bc

Dari Pengganti, Menjadi Satu-satunya

book_age18+
79
FOLLOW
1.0K
READ
billionaire
revenge
HE
second chance
arrogant
bxg
serious
city
musclebear
like
intro-logo
Blurb

Dunia Rania hancur saat suami dan anaknya tewas ditabrak mobil. Harapan akan keadilan juga pupus saat keluarga pelaku justru memutarbalikkan keadaan. Parahnya lagi, Rania terpaksa menikahi Fandy, si pengemudi lumpuh demi menghindari denda miliaran rupiah akibat kontrak jebakan.Pernikahan yang dibangun di atas paksaan dan kesalahpahaman itu berubah jadi neraka. Fandy yang dipenuhi dendam memperlakukan Rania seperti musuh. Setiap hari adalah siksaan bagi Rania.Namun, sebuah insiden nyaris merenggut nyawa Rania berubah seketika. Di ambang kehilangan, Fandy sadar jika ia mulai takut Rania pergi dari hidupnya. Perlahan, rasa itu berubah. Dari dendam, menjadi rasa bersalah.Tapi mampukah cinta mereka bertahan. Selengkapnya, only on Dari Pengganti, Menjadi Satu-satunya.follow my Ig: @reezheety_

chap-preview
Free preview
Inikah Ujian?
"Kamu masuk duluan, aku mau beli jajanan dulu untuk Naira. Biar nanti di dalam dia enggak berisik." Rania menjawab sambil tersenyum. "Ya sudah, aku daftar sekalian aja deh ya, Mas. Biar gak kejauhan nomornya." Ekspresi Ahmad sejenak berubah, ia mengernyitkan dahi bingung. Rania lantas menepuk jidatnya sambil tersenyum, seolah lupa jika alat bantu pendengaran suaminya sedang bermasalah dan dia tidak mengenakannya. Dengan perlahan, Rania mengganti kata-kata lisan dengan bahasa isyarat yang begitu familiar di antara mereka. Gerakan tangannya yang halus menyampaikan maksudnya. "Aku ... daftar sekalian. Biar ... gak ... kejauhan nomornya." Ahmad membalas dengan senyuman seraya mengarahkan kedua jempolnya. Kemudian tangannya kembali bergerak mengatakan bahasa isyarat. "Kamu ... mau ... titip sesuatu?" Rania mengerucutkan bibirnya sejenak, kedua bola matanya tampak melihat ke arah langit seolah ia sedang berpikir, kemudian kembali menatap suaminya dengan senyuman dan menggeleng pelan. "Ya sudah, aku jalan dulu. Tidak lama kok." Rania kembali tersenyum seraya mengangguk kecil. Kemudian ia menutup percakapan mereka dengan berkata, "Hati ... hati," Yang diungkapkan dengan gerakan tangan yang lembut. Ahmad pun mengangguk. "Masuk, Sayang." Rania kembali mengangguk, kemudian berbalik, meninggalkan sejenak keramaian di luar klinik kandungan. Namun, sebelum memasuki klinik tersebut, ia menoleh sejenak, pandangannya tertuju pada motor Ahmad yang masih berada di depan pagar klinik. Melihat suaminya, Rania diam ditempat sejenak, dunia di sekelilingnya seolah bisu sejenak dan ia mulai berpikir. Katanya, ujian terberat dalam sebuah rumah tangga itu terjadi di 5 tahun pertama pernikahan. Namun, di rumah tangga mereka, semua nampak biasa saja, bahkan tenang dan bahagia. Hidup Rania terasa damai. Hampir 6 tahun ia menjalani rumah tangga dengan Ahmad dan selama itu pula kebahagiaan selalu menyertainya. Tak pernah ada pertengkaran besar, tak ada juga godaan orang ketiga, tak ada campur tangan ibu mertua yang merusak hubungan mereka dan yang terpenting, tak ada masalah ekonomi yang membuatnya lelah menjalani hidup. Ahmad memang seorang buruh pabrik dengan gaji sekitar 4,8 juta rupiah per bulan, dia memang bukan anak orang kaya yang bergelimang harta, tetapi ia adalah suami yang penuh dengan tanggung jawab. Sementara itu, Rania menjalani perannya sebagai ibu rumah tangga dengan sepenuh hati. Ia mengurus rumah, mendidik anak mereka yang baru saja menginjak usia lima tahun dan kini tengah menantikan kelahiran anak kedua. Baginya, kehidupan seperti ini sudah lebih dari cukup. Ia malah bersyukur dinikahi oleh Ahmad karena akhirnya ia mendapatkan keluarga yang luar biasa, walau pria itu mempunyai kekurangan. Baginya itu bukan masalah besar. Mertuanya juga bukan tipikal orang yang suka ikut campur akan urusan rumah tangga anaknya, dia justru memperlakukannya seperti anak sendiri. Bahkan, ibu mertuanya pernah berkata dengan lembut, “Kamu memperlakukan ibu dengan baik. Ahmad juga setelah menikah sama sekali tidak berubah dan masih sama seperti sebelum dia menikah. Hanya bedanya, kalau dulu Ahmad yang sering kasih ibu jatah jajan, sekarang kamu. Jadi tidak ada alasan untuk ibu tidak suka sama kamu. Ibu akan memperlakukan kamu sama seperti ibu memperlakukan Ahmad.” Rania tersenyum mendengarnya. Ibu mertuanya lantas mengatakan juga, “Lagipula, ibu juga punya anak perempuan yang suatu saat nanti pasti akan menikah. Bagaimana kalau nanti Shelly diperlakukan buruk oleh ibu mertuanya? Ibu percaya dengan yang namanya tabur tuai. Ibu takut, kalau ibu jahat sama kamu, nanti Shelly dijahati oleh ibu mertuanya. Dan lagi, ibu juga dulu pernah jadi seorang menantu, jadi tahu bagaimana rasanya kalau tidak diperlakukan baik oleh ibu mertua.” Ucapan itu begitu membekas di hati Rania. Ia merasa diterima, dicintai dan dihargai. Setelah bertahun-tahun hidup tanpa kasih sayang orang tua yang sudah tiada, ia akhirnya menemukan kehangatan sebuah keluarga. Ibu mertuanya bukan hanya seorang mertua, tetapi juga sosok ibu yang selama ini ia rindukan. Namun, di balik kebahagiaan yang ia rasakan, ada satu pertanyaan yang terkadang terlintas di benaknya. Apakah semua ini adalah istidraj? Bukankah katanya, semakin kita berusaha memperbaiki diri, berusaha menjadi yang terbaik, maka ujiannya akan semakin besar dan tinggi? Tapi mengapa ia tidak pernah diuji dengan sesuatu yang benar-benar menguras air matanya? Mengapa ia tidak pernah diuji sampai melebihi batas kesabarannya? Ini bukan istidraj, kan? Ia shalat lima waktu tepat waktu, mengaji setiap malam, bersedekah, berzakat, bahkan tak jarang melakukan amalan sunnah. Bukankah jika itu istidraj, nikmat ibadahnya dicabut? Jika memang ujian itu akan datang seiring dengan tingkat keimanan, mengapa ia merasa kehidupannya begitu sempurna? Tak pernah ada air mata dan juga duka. Bahkan, suaminya? MasyaAllah, dia begitu baik dan penuh kasih. Rania pernah diam-diam memeriksa ponsel suaminya, bukan karena curiga, hanya karena ingin menghapus rasa penasaran dalam hatinya saja. Namun, ia tak menemukan satu pun hal yang mencurigakan. Tidak ada chat yang mencurigakan, tidak ada nama asing yang perlu diwaspadai. Justru, di salah satu percakapan dengan seorang rekan wanita di tempat kerjanya, Ahmad menyanjungnya dengan penuh kebanggaan. "Istriku luar biasa. Aku bersyukur memilikinya." Hatinya menghangat setiap kali mengingat kalimat itu. Tak ada yang lebih menenangkan daripada mengetahui bahwa ia adalah satu-satunya wanita yang ada di hati suaminya. Suaminya tidak gila wanita. Hidupnya begitu bahagia. Tetapi tiba-tiba …. Brak! Suara dentuman keras menggelegar dari arah pintu depan. Lamunan Rania dengan seketika buyar seketika. Matanya yang beberapa detik lalu terlihat bak bulan sabit yang indah dipandang, perlahan membulat sempurna seperti bulan purnama di malam yang gelap. Dia baru saja memikirkan ujiannya apa, dan yang terjadi di depan mata? Dadanya berdebar, napasnya juga tercekat. Rania menahan napas. Seketika, dunia yang selama ini begitu indah terasa seperti hendak runtuh di hadapannya. Dengan jelas ia melihat sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menghantam motor di mana suami dan putrinya duduk hingga keduanya terlempar. Tubuhnya dengan seketika lemas tidak bertenaga, tetapi ia menguatkan diri untuk melangkah cepat. "M–Maaass?" Rania yang sudah lemas itu kini semakin lemas saat melihat motor milik suaminya yang terlihat hampir tak berbentuk. Ia berjalan cepat menghampiri suaminya yang tergeletak di atas aspal. "M–Mas ... hiks hiks hiks ...." Tubuh suaminya terlihat tidak bertenaga, darah terlihat mengalir di aspal. Kepala dan telinga Ahmad mengeluarkan darah. Tubuhnya terlihat tak berdaya. Matanya terlihat menatapnya lurus. "Ya Allah ...." Tangan Rania bergetar saat meraih telapak tangan suaminya. Air mata sudah membasahi pipi. "I—Ibuu ...." Suara lirih itu menusuk telinga Rania, membuat tubuhnya bergetar hebat. Pandangannya segera beralih, melihat ke arah sosok kecil yang tergeletak di aspal tak jauh dari Ahmad berada. "Na–Naira ...." Suara Rania serak juga gemetar. Putrinya yang baru saja merayakan ulang tahun yang kelima itu kini terkulai lemah. Wajah polosnya pucat, napasnya tersengal. Tangan dan kakinya penuh lecet, memerah, tergores aspal kasar. Tidak ada darah di kepalanya, tapi matanya mulai meredup, kelopak matanya perlahan turun, seakan tak sanggup lagi terbuka. Rania merangkak, mendekap tubuh kecil itu ke dalam pelukannya. "Bangun, Nak. Naira ... Sayang? Lihat Ibu." Suaranya pecah, tangannya mengguncang lembut bahu mungil itu. Tapi Naira hanya mengerjap samar, bibirnya bergerak tanpa suara. Tangis Rania akhirnya pecah. Dadanya benar-benar terasa sesak. Hati ibu mana yang tak hancur saat melihat anaknya seperti ini? Anak yang ia lahirkan dengan taruhan nyawa, kini tergeletak tak berdaya, penuh luka, di tengah kerumunan orang asing. Beberapa orang mulai mengerumuni mereka. Seorang pria buru-buru menghubungi polisi dan ambulans. Tapi yang lainnya? Mereka hanya berdiri, menonton. Bahkan beberapa dengan berani mengangkat ponsel, merekam tragedi ini seolah tontonan. Di sisi lain, seseorang berusaha membuka paksa pintu mobil yang ringsek. Mobil sedan berwarna silver yang tadi menabrak motor Ahmad kini hancur di trotoar, menghantam pagar beton. Asap mengepul dari kap mesinnya. Seorang pria terjebak di dalam, duduk di kursi pengemudi dengan tubuh terjepit dashboard. Setelah perjuangan beberapa orang, pintu berhasil dibuka. Tubuh pria itu ditarik keluar dengan susah payah. Usianya sekitar 30 tahunan. Wajahnya berlumuran darah, napasnya tersengal. Tapi belum sempat ada yang berbicara, suara lain tiba-tiba terdengar. Boom! Duaarr! Bersambung

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.8K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.6K
bc

TERNODA

read
198.7K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.4K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
58.9K
bc

My Secret Little Wife

read
132.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook