Honeymoon

1312 Words
Kevin memandang nanar punggung abangnya yang semakin jauh dan terhalang oleh sebuah dinding penyekat antara ruang keluarga dan ruang tamu. Suara deru mobil mulai terdengar itu artinya mobil sudah keluar dari halaman rumah menuju ke tempat tujuan. Kevin menghembuskan nafas kasar, berharap semoga tidak terjadi sesuatu yang tak diinginkan. "Kev, ada apa?" "Hah? Ada apa apanya, Pih?" "Kenapa kamu memberikan sebuah peringatan yang terlihat bermakna?" "Ah gak kok, Pih. Mungkin itu hanya perasaan Papih saja, bukankah memang seharusnya kita bisa mengingatkan siapapun untuk berhati-hati ketika perjalanan jauh?" "Iya, Pih. Kevin benar, Papih ini ada-ada saja ah cara berpikirnya." "Ya sudah, Kevin kembali ke kamar ya, Mih, Pih." "Iya, Sayang." Kevin mengayunkan kakinya ke arah kamar dengan langkah gontai, pikiran tak menentu dan perasaan tak enak. Ia menghembuskan nafas kasar berkali-kali berharap rasa khawatirnya hilang namun sepertinya sia-sia. Rasa khawatir itu tetap menyeruak ke dalam hatinya. Ia terlalu mengkhawatirkan abangnya itu. Sesampainya di depan kamar, Kevin kembali menghembuskan nafas kasarnya. Entahlah ini sudah yang keberapa kali ia menghembuskan nafas kasar seakan frustasi itu. Dibukanya pintu kamar tak lupa menguncinya, ia merasa ingin istirahat dan tidak diganggu oleh siapapun. Ia melempar dirinya ke atas ranjang itu, berguling kesana-kemari untuk menghilangkan rasa khawatirnya namun sulit sekali. Ia mengambil benda pipih dan mencoba menghubungi abangnya namun diurungkan, gila saja baru beberapa menit keluar rumah sudah dihubungi. Pasti abangnya nanti akan marah padanya. Kevin kembali menyimpan benda pipihnya di atas nakas dan membaringkan tubuhnya kembali, menatap atap langit kamar yang sepertinya lebih menarik untuk dipandang dari apapun. Nafasnya mulai kembali stabil dan rasa khawatirnya perlahan mulai terkikis. Entah mengapa aku merasa akan ada sesuatu yang tidak beres nantinya. Sebenarnya ingin sekali hati ini berteriak dan melarang abang untuk pergi bersama perempuan itu namun rasanya sangat tidak etis jika aku bersikap seperti itu. Sejujurnya, aku muak mendengar ocehan dan juga rengekan dari perempuan itu yang selalu saja meminta abang liburan dengan alasan mereka sejak menikah belum sempat liburan dan honeymoon! Cih! Dasar perempuan manja! Segala sesuatunya harus dan wajib dituruti! Apa dia gak sadar bahwa perusahaan sedang banyak orderan masuk! Heran kenapa kelakuan perempuan itu seperti, ah sudahlah!" Aku sama sekali tidak mengkhawatirkan perempuan itu. Aku hanya khawatir pada abangku! Entah mengapa, aku merasa bahwa perempuan itu punya rencana lain yang mungkin lebih jahat terhadap abang dan keluarga ini. Aku sudah melihat semuanya, melihat perubahan sikap dari setiap anggota keluarga ini padanya. Sikap acuh, masa bodoh dan tidak peduli seketika lenyap dan berubah menjadi peduli, sayang juga perhatian. Aneh bukan? Memang, sungguh sangat, aneh! Dan, lebih anehnya lagi, kenapa hanya mereka ya yang berubah sikapnya. Kenapa aku tidak? Apakah sesuatu yang dia lakukan tidak mempan di diriku? Atau bagaimana? Aku sungguh penasaran, sebenarnya apa yang dia lakukan untuk keluarga ini. Aku harus mencari tahu tetapi bagaimana caranya? Semua keluarga ini sepertinya mendukung perempuan itu dan berani berdebat denganku untuk membelanya. Ah, sial! Pokoknya bagaimanapun caranya, aku harus bisa mencari tahu semuanya! *** Sepasang pengantin baru itu terlihat sangat mesra sekali di dalam mobil. Mereka benar-benar menikmati perjalanan ini, walaupun memang benar yang dikatakan mertuanya ini adalah long weekend dan sudah pasti akan ada beberapa titik yang mengalami kemacetan namun sepertinya tak membuat mereka kesal. Senyum merekah tercetak jelas di bibir mereka. Senyum itu tidak pernah hilang dari wajah tampan dan ayu mereka. Senyum kebahagiaan yang dimana akhirnya mereka punya waktu itu berdua dan liburan seperti yang sudah direncanakan sebelumnya walau selalu gagal. Reno menatap lembut wajah istrinya yang saat ini sedang bersandar mesra di bahu kanannya. Ia meneliti setiap wajah istrinya dan menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi pemandangan indah itu. Sela tetap diam tak bergeming, tangan mungilnya tetap berselancar di benda pipih dan membiarkan suaminya bermain di wajahnya. Berusaha untuk tetap tenang, tetapi debaran di hati Sela mulai tak menentu. Ia selalu saja berdebar setiap kali sedekat ini dengan suaminya. Rasanya ingin sekali masuk ke dalam dekapan suaminya dan merasakan eratnya pelukan dari lengan kekar suaminya itu. "Aku tau kalau aku memang cantik, Mas," ucapnya tersipu malu karena terus menerus dipandang oleh suaminya. "Kau memang sangat cantik, Dik." Adik, itulah panggilan mesra dari Reno untuk istrinya. "Ya, tau. Jangan dipandang terus, aku malu." "Kenapa, Dik?" tanyanya membelai lembut dagu lancip itu. "Malu, Mas." "Kayak sama siapa saja malu, Dik." "Malu, ada Pak Supir," bisiknya di telinga Reno membuat lelaki itu menegang. Suara istrinya yang serak namun merdu membuatnya menegang. Entah mengapa, walau hanya mendengar suaranya saja berhasil membuat Reno menegang. "Dik, jangan menggodaku!" "Aku tidak menggodamu, Mas!" "Suaramu sungguh mengganggu pikiran dan juga adik kecil ini, Dik," ucapnya berbisik agar tidak terdengar oleh Pak Supir dan dagunya mengarah pada tonjolan yang berhasil membuat istrinya terkikik. "Sabar, Sayang. Nanti, akan kutaklukan semuanya dan kuberikan yang terbaik di atas ranjang," bisiknya lagi dan dihadiahi cubitan lembut di pipinya. Mereka terkekeh bersama dan berpelukan seakan masa bodoh dengan seseorang yang saat ini sedang tersenyum geli memperhatikan mereka. Selama perjalanan tidak ada obrolan yang serius selain candaan dan tawaan. Mereka benar-benar menikmati perjalanan tanpa ada keributan dan perdebatan. Beberapa kali berhenti di rest area dan pom bensin untuk sekedar membuang air kecil dan membeli beberapa cemilan. Sebenarnya ini makan di rest area, tetapi mereka dibawakan bekal oleh Mbok dan Mamih yang ternyata bisa di makan oleh tiga orang. Setelah itu, mereka kembali melanjutkan perjalanan. Untuk sampai ke tempat tujuan, mereka masih harus menempuh jarak yang lumayan jauh dan memakan waktu sekitar tiga jam lagi. Belum lagi masuk ke dalam tempat tujuannya, cukup memakan waktu setengah jam. Sela merasa lelah dan berniat untuk tidur. Dia menyandarkan tubuhnya di kursi penumpang dan menyandarkan kepalanya di bahu suaminya. Reno yang menyadari kelelahan istrinya langsung memberi tempat agar istrinya bisa nyaman di pundak gagah itu. "Tidurlah, Dik. Kamu pasti lelah karena perjalanan panjang ini." "Tapi, Mas gak ada temannya." "Gak pa-pa, Sayang. Tidur, ya, nanti kalau sudah sampai Mas akan bangunkan." "Beneran gak pa-pa, Mas?" "Iya, Sayangku." "Ya, sudah. Sela tidur ya, Mas." "Selamat tidur istriku, Sayang." "Terimakasih suamiku." Akhirnya setelah perjalanan yang cukup panjang dan lama, mereka sampai juga di sebuah kota yang tidak terlalu padat akan populasi dan juga terasa sangat tenang, damai. Selajutnya, mereka harus menempuh setengah jam lagi untuk sampai di tempat yang benar-benar tujuan mereka. "Sayang." Dibelainya wajah Sela yang tertutup rambut, helaian demi helaian disingkirkan oleh Reno. "Eugh …." "Bangun, Sayang. Sebentar lagi sampai." Tak ada jawaban malah justru istrinya itu semakin merapatkan tubuhnya pada Reno dan memeluk semakin erat. Reno hanya menggelengkan kepala saja melihat istrinya yang tertidur sangat pulas. Sampai-sampai ia merasa tak tega apabila dibangunkan dan membiarkan istrinya tertidur kembali. Pikirkan nanti akan digendong saja istrinya itu bilang sampai di tempat tujuan. Alhamdulillah, akhirnya sampai dan di sambut hangat oleh penghuni rumah tersebut. Beliau tersenyum hangat ketika melihat mobil berwarna hitam itu masuk ke dalam halaman dan setelah di buka terlihat seorang perempuan yang tertidur dan lelaki yang tersenyum manis melihatnya. "Ya Allah, tertidur?" Reno mengangguk dan tersenyum kembali. "Ayo … ayo masuk, segera masuk ke kamar saja, baringkan di atas ranjang. Kasihan, pasti kalian sangat lelah sekali mengingat ini long weekend pasti macet," ajaknya mengayukan kaki itu masuk ke dalam rumah dan mempersilahkan masuk ke dalam kamar yang memang sudah di sediakan. Reno masih tetap diam dan tersenyum, ia khawatir suaranya akan membangunkan istrinya dari tidur nyenyaknya mengingat saat ini tubuh wanita itu berada di dalam gendongannya dan pasti akan terbangun jika mendengar suara Reno. Masuk ke dalam kamar, suasana di dalam kamar sangat menyejukkan namun sedikit membuat merinding. Aneh, tempatnya nyaman tapi berhasil membuat bulu kuduk Reno meremang. Sela segera di baringkan di atas ranjang. "Ren, istirahat saja dulu. Kalian pasti lelah," ucap beliau lembut. Reno mengangguk dan beliau permisi keluar dari kamar. Reno langsung merebahkan tubuhnya yang terasa sangat lelah sekali, ia meregangkan terlebih dahulu otot-ototnya yang terasa pegal karena perjalanan panjang, setelah itu tidak lama ia ikut terbang ke alam mimpi bersama istrinya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD