Kegiatan Yang Tertunda

1110 Words
Reno merasa mendapatkan angin surga, ia langsung meluncurkan aksinya. Mendaratkan bibirnya pada bibir Sela yang terlihat sangat ranum dan menggairahkan. Reno melumat kembali bibir manis itu, seakan candu dan tak ingin melepaskannya. Kecupan mereka semakin dalam bahkan sangat dalam. Kecupan yang dirindukan Sela dalam seminggu ini akhirnya bisa dirasakan kembali. Kecupan Reno mulai berpindah pada leher jenjang itu, lelaki itu mulai memberikan kecupan-kecupan manja yang berhasil membuat Sela menggelinjang. Kecupannya semakin turun ke bawah dan berhenti pada gundukan daging yang terlihat sangat ranum juga menggairahkan. Lidah tajam itu mulai meng-eksplor setiap inci gundukan daging yang sangat membuatnya tergila-gila. Reno memberikan beberapa tanda merah di sana, menandakan bahwa itu adalah miliknya dan tak boleh ada orang lain yang memilikinya. Reno masih asik bermain di atas gundukan daging tersebut, ia merasa enggan berpindah karena baru disini saja sudah berhasil membuat istrinya mengerang dan mendesah tak menentu. Merasa puas bermain di atas gundukan yang menjadi idolanya, ia mulai turun lagi ke bawah. Reno memainkan lidah dan bibirnya di atas perut rata istrinya itu. Lagi-lagi Sela menggelinjang dan tangannya refleks mencengkram lengan suaminya. Mendapatkan serangan tiba-tiba seperti itu membuat Reno semakin gila dan semakin menggila juga permainannya. Ia kembali turun ke bawah, saat ini posisinya tepat berada di inti tubuh istrinya. Lelaki tampan itu langsung melahap hidangan luar biasa di hadapannya. Sela lagi-lagi menggelinjang dan merasa tak sanggup lagi menahan gejolak cinta yang membuat darahnya berdesir. Gejolak cinta yang sudah sampai di ubun-ubunnya membuatnya mengangkat kepala Reno. Ia menggelengkan kepalanya lemah, sorot matanya meminta lebih dan meminta untuk segera diselesaikan agar ia tak menahannya kembali. Reno menyeringai melihat istrinya seperti sudah tidak berdaya lagi dan hanya sanggup mengerang juga mendesah panjang. Reno mulai bangkit, membuka semua pakaian yang tersisa di tubuh istrinya dan juga pada tubuh dirinya. Ia langsung menunjukan kegagahannya membuat Sela menelan slavinanya dengan susah payah. Reno menatap Sela dengan tatapan yang sendu seakan meminta izin untuk melanjutkan kembali kegiatan mereka yang terhenti. Dengan keyakinan yang luar biasa, Sela mengangguk pasti seraya mengizinkan suaminya berbuat lebih. Reno terlihat sudah tak sanggup lagi juga menahan kegagahannya untuk tidak melancarkan aksinya. Atmosfer di dalam ruangan kamar sudah mulai berubah, awalnya terasa sangat sejuk dan saat ini terasa sangat panas sekali. Peluh mereka mulai berjatuhan seiring dengan gerakan Reno yang perlahan namun pasti. Pelan namun lama-kelamaan menjadi cepat. Sela, lagi-lagi tak sanggup menahan gejolak cinta yang menjalar di tubuhnya. Dicengkram kuat-kuat lengan suaminya, tanpa sadar ia menghujamkan kuku-kuku indahnya pada tubuh kekar itu. Ia merasa tak sanggup lagi menahannya karena gerakan Reno semakin cepat dan mereka secara bersamaan menyemburkan lahar panasnya dari tubuh inti mereka. Nafas Reno terdengar masih memburu, peluh keringat mereka mulai berjatuhan. Sepasang suami istri itu berusaha untuk menetralkan kembali nafasnya yang sudah tercekat tadi karena menahan rasa nikmat yang luar biasa. Reno menggulingkan tubuhnya ke samping Sela. Mereka merasa seperti habis terbang tinggi hingga langit ketujuh lalu terhempas melayang-melayang di udara hingga terjatuh di atas ranjang yang penuh dengan kenikmatan. "Makasih, Sayang," ucap Reno lembut. Ia mengecup mesra kening istrinya lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh polos mereka. "Makasih untuk apa, Mas?" "Untuk kegiatan yang baru saja kita selesaikan." "Sudah menjadi kewajibanku untuk melayani kamu, Sayang." "Kau sangat luar biasa, Sela. Eranganmu membuatku mabuk dan semakin liar," godanya membuat pipi istrinya merona. "Kamu juga luar biasa, Mas. Kegagahanmu membuatku berhasil tak bisa bernafas karena saking penuhnya." "Kau menggodaku, Sayang?" "Bukan menggoda, tapi berbicara kenyataan, Sayangku." "Sayang, maafkan aku ya." "Maaf untuk apa?" "Maaf karena kegiatan kita selama seminggu kemarin tertunda karena keegoisanku." "Mas, jangan berbicara seperti itu. Aku mengerti kau butuh hiburan dan aku tak mempermasalahkan itu, 'kan?" "Kau benar-benar tidak mempermasalahkan, Sayang?" "Tidak, Mas. Yang lalu biarkan menjadi masa lalu, seminggu yang lalu itu adalah masa lalu, kita harus bisa melupakannya, Mas. Dan esok adalah masa depan. Kita harus menyambutnya dengan penuh bahagia dan juga senyum luar biasa." "Entah, terbuat dari apa hatimu ini, Sayang. Kau sama sekali tidak marah." "Aku marah, Mas. Tapi sekarang untuk apa marah berlarut-larut, toh saat ini kau sudah berada di hadapanku. Memelukku dengan mesra dan penuh dengan kasih sayang. Bukan begitu?" "Sekali lagi, maafkan aku, Sayang." "Sudah, Mas. Aku sudah memaafkanmu, Sayang. "Makasih sayang. Kau sangat luar biasa." "Tapi, Mas--" "Tapi apa, Sayang? Kenapa?" "Bolehkah kau berjanji?" "Janji apa, Cintaku?" "Jangan meninggalkanku lagi sendirian seperti kemarin, Mas. Aku takut, sungguh sangat takut apabila kau meninggalkanku sendirian." "Tenang, Sayang. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu kembali." "Janji?" "Janji, Sayang." "Eh, Sayang. Tapi, sepertinya seminggu ini tidak bertemu ada yang beda dengan dirimu." "Beda gimana?" "Kau terlihat semakin seksi dan menggairahkan. Apalagi itu terasa sangat sempit sekali. Aku seperti terkoyak di dalam sana." "Mas Reno, ih … aku 'kan perawatan." "Wow, pantas saja rasanya sangat luar biasa, Sayang." "Pasti, dong. Ini semua 'kan untukmu." "Kalau begitu, berarti boleh lagi, dong?" "Boleh. Semuanya untukmu, Sayang." Reno menarik tubuh Sela masuk ke dalam dekapannya. Ia memeluk tubuh polos itu dengan sangat erat, tanpa terasa ada yang naik kembali ke dataran tinggi dan sepertinya tak sanggup menahan kembali gelombang cinta yang hadir. Tanpa merasa lelah, mereka kembali melakukannya dengan hati yang berbunga-bunga. Kali ini kegiatannya lebih santai, nafas mereka lebih terkontrol tidak seperti awal tadi. Keduanya benar-benar menikmati dengan penuh rasa kasih sayang dan cinta. Bahkan senyum indah dari keduanya tidak pernah lepas selama kegiatan indah itu berlangsung. Mereka kembali sama-sama menyemburkan lahar panas berkali-kali tanpa rasa lelah hingga subuh menjelang. Permainan panas yang lumayan lama berhasil membuat mereka berdua sangat kelelahan. Reno dan Sela mandi bersama, melakukannya kembali di dalam kamar mandi. Rasa lelah seakan sirna begitu saja ketika mereka sama-sama dalam keadaan polos. Mereka segera menyelesaikan kegiatannya, lalu mandi dan menunaikan kewajiban shalat subuh. Merasa lelah menyergap tubuh mereka dan rasanya seperti tulang-tulang lepas dari tubuh, membuat keduanya memilih untuk kembali menarik selimut dan memejamkan mata untuk mengembalikan tenaga mereka yang terbuang semalam. Mereka tertidur kembali dengan berpelukan hingga pagi hari. Bahagia, satu kata namun berhasil membuat keadaan menjadi lebih baik. Sungguh, aku sangat bahagia melihat suamiku pulang dan berada di hadapanku seperti ini. Terlebih lagi, kami melakukannya kembali setelah sempat tertunda seminggu yang lalu. Aku merasa candu, ya benar! Aku kecanduan pada belaiannya, kecupannya bahkan kegagahannya! Aku ingin selalu merasakannya setiap saat bahkan setiap waktu. Dan sepertinya, apa yang dilakukan Bude berhasil, ucapannya tadi membuktikan bahwa memang auraku menampakkan yang beda. Ah, Bude, kau sangat luar biasa. Aku sangat menyayangi dan mencintaimu, makasih karena telah membantuku. Ternyata apa yang kita lakukan kemarin berhasil dan suamiku memuji semua yang ada pada tubuhku ini. Kau benar-benar hebat Bude. Esok aku akan menghubungimu mengenai berita baik ini. Senangnya hatiku, Bude. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD