AYAH, IBU... JANGAN TINGGALKAN XANDRIA

1056 Words
    Esok harinya pukul 8 pagi, Xandria terbangun oleh handphone-nya yang berbunyi tanpa henti. Nomor yang muncul dari layar handphone-nya bukan dari nomor yang ia kenal. Beberapa menit mengabaikan handphone yang berbunyi itu, akhirnya ia mengangkatnya dengan malas.       “Hallo…”       “Hallo…Apa kamu Xandria?” terdengar suara berat seorang pria yang tergesa-gesa dengan nada panik dari seberang telepon.     “Iya, aku sendiri.”     “Xandria…Aku Paman Deni, supir kantor ayahmu. Tuan Juan Griffin menyuruhmu segera pulang ke rumah”     “Ada apa Paman? Apa yang terjadi?” Xandria bertanya dengan nada panik.     “Nanti kita bicarakan di rumah. Pulanglah terlebih dahulu”     “Baik Paman. Aku segera kembali.” Xandria menutup telepon dan beranjak dari tempat tidur. Ia berlari-lari kecil ke kamar mandi dan merapikan diri segera. Saat mau keluar rumah dan melewati dapur, ia melihat Bella sedang sarapan di meja makan.     “Bella…Aku pulang dulu.” Xandria berjalan dengan tergesa-gesa.     Bella yang merasa bingung melihat Xandria tergesa-gesa pun tak kuasa untuk bertanya, “Kenapa begitu terburu-buru? Apa kamu tidak sarapan dulu?”     “Tidak usah, nanti aku sarapan di rumah saja. Tuan Griffin menyuruhku segera pulang ke rumah. Sepertinya ada hal penting.” Xandria mendekati Bella kemudian memeluk dan memberi kecupan perpisahan di pipinya. “Aku berangkat dulu, see you soon!”.     ****     Di kediaman keluarga Vallery. Xandria yang baru turun dari taxi merasa bingung dengan keadaan di rumahnya. Di dalam dan luar rumah banyak orang-orang yang berdiri, berlalu-lalang dan juga ada yang baru datang. Mereka semua menggunakan pakaian berwarna hitam. Pemandangan seperti ini membuat Xandria merasa tidak karuan. Banyak pertanyaan terlintas dipikirannya, karena kemarin sebelum berangkat dari rumah semua baik-baik saja. Ia memperhatikan keadaan sekitarnya, terdapat banyak papan bunga berjejer di halaman rumah bertuliskan : TURUT BERDUKA CITA ATAS MENINGGALNYA MR. VALLERY & MRS. VALLERY SEMOGA AMAL & IBADAHNYA DITERIMA DI SISI TUHAN YANG MAHA ESA     Saat membaca tulisan pada papan bunga tersebut, Xandria seperti disambar petir. Ia merasa dunianya akan segera berakhir. Ia dengan cepat berlari ke dalam rumah tanpa memperhatikan orang-orang yang ada di sekitarnya. Di dalam rumah  terdapat dua jenazah yang terbaring di kelilingi orang-orang yang datang melayat. Melihat kedua jenazah yang terbaring dengan beberapa bekas luka di tubuh dan wajah itu, benar-benar menyedihkan.     “Ayah, Ibu… Jangan tinggalkan Xandria. Xandria tidak sanggup hidup sendiri. Xandria tidak sanggup.”tangis Xandria pun pecah. Ia menangis sekencang-kencangnya sambil bersimpuh di depan kedua jenazah orang tuanya. Seluruh ruangan hanya terdengar tangisannya. Semua pelayat merasa sangat kasihan melihat pemandangan di depan mata mereka. Xandria seorang gadis sudah ditinggalkan kedua orang tuanya saat ia masih begitu muda. Terlintas di pikiran mereka, bagaimana cara Xandria menjalani kehidupannya setelah kepergian orang tuanya? Ia hanya seorang anak tunggal tanpa ada sanak saudara yang tinggal di kota Nice. Meski hidup dengan sederhana, tapi ia tumbuh dengan penuh kasih sayang dari kedua orang tuanya. Ia sangat dekat dan dimanjakan oleh orang tuanya. Apakah ia sanggup menjalani kehidupannya sendiri?     Paman Deni yang melihat Xandria begitu sedih dan terpukul, menghampirinya “Xandria…kuatkan hatimu, beliau sudah tenang di atas sana.”     “Paman, apa yang terjadi kepada kedua orang tuaku? Kemarin sebelum  berangkat keluar kota beliau masih baik-baik saja.” Xandria dengan air mata yang berlinang bertanya.     “Xandria… kita tidak pernah tahu kapan maut akan menjemput. Dan kali ini nasib baik tidak berpihak pada kita. Kedua orang tuamu mengalami kecelakaan saat perjalan ke kota Lyon. Dan itu semua diluar kuasa kita sebagai manusia.” Xandria hanya terdiam mendengar penjelasan Paman Deni.       Xandria masih mematung dengan air mata yang selalu berlinang di pipinya, berusaha mengingat kejadian sehari yang lalu. Pagi itu sebelum ia berangkat menemui Justin, ia mengantar kedua orang tuanya hingga depan rumah. Xandria berdiri di depan pagar rumah merasa enggan melepas kepergian orang tuanya yang akan dinas di kota Lyon sekaligus mengunjungi saudara ibunya untuk beberapa hari.       “Ayah…Ibu…segera pulang ya. Jangan lama-lama. Aku akan sangat merindukan kalian” Xandria memeluk erat kedua orang tuanya dengan manja.       “Sayang…Ibu dan Ayah hanya pergi beberapa hari. Kamu jaga diri baik-baik selama kami tidak ada di rumah. Jaga kesehatanmu. Kamu satu-satunya putri kesayangan kami,harta yang paling berharga dalam hidup kami.” Mrs.Vallery mencium-cium pipi chubby anak gadis satu-satunya begitu lama. Seolah-olah mereka tidak akan bertemu lagi.       “Sudah-sudah…kalau begini terus bisa-bisa kita akan terlambat. Sore ini Ayah ada rapat penting di kota Lyon. Sebagai perwakilan perusahaan, Ayah diwajibkan hadir menggantikan Tuan Griffin.” Mr.Vallery berusaha melerai pelukan hangat antara ibu dan anak itu.       Dengan perasaan yang sedikit tidak rela dan mata yang berkaca-kaca, Mr.Vallery mengusap lembut rambut ikal anak gadis semata wayangnya. “Sayang…kami berangkat dulu. Sesampainya di kota Lyon kami akan menelponmu. Jaga dirimu baik-baik.”       Mr. & Mrs.Vallery memasuki mobilnya yang sudah siap dari tadi. Xandria dengan matanya yang berkaca-kaca berucap sambil melambaikan tangan, “Ayah…Ibu…hati-hati di jalan. Aku akan merindukan kalian. Jangan lupa segera kembali.”       Tidak seperti biasanya, Mr. & Mrs.Vallery hanya tersenyum mendengar ucapan anak gadis mereka. Seperti telah ada firasat bahwa mereka tidak akan pernah bertemu dan kumpul bersama kembali. Beberapa menit kemudian Xandria pun memasuki rumahnya.     ****         Sore hari di pemakaman, Xandria masih menangis di depan nisan kedua orang tuanya. Ia memeluk erat nisan itu menangis sejadi-jadinya. Mengingat bahwa setelah ini ia akan tinggal sendirian. Orang-orang yang hadir di pemakaman berangsur-angsur pergi meninggalkan Xandria, Bella, Paman Deni, Mr. dan Mrs. Griffin. Tak jauh dari tempat pemakaman tersebut berdiri dua orang pria dengan kemeja dan celana hitamnya. Justin Bill dan Wilbert Dass hanya memperhatikan Xandria dari kejauhan, kemudian beranjak pergi.       Mr.Griffin mendekati Xandria yang masih menangis tersedu-sedu sambil memeluk nisan kedua orang tuanya. “Nak…ikhlaskan, orang tua mu sudah tenang di sisi-Nya. Sekarang pulanglah bersama kami.”       Xandria hanya terdiam mendengar ucapan Mr.Griffin. Bella yang dari tadi mendampinginya berusaha membujuk, “Sayang…jangan menangis lagi. Kamu tidak sendirian. Masih ada kami yang menyayangimu.” Bella mengelus pundak dan menyandarkan kepala Xandria di bahunya.       Mrs.Griffin yang melihatnya tersenyum lembut. “Benar, Xandria. Masih ada kami yang menyayangimu. Mulai sekarang tinggallah bersama kami. Kami akan menjagamu sepenuh hati.” Mrs.Griffin berjongkok memeluk Xandria berusaha untuk menguatkannya. Beliau mengusap rambut ikalnya dengan penuh kasih sayang.       Hari pun semakin gelap. Mereka yang sedari tadi bersedih dipemakaman pun beranjak pulang ke kediaman masing-masing.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD