EMPAT

551 Words
Selamat Membaca Syafa berlarian panik, semabari sesekali menengok kebelakang dengan memasang wajah ketakutan yang mendalam "Huaaah pait pait pait pait Afa cuma mau lari pagi doang huaah pait pait" Syafa terus belari, tak memperdulikan orang orang yang ada didepannya, handuk kecil yang ada di lehernya pun Syafa lepaskan dan mengkibas kibaskan ke depan, berusaha menghusir lebah yang ada di sekitarnya. Niat Syafa awalnya sudah baik padahal, hanya ingin lari pagi mumpung ada waktu luang seperti ini. Bughh "Aduuuh gilaaaak. Apes bener gue. Udah dikejar tawon nabrak orang terus nyusrug lagi" pekik Syafa Orang yang menabrak Syafa terkekeh, namun tak urung menolong Syafa "Makanya. Lari tuh pandangan ke depan bukan ke belakang" Syafa masih tak melihat orang tersebut, sibuk membersihkan celana traning semasa SMAnya yang entah mengapa masih muat pada tubuhnya. "Gue di kejar kejar ta---" ucapan Syafa terhenti, mulutnya menganga sempurna melihat siapa di depannya kini "Britu Januar! Astagaaaa" Januar terkekeh pelan "Gak usah bawa bawa pangkat dong Mbak" Syafa tersenyum lebar, lalu membetulkan penampilannya. Gak enak kan acak acakan di depan seoramg abdi negara. "Jogging juga Pak?" Januar menyerit tak suka dengan panggilan Syafa kepadanya "Panggil Januar saja. Bukannya saya sudah bilang kita seumuran?" Syafa menepuk keningnya pelan "Maaf deh. Maklum kebanyakan tugas kuliah" kekeh Syafa di akhir kalimat Januar ikut terkekeh "Yuk jalan lagi" Syafa mengangguk, lalu mengikuti langkah Januar dan mensejajarkan posisinya dengan Januar "Jogging juga?" Januar mengangguk "Kamu sendirian aja disini?" "Ngomongnya make lo-gue aja gimana? Kaku banget gak suka tau" cicit Syafa. Syafa bukan tipikal orang yang suka berbicara aku-kamu jika memang sudah akrab. Karena menurut Syafa. Lo-gue lebih terlihat keakrabannya dan tidak ada rasa canggung Januar kembali mengangguk, setuju dengan pernyataan Syafa "Gak masalah. Lo sendirian aja joggingnya?" Syafa mengangguk, sambil sesekali membetulkan anak rambutnya yang keluar dari kerudungnya "Yakin? Sendirian?" Tanya Januar lagi, seakan tak percaya bahwa Syafa datang sendirian ke taman kota "Iyalah. Lo liat gue tadi sama siapa? Kaga ada kan? Yah jelas gue *dewekan lah" Januar mengangguk paham "Sayang amet cewek cantik kaya gini jogging sendirian" Syafa reflek memberhentikan langkahnya. Apa tadi kata Januar? Cewek cantik? Syafa di puji nih ceritanya?. Muka Syafa memerah. Ahh. Syafa benci ini. Benci dimana saat Syafa harus bulshing "Eh? Ini kok pipi Lo merah? Wahhh bulshing ya lo?" Ejek Januar Syafa melotot kesal, lalu memukul lengan kekar Januar dengan sekuat tenaga "Asal ya lo!" Syafa menelan ludahnya susah payah 'Keker bener boook lengannya' guman Syafa dalam hati Januar tak merasa kesakitan sama sekali, malah terkekeh karena secara tidak langsung tebakannya benar "Kalo marah berarti bener. Chaaaaa baper ya lo gue puji cantik" Sialan. Demi udang di film spongbop. Jika tidak dosa sudah Syafa cekek polisi cakep didepannya ini *** Musa tersenyum tipis. Ternyata ia ada saingannya. Tunggu, saingan? Musa kembali terkekeh miris. Ada apa dengannya? Musa hanya mendapatkan taruhan. Dan isi taruhan itu ia harus dekat dengan wanita. Saat wanita itu datang pertama kalinya, Musa langsung dihadiahi pendapat oleh teman temannya bahwa perawat cantik itulah target Musa. Hanya itu. Ya. Hanya itu. Harus digaris bawahi. Bahwa Musa hanya menyayangi perempuan Omma, Grandma, Mamah, Kakak, Akya dan sepupu sepupunya. Hanya itu. Tolong bantu ingatkan Musa bahwa Musa tidak boleh jatuh cinta agar tidak bodoh seperti Kakaknya. Musa kembali tersenyum miris melihat pemandangan di depannya. Benar benar, sepertinya Musa akan susah mendekati perawat cantik itu menjadi targetnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD