#3

1618 Words
“Ngapain lo, Bang Sat?!” pekik Arin setelah membuka pintu dengan kasar, sejurus kemudian dia berlari dan menghantam tubuh suaminya yang duduk membelakangi pintu. Satria jelas tak mendengar teriakan Arin karena kupingnya dijejal headphone sementara matanya masih tertuju pada layar computer. Namun, setelah ia mendapat serangan, tendangan tiba-tiba dari kaki jenjang Arin alhasil keduanya terjerembab ke lantai dengan tubuh Arin yang menindih tubuh gagah Satria, satu-satunya suami yang belum menjamah Arin selama sepuluh tahun pernikahan. “Bang Sat lo kenapa? Miya lo di serang, kita bakal kalah nih!” Tidak peduli dengan panggilan teman-teman teamnya, nyatanya Satria hanya berpacu pada rambut Arin yang beraroma Jasmin. Satria tak berani bergerak barang sejengkal pun, ia menunggu Arin untuk bangkit lebih dulu. “Rin, ini beneran kamu kan? Bukan Miss Kun? Kok kamu bau melati?” cecar Satria bernada tanpa dosa. Arin yang tersadar segera bangkit. Niat hati ingin menjauh dari tubuh Satria, tetapi Satria kembali menarik tubuh Arin dan mendekapnya. “Aku lagi live Mobile legend, kenapa kamu tiba-tiba nendang aku, sih?” “Mo-mobile legend?” Arin memberi tatapan menyelidik. Satria memasangkan headphone miliknya di kepala Arin, terdengar riuh suara-suara efek game serta orang-orang teamnya yang menanyakan keadaan Satria. “Bang Sat dimana lo? Miya lo kalah, tim kita juga kalah nih, ah kacau!” Dalam sekejap wajah Arin merah padam, dia malu karena sudah salah paham. Kedua manik matanya berpencar menghindari tatapan bingung dari Satria. Perlahan Satria menyingkirkan tubuh Arin dan kembali ke bangkunya yang sempat ikut tumbang. Satria merapikan rambut yang tersorot webcam, sehingga teman-temannya mengomentari dengan jahil. “Waduh abis ngapain tuh dari bawah? Kok rambut lo jadi kacau, Bang?” “Wah … ada yang nagih jatah apa gimana nih?” Arin yang mendengarnya segera melepas headphone dan menarik ujung kaos Satria, mengembalikan benda itu pada suaminya. “Tadi gue liat lo kaya di serang cewek gitu bukan sih?” “Apaan? Tadi gue kepeleset doang kok! Terus ibu gue nelpon. Eh udah ya, gue gak lanjut maen, gue mo makan! Laper gue, bye!” ujar Satria terburu-buru. Tangan kanannya aktif mematikan webcam serta keluar dari zona permainan, sementara tangan kirinya menahan kepala Arin yang ingin menyembul dari bawah meja. “Kamu itu ngapain sih? Kamu pengen masuk kamera? Pengen biar orang-orang tahu kalau di sini ada kamu, gitu?” tanya Satria kesal, ia berhenti menahan kepala Arin dan membiarkan Arin berdiri sejajar dengannya. “Ya memangnya kenapa? Aku ga boleh keliatan sama orang-orang?” serang Arin yang juga sama kesalnya. “Menurut kamu, dengan pakaian seperti itu apa kamu pantas muncul di hadapan mereka?” pertanyaan Satria sontak membuat Arin bungkam, ia menunduk melihat tanktop pink yang ia kenakan juga hotpants army yang membalut seperempat bagian kaki atasnya. Dengan sigap, Arin menyilangkan kedua tangannya menutupi bagian tubuh atas yang sekiranya terekspose, belahan serta gumpalan gunung kembar yang menyembul itu pasti bisa membuat siapa saja pria dewasa ingin menyerangnya kapan pun, termasuk suaminya, Satria. “Gak perlu gitu, Rin. Kita udah temenan dari orok, aku udah tahu kamu dari ujung kepala sampai kaki. Gak usah sok jual mahal kalau pas masih bocil kita berenang bareng-bareng di kali!” “Bang Sat!” pekik Arin menyita perhatian Satria. “Udahlah jangan suka memancing keributan. Aku mau makan nih, kamu mau juga gak? Bikinin mie rebus dong, telornya dua. Tapi jangan pake telor aku, ya?” pinta Satria diiringi seringai. Hal itu tak membuat Arin tersipu atau bahkan malu-malu, yang ada dia memutar bola matanya merasa jijik dengan kalimat suaminya. “Ya udah kalau gak mau, aku bikin sendiri aja. Hampir aja aku lupa, kalau suami-istri buat kita hanya status.” “Bang Sat!” “Hm?” Satria berbalik, melihat Arin yang melipat tangannya di d**a dan memberikan tatapan dingin. “Jangan suka berlindung di balik kata istri atau suami, sebelum lo benar-benar tahu apa itu istri apa itu suami, sebaiknya lo harus bisa membedakan dulu tugas antara istri dan pembantu!” jelas Arin lalu pergi dengan anggun tetapi hal itu berbekas pada Satria. Ia merasa tertohok atas ucapan Arin pada dirinya. “Gimana bisa gue luluhin ice princess kaya lo, Rin …?” *** Semerbak harum aroma mie menyeruak mengalahkan aroma lilin terapi di kamar Arin. Aroma mie yang sedap itu otomatis membuat perut Arin berbunyi, maklum saja karena terakhir kali Arin mengisi perutnya dua belas jam yang lalu. Secara tak sadar kaki jenjang Arin menuntunnya menuju dapur. Langkah kakinya yang ringan membuat Satria tak menyadari kedatangan Arin. Pria dengan tinggi seratus delapan puluh centi dengan punggung yang lebar menghadap ke arah kitchen set, dimana kedua tangannya sibuk memasukkan kondimen lain ke dalam mie buatannya. “Lagi ngapain, Rin? Mau makan juga? Aku sekalian buatin, ya?” Arin mengerjapkan matanya, jantungnya berdebar seperti pencuri yang tertangkap basah. Tenggorokannya terasa kering hingga ia memutuskan untuk mengambil segelas air. “Siapa juga yang mau makan? Gila aja gue makan jam segini, mau sahur? Atau mau jadiin badan gue kaya sapi?” cecar Arin seraya meneguk air dingin. “Ya ilah, badan udah seksi kaya gitu ngapain khawatir gemuk kaya sapi sih? Lagian ga ada cewek gemuk di kamusku, yang ada cewek bohay, iya gak? Kiw~” Godaan Satria serta kedipan matanya otomatis membuat Arin menyemburkan air yang belum sempat ia teguk. Melihat Arin kepayahan, Satria hanya terkekeh pelan. “Apaan sih? Masak yang bener aja jangan banyak gombal! Awas ya kalau ada perabotan gue yang rusak! Gue minta ganti rugi!” ancam Arin berusaha menutupi rasa malu dan salah tingkahnya. “Tapi kalau Teflon yang kamu pakai kemarin, gak perlu aku ganti kan, Rin? Soalnya sampe penyok begini, pantas aku sakit kepala seharian!” ujar Satria seraya menyodorkan sebuah Teflon berukuran sedang. Dilihatnya ada bagian kecil Teflon yang benar-benar penyok padahal bahan Teflon ini sangatlah kuat. Kalau Teflon ini menjadi penyok gara-gara Satria, lantas bagaimana dengan kepala Satria sendiri? Naluri perawat Arin muncul, dia bergegas menuju kotak P3K dan mengambil sebuah tube lalu beralih pada Satria yang kini hendak melahap mie miliknya. “Makan, Rin? Yang itu punya kamu,” ujar Satria sambil menyodorkan semangkuk mie. Ingin rasanya Arin menolak, tetapi godaan aroma mie plus telur itu terasa amat kuat. “Gak usah, lo makan aja sendiri. Oya, ini salep yang biasa gue pake. Kali aja pala lo benjol, bisa pake ini biar benjolannya kempes.” Satria tersenyum manis. Senyum yang hampir membuat jantung Arin berkedut karena dulu ia pernah terpincut atas senyuman itu. Apalagi saat Satria tak sengaja menyentuh jari Arin ketika mengambil tube salep itu. Arin sontak menarik tangannya. “Kenapa, Rin?” tanya Satria dengan wajah polos. “Gak. Lo bisa kan pake sendiri? Gue balik ke kamar, besok masih kerja!” dengus Arin seraya berbalik, ia melangkah perlahan. Dalam hati Arin berdoa agar Satria memanggil namanya dan kembali memaksa Arin untuk makan bersama, karena sejujurnya perut Arin sangat keroncongan tetapi ia gengsi memakan mie buatan Satria. “Arin!” Yes, dia panggil nama gue! “Ya?” Arin berbalik dan memasang wajah datar. “Kamu sering pake ini?” “Ya, lo raguin gue? Gue perawat pro loh, Bang!” jawab Arin kini dengan wajah sombongnya. “Oh gitu, ini obat kamu? Kamu bilang ini obat buat benjol kan? Tapi di sini kok tertulis salep Pereda bisul? Kamu suka bisulan, Rin?” “Hah? Bi-bisul?” Satria mengulum mulutnya menahan tawa yang segera meledak melihat eskpresi terkejutnya Arin. Tak bisa ditahan lagi, Satria menyemburkan mie yang sedari tadi tertahan di mulutnya, membuat meja makan kotor bahkan ada selembar mie yang keluar dari salah satu hidung Satria. “Idih, jorok banget sih, lo?!” Arin menjauh, merasa ilfeel dengan kelakuan suaminya. Padahal ketika mereka remaja, melihat mie yang keluar dari hidung Satria bisa membuat Arin tertawa terpingkal-pingkal sampai meneteskan airmata. Hanya saja hal itu sudah tak berlaku sekarang. Sekarang semuanya terasa basi begitu saja. “Obat bisul, wahahaha … kebanyakan makan telor pasti, wahaha!” begitu terus Satria tertawa pada hal receh baginya, sedangkan Arin memilih untuk melipir saat ia mendengar pintu rumah diketuk seseorang. Menit berikutnya Satria berhasil menghentikan gelak tawanya dan membersihkan ceceran mie yang mengotori meja. Tetapi, telinganya mendengar percakapan Arin dengan seorang pria dewasa. Tentu saja hal ini membuat Satria terpancing dan memutuskan untuk menghampiri ruang tamu. Satria mengintip di balik dinding, dia melihat Arin pergi ke lantai atas meninggalkan seorang pria yang mengenakan kemeja hitam dan celana denim yang memberikan kesan gagah bagi pemakainya. Belum lagi ada aroma khas yang telah lama tak tercium oleh Satria, Satria kenal betul dengan isi bingkisan yang di bawa pria asing itu. “Bau-baunya kaya bau martabak nih, cih, mau ngapain dia bawa martabak? Kaya orang ngajak ngapel aja!” dengus Satria. Detik berikutnya Satria membelalakan mata, menyadari hal yang tidak beres antara pria itu dan juga Arin, istrinya. Tanpa berlama-lama, Satria segera keluar dari persembunyiannya membuat pria asing itu terkejut melihat kedatangan Satria dari dapur. Dengan angkuh, Satria menatap pria asing tersebut dan melipat tangannya di d**a. “Hey, lo siapa? Temennya Arin? Gebetan? Atau pacar?” “Ng …, anda siapa?” ucap pria itu balas bertanya. “Jawab dulu pertanyaan gue, lo siapa sih?” Pria itu berdiri dan tersenyum sumringah. “Oh, gue baru inget! Lo pasti adeknya Arin, kan? Kenalin, gue Juna … calon pacarnya Arin!” jawab pria itu dengan santai seraya mengulurkan tangan mengajak berjabatan, sedangkan Satria? Jelas geram dengan kedua mata yang membola. “Bisa-bisanya lo bikin gue ampir kena serangan jantung. Mau gue serang balik gak jantung lo?” pancing Satria, membuat Juna menaikkan sebelah alisnya dengan membeberkan tatapan bingung. Berbeda dengan Satria yang penuh percaya diri, tersenyum seringai sambil menyambut uluran tangan Juna yang barusan mengajak berjabat tangan. “Lo calon pacarnya Arin? Kenalin, gue Satria. Suami sah-nya calon pacar lo!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD