Honeymoon Di Kampung Halaman

1309 Words
Sayup-sayup terdengar adzan subuh yang sangat syahdu, Reno terbangun dari mimpi indahnya. Tubuhnya terasa lelah sekali akibat pergumulan semalam bersama istrinya yang dilakukan berkali-kali tanpa rasa puas. Ia menoleh ke sebelah, dipandang wajah istrinya yang terlihat masih lelah dan peluh yang sudah mengering. Di usap wajah itu berkali-kali seraya membangunkannya untuk mandi bersama lalu shalat berjamaah. Namun, ia tak juga bangun dari tidur nyenyaknya. Wajah itu sekarang menjadi serangan kecupan manja dari Reno. "Sayang," bisik Reno dengan suara khas bangun tidurnya. Ia mencoba terus membangunkan Sela. "Eugh. Apa Mas? Masih kurang?" tanyanya menggoda dengan mata yang masih terpejam. "Bukan, Sayang. Sudah subuh, ayo kita mandi bareng terus shalat subuh berjamaah." "Hm … sudah subuh? Cepat sekali? Rasanya Sela baru tidur sebentar, Mas." "Ayo ah, nanti keburu habis waktu subuhnya." Reno menggendong istrinya masuk ke dalam kamar mandi, mereka mandi bersama. Sela berusaha membuka matanya walaupun rasanya sulit sekali seperti ditempel oleh lem namun tetap berusaha untuk membuka mata. Selesai mandi, mereka segera menunaikan kewajiban shalat subuhnya. Sela mencium punggung tangan suaminya, lalu Reno mencium kening istrinya, turun ke kedua kelopak mata, pipi dan bibirnya. Sedikit melumat namun semakin dalam membuat mereka tak bisa bernafas lega. "Mas, sudah, ya. Aku masih ngantuk," ucap Sela melepaskan tautan mereka. "Baiklah, Dik. Istirahat ya sayangku." "Mas, gak pa-pa?" "Gak pa-pa, Sayang." Sela mengangguk, membereskan kembali mukenahnya dan naik ke atas ranjang. Sedangkan Reno keluar kamar dan memilih duduk di depan memandang hamparan sawah yang sangat indah. "Nang, kenapa disini?" "Eh, Bude. Iya lagi lihat sawah, Bude. Rasanya damai sekali." "Kamu ini, seperti papahnya Sela saja. Senang sekali duduk memandang hamparan sawah itu, hehe." "Terlihat sangat damai, Bude." "Iya benar. Sebentar, Bude buatkan teh hangat dulu ya." "Terimakasih, Bude." Liburan mereka kali ini adalah pulang ke kampung halaman Sela. Mereka kesini bukan tanpa sebab dan tanpa tujuan. Sela selalu merengek untuk liburan karena merasa bosan dan penat dengan alasan mereka belum liburan atau honeymoon setelah menikah. Dan berhubung adalah libur panjang, maka digunakan sebaik mungkin untuk berlibur. Anehnya, istrinya itu meminta liburan tapi bukan ke tempat yang mewah, keluar pulau atau ke luar negeri melainkan pulang ke kampung halaman dan beralasan rindu dengan Bude yang hanya tinggal seorang diri kampung. Reno tidak tahu, tujuan yang sebenarnya dari sang istri adalah apa. Maka dari itu, daripada pusing terus menerus mendengar rengekan dari sang istri, jadi ia memilih untuk menuruti keinginan istrinya itu. Setidaknya ia bisa menyenangkan hati istrinya dan refreshing di kampung yang masih asri. Reno masih asik memandang hamparan sawah yang indah di hadapannya. Tiba-tiba pikirannya teringat akan peringatan dari adiknya yang berpesan agar berhati-hati. Tidak seperti biasanya sikap Kevin yang tiba-tiba memberi peringatan seperti itu. Aneh, begitulah yang di rasa oleh Reno. Sebenarnya ada apa ya? Mengapa tumben sekali Kevin bersikap seperti itu? Bukan tanpa sebab pasti dia bersikap seperti kemarin saat aku dan Sela berangkat kesini. Memang biasanya juga Kevin selalu mengingatkan untuk selalu berhati-hati tetapi kemarin terasa sangat beda sekali. Setiap kata yang terucap dari mulutnya kemarin seperti ada makna sendiri. Apa yang sebenarnya sudah terjadi atau akan terjadi? Apakah aku harus tanya langsung pada Kevin? Ah, tapi pasti dia tidak akan membuka suara mengingat irit sekali bicara sekarang setelah aku menikah dengan Sela. Apa dia segan berbicara denganku sekarang? Tapi kenapa? Atau mungkin takut? Tapi, takut pada siapa? Sorot matanya mengatakan sesuatu tapi aku tak tau itu apa, sorot mata yang sepertinya memberikan isyarat tapi aku tak memahaminya. Ah! Sial! Mengapa sangat sulit sekali untuk memahami setiap kata yang diucapkan oleh Kevin! Sepertinya aku harus mengatur jadwal untuk bertemu dengannya, tetapi tidak dirumah. Khawatir jika dirumah ia merasa tertekan atau mungkin tidak aman. Reno masih sibuk dengan pikirannya sendiri namun matanya tak lepas dari hamparan sawah. Matahari mulai naik menunjukan cahaya indahnya, walaupun ada matahari namun hawanya terasa sangat sejuk sekali. Di tempat lain, tanpa Reno dan siapapun ketahui sebab dirumah itu hanya ada Reno, Bude dan Sela. Budenya sedang membuatkan teh hangat untuknya, dan pasti teh hangat itu sangat spesial. Jelas spesial karena dibuat oleh seorang wanita paruh baya yang sudah seperti ibu istrinya. Dan yang lebih spesial lagi adalah ada tambahan sesuatu yang masuk ke dalam teh hangat tersebut. Bude celingukan melihat sekitar dan memastikan tidak ada yang melihat perbuatannya saat ia memasukan sesuatu pada air hangat itu. Ujung bibirnya tertarik menciptakan senyum sinis dan terlihat sangat mengerikan. Pun tak luput dengan sorot mata yang penuh arti. Beliau membawa teh hangat beserta cemilan di pagi hari untuk menantunya itu. Dengan tenang dan seperti tidak ada sesuatu yang mencurigakan. Beliau berjalan menuju teras dan meletakan teh hangat beserta cemilannya di atas meja. "Maaf lama ya, Nak. Tadi Bude masak air hangatnya dulu." "Iya gak pa-pa, Bude. Maaf merepotkan, seharusnya Sela yang menyediakan ini justru Bude." "Tidak apa-apa, Nak. Tidak usah sungkan. Sela akan kembali menarik selimut jika berada disini, karena ia merasa disini adalah tempat yang tenang untuk menenangkan pikiran dan hatinya." "Hehe, iya, Bude. Sela kembali tidur. Maaf ya, Bude." "Gak pa-pa, Nak. Sela itu sudah Bude anggap anak sendiri, sama seperti dirimu. Kau 'kan sekarang sudah menikah dengannya, itu artinya kau juga anak Bude bukan?" "Hehe, iya, betul, Bude." "Silahkan, diminum, Nak. Mumpung masih hangat, nanti keburu dingin, disini air hangat cepat sekali dingin soalnya, hehe." "Terimakasih, Bude." Reno menyeruput teh hangat yang sudah disediakan oleh Bude, beberapa kali ia menyeruput membuat Bude tersenyum puas. "Berapa lama kira-kira kalian disini, Nak?" "Menghabiskan waktu liburan panjang saja, Bude. Lalu balik lagi ke Bekasi, kerjaan pasti numpuk, Bude." "Iya juga ya. Kamu 'kan pemilik perusahaan terbesar di Bekasi pasti sangat sibuk, deh." "Ah gak kok, Bude. Kalau memang lagi sibuk ya benar-benar sibuk, tetapi kalau senggang ya akan banyak waktu, seperti sekarang ini." "Bude sangat bahagia sekali Sela menikah denganmu. Sepertinya kau lelaki yang bisa menggantikan peran Papahnya. Sabar ya, Nak, jika anak Bude itu kelewat manja. Dia memang sangat manja tetapi sebenarnya dia seperti itu jika di hadapan orang-orang terdekat. Sebaliknya jika berada di depan orang lain, ia akan terlihat sangat mandiri dan tidak bergantung pada siapapun." Reno langsung melirik ke arah Bude yang sedang mencurahkan isi hatinya itu. "Dari dulu, ia selalu berusaha untuk bisa berdiri di kaki sendiri, Nak. Tidak mau sekalipun merepotkan orang lain, ia bekerja keras untuk perusahaan papahnya. Ia selalu berkata, jika bukan dirinya yang membangun perusahaan tersebut menjadi lebih baik lalu siapa yang bisa diandalkan." Bude menghela nafas, membayangkan ponakan yang sudah dianggap anak olehnya. "Maka dari itu, dia sangat gila kerja. Terkadang, Bude kasihan sekali melihatnya kelelahan bekerja tetapi itulah Sela, ia lebih baik kelelahan bekerja namun bisa membuat orang tuanya bangga daripada melepas pekerjaan dan bergantung pada orang lain." "Kamu harus bisa sabar dalam menghadapinya ya, Nak. Rebut hatinya, ketika kau berhasil merebut hatinya, maka pasti dia akan menurut." "Oh ya, rumah tangga kalian pastinya sangat bahagia dan baik-baik saja, 'kan?" tanya Bude tiba-tiba. "Eh? A-anu, Bude." "Anu apa? Ada apa? Apakah kalian sering bertengkar? "Bukan, Bude. Rumah tangga kami baik-baik saja dan sangat romantis." "Alhamdulillah, syukurlah jika memang seperti itu, Bude jadi tenang." "Jaga dia ya, Nak. Bude titipkan Sela padamu, jangan pernah sekalipun kau menyakiti atau mengecewakannya." "Ba-baik, Bude." "Silahkan diminum lagi, Nak." Reno kembali meminumnya, ia merasa tenggorokannya sangat kering. Ucapan Budenya secara tidak langsung seperti menyindir setiap kali kejadian yang berujung bertengkar itu. Reno tak tanggung-tanggung langsung meneguk habis teh hangat yang berangsur dingin. Bude kembali tersenyum sinis, merasa berhasil karena sudah membuat menantunya itu meneguk habis teh hangat spesial yang dibuat olehnya. Akhirnya dia meneguk habis air yang sudah kumasukkan sesuatu itu! Sela, sebentar lagi kau akan menguasai diri suamimu! Sebenarnya apa yang dimasukan oleh Bude? Minyak atau apa? Dan kenapa melakukan itu? Apa semua ini dilakukan untuk Sela agar suaminya itu semakin nurut pada anaknya? Atau ada hal baru lainnya yang direncanakan oleh Bude? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD