Wajahnya menunjukan raut wajah yang begitu serius memandang layar handphone nya. “Woy! Itu musuh di depan lo, Ger!” teriak Arisen membahana membuat cewek di kelasnya mendengus malas. Kenapa setiap ada jam kosong cowok di kelas mereka selalu siap dengan hp miringnya dan juga game PUBG tidak berfaedahnya itu yang berhasil membuat seluruh guru geleng-geleng kepala. Kali ini mereka hanya main berempat saja karena Alfa dan Rey sibuk chating dengan gebetan barunya. Jadilah hanya Arisen, Geri, Andrew, dan Arsya. “Weh, mana-mana?!” ribut Geri yang yang belum menemukan musuhnya. “Hadeh.. Itu tuh di belakang pohon. Nah kan nembak lo dia!” sahut Andrew yang gencar mengarahkan jarinya untuk menembak lawan. “Eh dasar! Mana gak ada?!” geram Geri kesal tidak dapat menemukan musuhnya. “eh iya itu, awas aja abis lo!” “Loh.. Eh yahhhh..” Geri hanya mampu memandang nanar handphone nya itu karena dia sudah terlanjur terbunuh. “Wah si Gerimis udah mati cuy!” kata Arsya berteriak dari luar kelas. Ya, mereka memang bermain bersama, namun tempat duduknya saling berjauhan. Arisen memilih duduk di pojok belakang kelas dengan alasan mencari sinyal. Andrew di bawa papan tulis karena di situ dia bisa sambil berbaring tengkurap. Geri yang memilih duduk di meja guru sambil mencharger hp nya. Dan si Arsya yang memilih duduk di luar kelas dengan alasan yang sama dengan Arisen, masalah sinyal. “Ah.. Gue juga ikut terbunuh!” teriak Andrew frustasi karena tinggal sedikit lagi dia berhasil mengalahkan musuhnya. “Tinggal gue sama si Arsya dong?” tanya Arisen tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar hpnya. “Ah sial! Mati aku!” teriak Arsya menggelegar saat memasuki kelas. “Tinggal dirimu, Sen. Semangat kaka!” kata Geri berteriak sambil melompat-lompat. “Eh gerimis, diem deh nanti basah!” kata Arsya malas melihat tingkah Geri. “Enak aja gerimis! Ganteng begini!” kata Geri tak terima. “Wey.. Berhasil broo!! Chiken dinner gue!” teriak Arisen sambil berlari ke depan kelas lalu berputar-putar dengan riang. “Jijik woy! Kayak anak kecil!” maki Monica dengan suara cemprengnya itu. “Wey.. Biasa ae dong! Gak perlu kasar.” Kata Rey lalu merangkul Arisen dengan bangga. “Bapak bangga nak, kamu berhasil berjuang melawan penjajah.” Puji Rey penuh penghayatan. “Terima kasih pak. Ini semua berkat bapak juga.” Sahut Arisen tidak kalah drama lalu mereka berpelukan yang diikuti oleh Geri, Andrew, Arsya, dan juga Alfa. “Cih.. Dasar cowok aneh!” ejek Monica. ? ? ? Setelah Arisen berhasil memenangkan pertandingan dan juga berpelukan ala teletubbies bersama keenam temannya itu, ia memilih untuk menghampiri Nadya di kantin. Karena cewek itu, pasti akan ke kantin jika kelasnya kosong. Dan benar saja, ‘mantan’ kekasihnya itu ada disana sedang asik bercerita dengan Nayla, cewek manis yang agak lemot itu. “Hay, ndut!” sapa Arisen dengan mencubit pipi kiri Nadya sebelum ia duduk. “Hahhhhhh.. Kenapa sih, Sen, selalu ganggu waktu gue sama Nadya?!” tanya Nayla kesal. Andai saja cowok aneh itu tidak datang pasti sekarang Nadya sedang bercerita mereka ngapain aja waktu di pasar malam dan tentunya Nayla bisa mendapat cerita bucin ala Nadya. “Lah, kantin kan tempat umum. Siapa aja boleh kesini. Iya kan, ndut?” tanya Arisen menyenggol Nadya meminta persetujuan. “Eh.. Iya.” Ringis Nadya saat mendengar sapaan ‘ndut’ untuk dirinya. Sapaan itu biasa digunakan Arisen saat mereka masih pacaran dulu, dan sekarang mereka sudah putus bukan? Harusnya sapaan itu tidak digunakan lagi. Jujur saja, Nadya sendiri masih merasa deg-degan saat Arisen ada di deketnya seperti ini ditambah dengan panggilan Arisen untuknya yang berhasil membuat jantungnya memacu lebih cepat. “Nad, aku ke kelas sebentar ya?” ijin Nayla kepada Nadya. Belum sempat Nadya menjawab, cewek itu sudah kabur terlebih dahulu. “Temen kamu peka ya, ndut!” kata Arisen tanpa dosa lalu mengambil gorengan di depannya. “...” “Eh, Nad.. Semalem masih kerasa lho.” Goda Arisen mengingatkan Nadya pada kejadian dirinya yang tak sengaja memeluk Arisen. “A-apan sih!” kata Nadya malu jika mengingat kelakuannya sendiri. “Besok minggu anterin aku ya, Nad?” ajak Arisen kepada Nadya yang memang sengaja mengalihkan pembicaraan karena kasihan juga Nadya yang malu. “Ke mana?” “Beli tas, pengen tas yang lagi model sekarang.” Jelas Arisen kemudian mengambil gorengan lagi untuk ke 3 kalinya. “Owh iya, jam berapa?” tanya Nadya memastikan agar dirinya benar-benar siap dan tidak membuat Arisen menunggu. “Agak siang aja. Takut kamunya belum bangun.” Sahut Arisen ringan hendak mengambil gorengan lagi, namun tangannya segera dipukul oleh Nadya. “Jangan banyak-banyak! Udah makan gorengannya!” marah Nadya kepada Arisen yang hampir memakan 4 biji gorengan. Bukan tanpa sebab Nadya marah, itu semua juga demi Arisen yang memang tidak boleh mengkonsumsi terlalu banyak gorengan. “Pelit!” kesal Arisen dan memilih berdiri memesan es jeruk. “Enak aja bilang aku pelit! Ini semua demi kamu juga.” “yayaya, maap deh.” “Huft.. Iya in.” “Weh marah.. Aduh ndut, ayo lah jangan marah nanti jelek lho!” rayu Arisen agar Nadya tidak marah kepadanya. “Boleh gak sih berharap balikan lagi sama Arisen?!” batin Nadya penuh harap dengan hubungannya. “Gak usah mikir yang aneh-aneh, Nad. Kita gini itu udah paling nyaman menurut aku.” Ucap Arisen seolah-olah dia bisa membaca pikiran Nadya. “Hehe.. Iya Sen, tau kok.” Jawab Nadya lirih. Untung dia tidak meminta balikan kepada Arisen, baru berpikir akan balikan saja sudah ditolak apalagi kalau dia benar-benar mengutarakannya. “Maaf, Nad. Ini semua demi kebaikan kita juga.” Batin Arisen sambil memandang Nadya yang tertunduk dengan penuh penyesalan. ? ? ?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD