Reno Membuat Kesal

1026 Words
Semua anggota keluarga Bastian sudah berkumpul di meja makan dan siap untuk makan malam eh tapi tunggu dulu sepertinya ada yang kurang, benar saja ternyata anggota baru di dalam keluarga tersebut tak kunjung datang lagi untuk makan malam. Mamih menghembuskan nafas kasar, beliau merasa lelah dan tak tau harus bagaimana lagi untuk merayu menantunya itu. "Dik," panggilnya lirih pada anak bungsunya. "Hm …." "Panggilkan Kakak iparmu, Nak." "Malas!" "Kevin!" "Malas, Mih! Biarin saja kenapa, sih! Ribet banget deh, ah! Terserah dia saja sudah mau makan atau gak! Kalau lapar juga pasti turun! Ribet banget berasa ratu saja!" "Adik, gak boleh bicara seperti itu, Nak. Dia adalah kakakmu," ucap Papih lembut. "Kevin cuman punya abang Reno." "Kamu kenapa, sih, Kev!" "Gak pa-pa. Memang Kevin kenapa?" "Aneh! Kamu itu! Kakakmu salah apa padamu?" "Abang Reno gak salah apa-apa, Mih." "Bukan Reno! Tapi Sela." "Bodo amat." "Astaghfirallah Kevin …." "Sudah … sudah … kita semua mau makan malam atau berdebat. Sudah ayo makan saja, biarkan nanti Mbok yang membawakan makan malam untuk Sela." "Njih, Tuan," sahut Mbok sopan. Mereka makan dalam diam, Mamih menggelengkan kepala tidak percaya pada sikap anak bungsunya itu dan Kevin? Dia bersikap masa bodoh dan tidak peduli dengan tatapan mematikan yang diberikan oleh Mamih. Belakangan ini, anak dan ibu itu sering sekali berdebat hanya karena seorang Sela. Wanita yang baru saja menggelar status istri Reno itu sudah berhasil memporak-porandakan hubungan Mamih dan Kevin. Sikap Mamih terlihat sangat berubah sekali, beliau seperti lebih sayang dan lebih memperhatikan Sela dibandingkan Kevin itulah sebabnya anak bungsunya itu semakin tidak senang dengan kakak iparnya. Bukannya apa-apa, memang sejak awal itu Kevin tidak suka dengan Sela karena menurutnya sikap dan tingkah laku kakak iparnya itu kelewat manja juga menyebalkan. Entah sisi manja mana yang Kevin lihat tetapi dia benar-benar menolak keberadaan Sela. Awalnya, Kevin merasa senang dan bangga sebab sebentar lagi akan mempunyai kakak perempuan, namun dua minggu sebelum mereka nikah, Kevin datang ke kantor dengan maksud memberikan makan siang untuk abangnya dan itu juga atas paksaan Mamih. Sebelum ia membuka pintu lebar, telinganya mendengar abangnya ribut di telepon bersama wanita itu. Terlihat sekali dari ekspresi wajahnya itu sangat marah dan membentak Sela yang sepertinya tidak mengerti dan banyak melawan di telepon. Kevin menarik nafasnya panjang dan menggeleng lemah lalu bertekad, Mamihnya tidak boleh diperlakukan sama seperti wanita itu memperlakukan ibunya. *** Selesai makan, Mbok sudah menyiapkan beberapa makanan untuk Sela dan keluarga Bastian sudah kembali ke kamarnya masing-masing. Kevin membanting pintu kamar dan membanting tubuhnya di atas ranjang yang nyenyak itu. Ia merasa kesal dengan sikap Mamih tadi. Mamih ini terlalu memanjakan perempuan itu! Heran selalu saja memikirkan perempuan manja itu! Apa mamih gak tau ya kelakuannya seperti apa dan bagaimana! Ini tidak boleh didiamkan, aku harus cari tahu kelakuannya agar bisa memberitahu pada semua orang termasuk mamih untuk tidak lagi memanjakannya. Bagaimana mungkin coba abang bisa menikah dengan perempuan seperti itu, adabnya gak ada, sikapnya menyebalkan, tingkahnya jauh dari kata baik, heran! Apa gak ada lagi perempuan yang lebih baik dari dia apa? Dulu meninggalkan Kak Tasya karena alasan tidak cocok, eh sekarang malah menikah dengan perempuan yang jauh dari kata baik. Aku harus menjaga keluarga ini, aku yakin dia tidak baik. Keluarganya mungkin memang baik tetapi entah mengapa hatiku mengatakan bahwa anaknya itu tidak baik. Ada sesuatu yang mereka tutupi dan aku harus mencari tau itu semua, sebelum semuanya terlambat. Aku tak ingin keluarga ini hancur hanya karena sebuah parasit di dalamnya. Di tempat lain Mamih Amora sedang menelpon Reno, mondar-mandir berharap agar segera diangkat telponnya, namun sepertinya belum juga diangkat. Papih Tian memandangnya dengan pandangan yang sulit dijelaskan oleh kata-kata. Sebenarnya, Papih bingung dengan sikap istrinya yang terkesan sangat menspesialkan menantunya itu sampai beliau tak sadar ada anak yang merasa tidak nyaman mungkin karena merasa tidak lagi diperhatikan. Ya, memang semenjak Sela menjadi menantu walaupun masih dalam jangka waktu tiga hari, sudah sangat terlihat kasih sayang Amora yang begitu berlebihan. Wajar, mungkin beliau merasa mendapatkan anak perempuan yang benar-benar sangat diidam-idamkan selama ini tetapi sikapnya itu justru melukai hati anak yang lain. "Halo, Assalammualaikum, Abang." "Waalaikumsalam, Mih. Kenapa?" "Loh? Kok kenapa, sih, tanyanya, Abang?" "Ya Mamih ada apa menelpon Reno? Tumben banget, biasanya juga gak pernah hubungin Reno kalau lagi liburan." "Ya ampun, Nak. Apakah kau lupa bahwa saat ini kau sudah mempunyai istri? Mamih tidak melarangmu untuk liburan dan touring, tetapi bisakah kau mengajak istrimu ikut serta dalam kegiatanmu? Mamih yakin, kau juga pasti tidak menghubunginya, bukan? Nak, Sela sudah tiga hari ini tidak keluar dari kamarnya." "Mih, Reno punya istri atau tidak itu sama saja. Tidak ada yang bisa melarang kegiatan Reno sekalipun itu Sela! Lagi pula, dia itu sudah besar, Mih. Kalau lapar pasti turun sendiri, makan, dia 'kan bukan anak kecil yang harus di suapi." "Ren, istrimu itu nangis terus sudah tiga hari ini!" "Tidak mungkin, Mamih. Kalau dia menangis, sudah pasti akan meraung-raung menghubungi, Reno. Sudahlah, Mih, jangan terlalu mengkhawatirkannya. Dia sudah besar, Mih! Bisa makan sendiri, mandi sendiri, dan dia memang terbiasa melakukan semuanya sendiri kok sebelumnya. Jadi tidak perlu ada yang dikhawatirkan." "Tapi … ini sudah tiga hari. Kemarin, kau janji sama Mamih akan pulang dalam waktu tiga hari tetapi ini sudah hampir larut malam belum juga datang, kenapa? Ada apa?" "Astaga, Mamih! Reno baru tiga hari loh, Mih, biasanya juga seminggu bahkan sampai dua minggu Mamih tidak masalah. Bahkan mempersilahkan karena menurut Mamih ini adalah hiburan Reno. Bukan begitu?" "Itu dulu! Sebelum kau menjadi seorang suami dan sebelum kau mempunyai istri! Sekarang kau sudah punya istri dan harus tanggung jawab, Nak!" "Mamih, dulu dan sekarang itu sama saja! Tidak ada bedanya! Harus berapa kali Reno katakan? Bahwa tak ada yang bisa melarang kegiatan Reno! Sudahlah, Mih! Jangan ribet! Sudah ya, Reno pasti akan pulang jika memang sudah bosan berkelana." "Tapi Ren--," "Tidak ada tapi-tapian, Mamih sayang. Sudah ya, Reno jalan lagi. Jaga diri baik-baik, jaga kesehatan Mamih, jangan keseringan marah-marah itu semua tidak baik untuk kesehatan Mamih. Tenang, nanti Reno akan membawa banyak sekali oleh-oleh. Sudah ya cintaku, wasalammualaikum, Mamih Sayang." "Ren … Reno! Astaga! Anak ini ya! Main matikan obrolan sepihak saja!" ucap Mamih kesal dengan sikap anaknya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD