TINGGAL DI MANSION KELUARGA GRIFFIN

1356 Words
    Mr. dan Mrs.Griffin membawa Xandria untuk tinggal di Mansion mereka. Rumah yang begitu besar bak istana beberapa tahun terakhir hanya ditinggali oleh mereka berdua dan beberapa orang maid. Mr.Griffin memiliki seorang putra yang sedang melanjutkan study nya di Paris. Selain melanjutkan study-nya, putra mereka juga mengurus beberapa perusahaan milik Griffin Corp yang ada di Paris. Karena kesibukan terebut, putra mereka sangat jarang pulang ke kota Nice. Dan beliau berdualah yang sering mengunjungi anaknya ke Paris.       Xandria baru saja keluar dari kamarnya dengan baju kaos big size dan celana pendek bergaya rumahan. Ia selalu tampil sederhana seperti saat masih bersama orang tuanya. Wajahnya yang lesu dan pucat, serta tubuhnya yang sedikit lebih kurus semenjak kepergian orang tuanya. Ia benar-benar telihat sangat kehilangan.       Di ruang makan yang bergaya classic dengan dominan warna putih dan coklat keemasan, dua orang tua paruh baya duduk menyantap sarapan mereka yang terhidang di meja dengan elegan. Mr.Juan Griffin dengan kemeja dan jas kerjanya terlihat tampan dan berwibawa. Meski sudah berumur lebih dari lima puluh tahun, wajahnya yang tegas dan tampan terlihat sepuluh tahun lebih muda dari umurnya. Sedangkan istrinya Mrs.Isabella Griffin terlihat begitu cantik dan berkelas dengan midi dress cream lengan panjang di tubuhnya. Beliau  terlihat seperti wanita berumur empat puluhan dengan wajah cantik dan kulit indah terawat tanpa keriput sedikitpun. Benar-benar pasangan yang sangat serasi dan enak dipandang.       “Xandria…kemarilah, kita sarapan bersama.” Mrs.Griffin menoleh ke arah Xandria yang sedang menuruni tangga.        Xandria mengangguk, “Baik Nyonya.”       “Sudah aku katakan berulang kali, jangan panggil aku nyonya.” Beliau tersenyum hangat sambil menuangkan segelas s**u dan memberikannya pada Xandria yang baru saja duduk di meja makan. “Panggil saja kami Aunty dan Uncle. Atau kalau kamu mau, kamu bisa panggil kami Mom dan Dad.” Mrs.Graffin meletakkan sepiring sandwich di hadapan Xandria. “Anggap kami seperti orang tuamu sendiri.”       “….”       “Xandria, bagaimana dengan sekolahmu? Tidak lama lagi kamu akan lulus, apa sudah ada rencana mau lanjut kemana?” Mr.Graffin bertanya disela-sela percakapan.       “Sekolahku baik Da…Da…Dad.” Xandria menjawab dengan canggung.       “Mendiang ayahmu sangat ingin kamu melanjutkan study ke jenjang yang lebih tinggi. Kalau tidak salah, kamu menyukai design. Bagaimana kalau kamu melanjutkan study di Politecnico di Milan?” Mr.Griffin kemudian menyeruput kopinya. “Atau kamu lanjutkan di Ecole de la Chambre Syndicale de la Couture Parisiene di Paris saja, kamu bisa tinggal bersama De di sana.”       “Aku belum memikirkannya Dad.”       “Hal ini harus kamu pikirkan baik-baik, karena pendidikan itu penting. Masalah biaya kamu tidak perlu memikirkannya. Serahkan semua pada kami, kamu hanya tinggal belajar dengan baik dan menggapai cita-citamu.” Mrs.Griffin yang berbicara dengan nada rendah tapi penuh tekanan.       “Baik Mom, Dad, akan aku pikirkan.” Xandria menjawab sambil menyantap sarapan dan menenggak susunya hingga habis.     ****         Siang hari saat Xandria sedang duduk membaca buku di ruang baca kediaman Keluarga Graffin, tiba-tiba notif pesan masuk muncul di layar handphone-nya.       Bagaimana kabarmu?     -Justin Bill-     Xandria hanya diam membaca pesan yang ada di layar handphone-nya dan membalas beberapa menit kemudian. Ia masih kecewa dengan Justin atas kejadian beberapa hari yang lalu. Bahkan saat pemakaman kedua orang tuanya Xandria tidak melihat kehadiran Justin.       Aku baik-baik saja     -Xandria-       Setelah membalas pesan tersebut, Xandria kembali melamun dan mengabaikan buku yang ada ditangannya. Ia mengingat pertemuannya dengan Justin dua tahun yang lalu. Benar-benar pertemuan yang tidak disengaja dan beujung pertemanan. Siapa sangka pertemanan itu menimbulkan sebuah perasaan yang tak diduga seperti sekarang ini.               Flashback On…     Xandria sedang duduk santai sambil bermain pasir di pinggir pantai. Ia asyik membuat istana pasir dengan Bella. Seorang pria yang uring-uringan berjalan tanpa fokus, tiba-tiba menabrak istana pasirnya. Istana pasir pun hancur karena ditabrak olah pria yang kurus tinggi itu. Xandria yang masih menunduk melihat istana pasir hancur pun dengan emosi berkata, “Apa kau tidak punya mata? Kau sudah mengahncurkan istana pasirku.”     Pria itu terkejut mendengar Xandria marah. Ia tidak sadar telah menghancurkan istana pasir buatan gadis gemuk itu. “Apa kau berbicara denganku?” ia menjawab dengan nada tak bersalah.     “Tentu saja denganmu. Siapa lagi yang menghancurkan istana pasirku kalau bukan kamu? Hanya kamu yang lewat di depanku dan menabrak istana pasirku.” Xandria menaikan nada bicaranya.       Bella yang melihat Xandria semakin emosi menarik tangannya berusaha menenangkannya, “Xandria…sudahlah. Nanti kita perbaiki lagi.”       “Kamu diam Bella.” Xandria menatap tajam ke arah Bella. Bella yang tahu teman dekatnya itu keras kepala dengan emosi meledak-ledak hanya bisa diam.     “Kalau begitu aku minta maaf.” Pria itu menjawab dengan nada rendah, seperti lemah tak berdaya.       “Semudah itukah minta maaf?”. Melihat pria itu akan pergi, Xandria berusaha mencegatnya. “Kau harus bertanggung jawab. Harus ganti istana pasirku.” Xandria merengek.       Pria itu menghela nafas melihat istana pasir yang telah hancur. “Baiklah.” Dengan wajah lesu pria itu tersenyum tipis dan kemudian berjongkok membuat istana pasir yang telah dirusaknya. Selama membuat istana pasir, Xandria memperhatikan pria itu yang hanya diam membisu. Tangannya terus bergerak, tapi pikirannya entah kemana. Selain tubuhnya yang kurus tinggi, wajahnya juga tampan. Kulitnya yang putih, hidungnya yang mancung, bibir yang tipis, wajah yang tegas dengan alis tebal dan matanya yang hitam agak sipit seperti artis K-Pop idola para remaja  yang sering ia tonton di TV. Wajahnya membuat Xandria terpana, tapi sayang pria itu tidak masuk akal.       “Sudah puas melihatnya?” tiba-tiba pria itu bertanya tanpa menoleh.       Wajah Xandria yang memerah karena pertanyaan tersebut, berusaha memecahkan suasana dan memalingkan wajahnya. “Siapa nama mu?”     “Apa namaku penting bagimu?” Pria itu menjawab dengan wajah datar.     “Ya sudah, kalau tidak mau memberi tahu namamu.” Xandria mencibir dan berkata dengan nada ketus.     Melihat sikap Xandria yang to-the-point membuat pria itu sedikit tertarik. Ia menyunggingkan bibirnya, “Namaku Justin Bill, panggil saja Justin.” Flashback Off…         Tiba-tiba pintu ruang baca terbuka menghentikan lamunannya. Mrs.Griffin masuk menghampirinya, “Xandria…sudah beberapa hari ini kamu tidak keluar rumah. Bagaimana kalau kamu temani Mom berbelanja? Ada beberapa barang yang harus Mom beli untuk acara amal perusahaan nanti malam .”     “Baik Mom. Tunggu sebentar, aku akan ganti baju dan bersiap-siap dulu.” Xandria tersenyum dan menutup buku yang ia baca. Kemudian berdiri dan pergi ke kamarnya.     ****       Di pusat perbelanjaan Xandria menemani Mrs.Griffin berjalan dari satu toko ke toko lainnya untuk berbelanja. Tidak lupa beliau membelikan beberapa pakaian untuk Xandria.       Mrs. Griffin melambaikan tangan pada pelayan toko dan memanggilnya.     “Ya Nyonya, apa ada yang bisa saya bantu?” ucap pelayan toko sambil sedikit membungkukan badannya.       “Tolong beri semua pakaian terbaik yang ada ditoko mu untuk anak gadisku ini. Dan pilihkan yang cocok untuknya.”     Beberapa menit kemudian pelayan toko tersebut menghampiri mereka dangan setumpuk pakaian yang ada di tangannya,“Ini Nona, cobalah.”     Xandria menerima pakaian yang diberikan pelayan tersebut, kemudian pergi ke fitting room. Ia mencoba beberapa pakaian yang ia suka dan kemudian keluar memperlihatkannya pada Mrs.Griffin “Mom…bagaimana?”     Mrs.Griffin terpaku sejenak melihat Xandria dengan midi dress lengan pendek berwarna putih yang membalut tubuhnya. Meski tubuhnya sedikit gemuk, tapi tidak mengurangi keanggunannya saat memakai dress tersebut. Ia seperti  bunga lotus putih yang indah member kedamaian. “Xandria…kamu terlihat cantik dengan dress itu.”     Mrs.Griffin berjalan mendekati Xandria, kemudian mengelus pipi chubby-nya yang putih merona. “Sayang, kamu sebenarnya sangat cantik. Hanya perlu dipoles sebaik mungkin agar kecantikan itu terpancar. Orang tuamu sangat beruntung memiliki putrid yang baik dan cantik sepertimu.”     Xandria hanya menunduk menutupi wajahnya yang memerah karena malu. Kemudian Mrs.Griffin tersenyum dan mengelilingi Xandria yang sedang berdiri di hadapannya. “Next kamu harus memperhatikan tubuhmu. Besok Mom akan mengundang ke rumah Personal Trainer dan ahli gizi untukmu. Sekarang kita harus ke Salon terlebih dahulu.”     Setelah membayar semua barang belanjaan di kasir, mereka meninggalkan toko tersebut. Diperjalanan menuju salon, tiba-tiba perut Xandria berbunyi pertanda lapar. KRIIUK…KRIIUUKK.     Sambil memegang perutnya Xandria berkata dengan wajah memelas, “Mom bagaimana kalau kita makan dulu? Cacing di perutku sudah mau demo karena lapar.”     “Baiklah sayang, ayo kita makan dulu!” Mrs.Griffin tersenyum dan berjalan menuju sebuah restoran.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD