09. BUJUKAN KERAS

2254 Words
"Nih, gue udah seles—" Setelah membersihkan tangan Weeby dengan bersih, Marcell langsung menoleh ke samping. Marcell tidak melanjutkan ucapannya karena sorot matanya kini terkunci dengan manik mata Weeby. Mereka terus beradu pandang dalam diam. Namun, lima detik setelahnya, Marcell buru-buru membuang muka. Kenapa jadi seperti ini? Baru kali ini Marcell merasakan degup jantungnya yang memburu dengan cepat saat didekat Weeby. Marcell juga merasakan canggung dan kikuk. "Yuk balik ke kelas!" Marcell dengan segera melepaskan tangan Weeby. Tanpa menunggu lebih lama lagi, ia berjalan dengan cepat keluar dari toilet. Napasnya sedari tadi sudah susah dikeluarkan dari dalam paru-parunya. Tubuhnya juga menghangat, bagaikan terkena aliran listrik kecil. Ah, Marcell sungguh bingung dan frustrasi saat ini. Apa yang dirasakannnya barusan? Kenapa dirinya merasa ada aura berbeda dari diri Weeby? Tanpa menoleh ke belakang, Marcell buru-buru mempercepat langkahnya, ia tidak mau terlihat salah tingkah dihadapan Weeby. Selain itu, Marcell juga tidak mau jika tiba-tiba Weeby dapat menyusul dirinya. "Marcell, tungguin gue!" Teriakan Weeby itu mampu masuk ke gendang telinga Marcell, mendengar raungan suara itu membuat Marcell tercengang. Tanpa babibu lagi, ia semakin cepat melangkahkan kakinya. Hal serupa juga dialami Weeby, ia merasa hatinya menghangat saat mendapati perlakuan lembut dari Marcell. Cowok itu sepertinya sangat tulus mengusap tangan Weeby saat di toilet tadi. Keseriusan wajah Marcell saat mencuci telapak tangannya akibat kena kotoran kelelawar juga membuat Weeby tersipu. "Ih, kenapa lo tinggalin gue sih?" Setelah menyeimbangi derap langkah kaki Marcell, dengan spontan Weeby mencubit lengan Marcell dengan kuat. Tidak ada reaksi apa-apa. Marcell tetap diam sembari melanjutkan jalannya. Aneh? Tentu saja. Biasanya mereka akan terus berantem layaknya Tom and Jerry. Namun, kali ini sikap Marcell sungguh berbeda. Ada apa dengan cowok itu? Kerausakan arwah apa? Weeby malah tidak suka jika Marcell cuek seperti ini, ia lebih suka dengan sikap Marcell yang dulu, usil dan selalu menyebalkan. Itu lebih baik daripada kali ini. Tidak sadar, Weeby sudah mengerucutkan bibirnya ke depan. "Marcell, lo marah sama gue?" tanya Weeby dengan nada lirih, air mukanya sepenuhnya terekspos ke arah Marcell. Ya, gue marah sama lo karena bikin jantung gue mau copot, batin Marcell mengatakan itu. "Nggak!" balas Marcell tegas dan keras. "Ih Marcell, kok lo jadi gini sih? Di toilet tadi lo kesambet arwah apaan coba?" Weeby berujar kembali sembari mengangkat salah satu alisnya. "Gue nggak marah sama lo By, udalah ah!" Marcell berucap lirih, lalu ia semakin cepat melenggang ke depan. Weeby memberhentikan langkah kakinya, manik matanya menatap punggung Marcell yang semakin lama semakin mengecil. Cowok itu sudah menyita otak Weeby untuk berpikir keras. Setelah sampai di dalam kelas, Weeby langsung dihujani pertanyaan dari temannya.. "By, lo nggak pa-pa, kan? Marcell nggak apa-apain lo di UKS, kan?" tanya Kenya yang kini sudah duduk di hadapan Weeby. Weeby sekilas melirik Marcell yang duduk disampingnya. Cowok itu sedang asik bergelut dengan ponselnya. Dari samping, Weeby dapat melihat wajahnya yang tampan. Ish, kenapa Weeby baru menyadari akhir-akhir ini kalau wajah Marcell sungguh kelewat tampan? Weeby kembali menoleh ke Kenya yang sebelumnya meminta jawaban darinya, Weeby tersenyum kecut, "nggak kok, aman gue Nya." Hanya itu jawaban yang mampu Weeby berikan, selebihnya ia kembali menatap wahah Marcell dalam diam. "Oh kalo gitu kita ke kantin aja yuk, mumpung lo baru sembuh, pasti lo belum makan, kan?" Netta tiba-tiba mengeluarkan ajakan. "Gue males, kalian berdua aja sana. Lagian ini juga masih jam pelajaran," komentar Weeby. "Tumben-tumbennya lo ngomong kayak gitu? Biasanya juga langsung setuju, apa gue boleh curiga kalo ada makhluk halus yang masuk ke tubuh lo?" Kenya mengerutkan keningnya sembari menyipitkan matanya, wajahnya sepenuhnya menatap Weeby dengan curiga. "Ngaco lo!" Weeby terkekeh pelan. "Ayolah By, nggak ada guru juga. Kapan lagi kita ngerasain jam kosong kayak gini, kan?" rengek Netta lagi, kali ini lebih meyakinkan Weeby supaya menuruti kemauannya, ia juga menggenggam tangan Weeby dengan erat. Untuk sekian kalinya Weeby menolak, ia menggelengkan kepalanya berulang kali, "lo berdua aja sana, gue nggak laper kok, lagian gue juga malas keluar lagi, gue aja baru sampai di kelas," jawab Weeby sembari melepaskan genggaman yang Netta berikan. Kenya dan Netta secara serempak langsung mengerucutkan bibirnya, mereka tidak setuju jika Weeby berkata seperti itu. Weeby teguh pada pendirian, sekalipun berkata tidak, ia akan terus melakukan hal itu. Mau tidak mau mereka berdua bangkit dari duduknya dengan ekspresi yang muram. "Ya udah gue sama Netta pergi dulu, yuk Net." Kenya menyambar tangan Netta, menggandengnya. "Ayok, kita pergi dulu By kalo gitu, dah!" Sambil tersenyum, Netta melambaikan tangannya kepada Weeby, yang dibalas Weeby dengan senyuman tipis. Tidak lama berselang, dua sejoli itu keluar dari dalam kelas. Weeby sebenarnya merasakan lapar yang hebat. Bagaimana tidak? Dari tadi pagi ia belum makan, apalagi setelah minum obat itu. Tidak terasa perutnya sudah keroncongan minta diisi. Sebenarnya, tidak sepenuhnya juga Weeby menolak permintaan kedua temannya itu secara mentah-mentah. Ia hanya ingin di sini, bersama Marcell. Entah kenapa ia berpikiran seperti itu, Weeby sendiri juga tidak tahu. Sekali lagi, Weeby menoleh ke samping, lalu dua detik kemudian senyumannya langsung mengembang. Weeby akhirnya memilih untuk menidurkan kepalanya di meja, hatinya terasa hampa tanpa ada cekcok dan omelan dari Marcell. Ya, begitu sunyi dan sepi. Hanya hati yang kosong melompong. "By, nih makan." Marcell menggoyangkan bahu Weeby sedemikian rupa, tidak lama kemudian Weeby mengangkat tubuhnya. Weeby menoleh pada Marcell dengan wajah binar. Tatapan mereka kembali terkunci, namun sedetik setelahnya Weeby menemukan kotak makan yang berada di hadapannya. Hanya selama lima detik Weeby memandangi kotak makanan itu, lalu detik selanjutnya ia memandangi wajah Marcell lagi. Marcell dapat membaca pikiran Weeby kalau pertanyaan besar kini terkumpul di otak cewek itu. Oleh karena itu, Marcell berinisiatif untuk menjelaskan. "Nyokap gue bawa bekal, udah lo makan aja tuh," pinta Marcell menjelaskan. "Buat gue? Beneran?" tanya Weeby cepat sekaligus tidak percaya. Matanya mengerjap. "Terus lo gimana?" "Udah, lo makan aja. Nggak usah mikirin gue. Gue udah kenyang. Daripada mubazir, mending lo makan aja. Lo kan baru bangun dari pingsan, mending lo makan aja supaya lo nggak lemes." Sekali lagi Weeby memandangi kotak makan pemberian Marcell. Kenapa cowok itu kali ini sangat perhatian? Oh ralat. Memang dari dulu Marcell perhatian pada Weeby. Seperti meminjamkan pulpen, memberi jawaban tugas, dan hari ini ia membawa Weeby pergi ke UKS serta membersihkan tangan Weeby dari kotoran kelelawar menyebalkan itu. Kurang baik apa lagi coba? Dan sekarang ditambah Marcell memberikan dirinya makanan. Ish bodoh! Kenapa Weeby baru menyadari Marcell terkadang bersikap manis kepadanya? Kenapa Weeby baru menyadari kali ini? Selama ini, Weeby hanya menilai Marcell dari satu sudut pandang saja. Yaitu, Marcell suka mengomel dan menggurui dirinya tidak jelas. Marcell juga sering ngajak adu mulut dan mengerjainya. Tapi ternyata, Weeby sudah salah, selama ini Marcell memang sudah banyak membantu. Ya, walaupun dengan hal-hal kecil yang Weeby tidak sadari. "Lo sendiri beneran nggak makan nih?" Weeby memastikan bahwa Marcell benar-benar memberikan dirinya kotak bekal miliknya. "Nggak usah ngomong By ini buat lo. Udah berapa kali gue bilang kalo gue itu udah kenyang," sungut Marcell sedikit kesal karena Weeby terus saja menolak pemberiannya. "Tapi gue nggak enak, ini kan punya lo." komentar Weeby tak mau kalah. Marcell memutar bola matanya, lalu mengembuskan napasnya dengan susah payah. "By, lo dari tadi belum makan, lo mau bikin gue," Marcell refleks memberhentikan ucapannya, meresa ada yang mengganjal, Weeby segera menatap Marcell dengan paparan ekspresi curiga. "Gue emang mau bikin lo apaan?" Weeby mengerutkan keningnya, ia setengah bingung akan ucapan Marcell yang belum tuntas itu. Khawatir, gue khawatir lo kenapa-napa. "Udahlah lupain aja," cicit Marcell pada akhirnya. Weeby juga diam, tidak menyahut ucapan Marcell lagi. Pandangannya masih menatap kotak bekal yang berisi sandwitch milik Marcell. Kebohongan besar jika Weeby menolak dan merasa tidak lapar saat melihat makanan berselera itu. Nyatanya, sedari tadi ia sudah menelan ludahnya susah payah. Hei, Weeby belum makan dari tadi pagi, oleh sebab itu tidak heran jika dia seperti itu. Dengan segala tekad, Marcell masih bersikukuh dan berusaha membujuk Weeby lagi. Tidak ada kata penolakan bagi Marcell, dan Weeby harus menuruti kemauannya. Marcell hanya tidak ingin Weeby sakit hanya karena belum makan. Apalagi sedari tadi ia mencium aroma obat yang menyeruak dari Weeby. Sungguh, Marcell merasa sangat khawatir. "By, lo jangan nyiksa diri lo sendiri kayak gini lah." Akhirnya suara Marcell melemah, ia sedikit mendorong kotak bekalnya lagi ke hadapan Weeby. Tidak bisa mengelak lagi karena Marcell masih teguh pada pendiriannya, akhirnya Weeby menurut, ia mengangguk kecil pada Marcell, hanya itu yang Weeby lakukan, tetapi dapat membuat Marcell tersenyum dengan lebar nyaris mulutnya hampir sobek. Tatapan Weeby kembali alihkan pada makanan itu, kemudian tangan kanannya terulur mau mengambilnya. Namun, detik berikutnya Weeby mengurungkan niat untuk melakukan hal itu. "Woy, enak bener nih makanan. Gila, lo sering-sering bawa ginian lah Cell." Marcell menyoroti Novan dan Erza dengan mata garang siap menerkam, bagaimana bisa ia berteman dengan makhluk macam mereka? Tanpa rasa malu kedua cowok somplak itu menerjang dan memakan sandwitch yang Marcell suguhkan khusus untuk Weeby. Benar-benar menyebalkan. Baru datang langsung berulah. "Eh, lo ngapain main serobot aja? Ini bukan buat lo!" Marcell meraung keras, hal itu dapat menyita perhatian Erza dan Novan yang masih asik bergelut memakan bekal milik Marcell. Seketika dua sejoli itu memandangi Marcell, "bukannya ini untuk kita berdua Cell?" Erza berseru tanpa dosa dan diikuti anggukan kepala dari Novan. "Siapa yang bilang? Ini buat Weeby, nih anak belum makan karena masih lemes habis tepar," Marcell sedikit memandangi Weeby dengan ekspresi datar, lalu sejurus kemudian ia kembali menghujam kedua sahabatnya itu. Sebelum membalas perkataan Marcell lagi, buru-buru Novan melahap makanan itu hingga habis, "sejak kapan lo peduli sama Weeby, biasanya juga berantem terus tuh," celetuk Novan setelah menelan gigitan terakhir-nya. Seketika Marcell mejadi kikuk, ia tidak berani menatap Weeby. Sementara Weeby dengan tampang datarnya menatap Marcell sedemikian rupa. Marcell yang merasa ditatap seperti itu langsung gugup tak tentu arah. "Udahlah, urusan sama lo berdua nggak ada untungnya." Marcell akhirnya pasrah, dan merelakan makanan lezat itu masuk ke perut Novan dan Erza. Memang benar-benar sahabat yang somplak Novan dan Erza ini. Bagaimana tidak? Setelah merebut bekal Marcell tanpa ijin, mereka lalu berlalu tanpa mengucapkan makasih pula. Marcell memang harus menyiapkan mental untuk menghadapi segala tingkah laku mereka berdua. "Gue doain makanan tadi tersesat di perut lo berdua." Marcell berteriak kencang setelah Novan dan Erza menghilang di balik pintu kelas. Marcell mendesah panjang, lalu tatapannya mengarah ke Weeby. "Tuh anak berdua emang ngeselin, sori By gue nggak ada makanan lagi." "Iya, nggak pa-pa kok gue." Sebuah kebohongan besar, padahal perutnya sudah keroncongan minta diisi. Beberapa menit setelah, singkat cerita, sekolah dibubarkan karena guru-gurunya ada rapat. Semua anak tentunya pada heboh sendiri, mereka bahagia karena aktivitas belajar mengajar tidak dilanjutkan. "By, gue temenin lo cari makan yuk, lo setuju, kan?" Marcell kembali meneliti raut wajah Weeby seraya tak lepas dari aktivitas memasukkan buku ke dalam tas. "Nggak tau, kayaknya gue mau langsung pulang aja deh," jawab Weeby dengan lesu. "Tapi lo dari tadi pagi belum makan, tadi istirahat lo juga nggak ke kantin. Bener lo nggak laper?" curiga Marcell, ia meragukan ucapan Weeby. "Gue bisa makan di rumah, makasih atas tawaran lo," ucap Weeby seraya tersenyum kecil. Bukan Marcell namanya kalau apa yang belum didapatkannya akan nyerah begitu saja. Buktinya, Marcell masih bersikeras membujuk dan merayu Weeby. "Lo kan bawa motor tuh. Jangan cuma karena belum makan lo nanti nggak fokus nyetirnya. Pusing bisa datang kapan saja By, itu terlalu bahaya buat lo di jalan. Jadi, turuti kemauan gue ya? Gue nggak mau lo sampai kenapa-napa di jalan." Sekali lagi Weeby memandagi raut wajah Marcell, Weeby dapat membaca ada rasa khawatir yang terpampang dengan jelas di sana. Sorot mata Marcell juga terlihat teduh, membuat Weeby terenyuh dengan itu. "Lo kesambet apaan sih?" omel Weeby menatap Marcell sinis. "Lo pokoknya harus ikut gue By, kita makan dulu aja." Kesabaran Weeby sudah habis, ia menghentakkan kakinya kesal. "Gue nggak bisa Marcell, ayah pasti marah kalo gue pulang terlambat. Udalah jangan sok peduli, biasanya lo juga ngomelin gue." "Ayah lo nggak tau kalo sekolah dibubarin." Entah sadar atau tidak, perkataan Weeby kali ini sungguh mencubit ginjal Marcell, ia seperti tertampar mendengar penuturan itu. Hatinya mendadak mencelos hingga berada titik terbawa. Marcell bukannya sok peduli, memang kenyataannya ia sangat peduli kepada Weeby. Marcell tidak mau melihat cewek itu terkulai lemas seperti tadi pagi. Weeby juga belum megganjal perutnya, hal itu membuat kadar kegelisahan Marcell memuncak tinggi. Entah kenapa Marcell tiba-tiba bersikap seperti itu. "Dan gue udah ngabarin ayah gue barusan kalo gue bakal pulang lebih cepat," bohong Weeby. "Gue yang bakal ngomong sama bokap lo deh nanti, tenang aja!" komentar Marcell dengan sorot mata meyakinkan. "Gue nggak mau Marcell, gue udah nggak mau berurusan sama Ayah. Lo emang tau apa sama ayah gue? Nyatanya lo sendiri juga belum ketemu," ucap Weeby, ekor matanya menatap Marcell dengan garang. "Gue nggak takut, bokap lo sama kayak gue," sanggah Marcell cepat hinggga kening Weeby terlihat berkerut. "Ha?" Perkataan Marcell barusan tidak dapat dicerna dengan jelas diindera pendengaran Weeby. Terlalu ambigu, menurutnya. Marcell akhirnya mengangguk sebanyak dua kali, tatapannya tak lepas dari wajah Weeby. "Gue cowok, bokap lo juga cowok. Ngapain takut? Kita juga sama-sama makan nasi!" cetus Marcell sekenanya. "Udahlah Cell, gue nggak pa-pa. Udah berapa kali sih gue bilang? Kalo gue lemes, ngapain juga gue teriak-teriak kayak gini sedari tadi? Itu sudah cukup membuktikan bahwa gue masih kuat, gue nggak selemah yang lo pikirin," sentak Weeby dalam satu tarikan napas. Padahal kalimat yang diucapkan baruan tergolong panjang dan bertele-tele. Sekarang, Marcell dapat mengakui bahwa Weeby masih tegar, tapi bagaimana bisa? Apa Weeby cuma pura-pura kuat dihadapannya? Yang pasti, cewek cantik itu sama sekali belum menyentuh makanan. Ini semua bakalan nggak akan terjadi kalau dua makhluk halus itu tidak mengganggunya. Siapa lagi kalau bukan Novan dan Erza?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD