05

877 Words
"Kenapa?" "Aku harus pulang," Kening Jasmin mengkerut. "Bentar lagi kita mau berangkat kenapa kamu pulang? Siapa tadi yang nelfon? Istri kamu?" "Mertua," Bibir Jasmin terkatup rapat. "Kamu sendirian aja ya," "Kok kamu gitu sih? Tapi kan kamu udah janji," "Aku gak bisa, aku gak mau urusannya makin panjang." Rafa beranjak dari kursinya. "Jadi kamu beneran mau pulang?" Rafa mengangguk. Kedua bahu Jasmin merosot turun seraya mengalihkan mata nya dari wajah Rafa. Rafa diam sambil menatap Jasmin yang terlihat sedih. "Mungkin lain kali," tangan kanan Rafa berada di puncak kepala Jasmin dan sedikit mengusapnya. Rafa berlutut di depan Jasmin, "kamu tau kan gimana mertua aku? Kamu masih inget kan yang dulu-dulu waktu kamu pernah berhadapan sama kakak ipar juga mertua aku, aku cuma gak mau urusannya makin panjang. Ngertiin aku ya." Jasmin mengangguk kecil dengan kepala yang tertunduk. Rafa tersenyum lalu bangkit berdiri. "Safe flight, kamu bisa kabarin aku kalo udah nyampe." Jasmin kembali mengangguk. Rafa berbalik untuk pergi dari lounge juga ingin segera memesan tiket pesawat. Beruntung Rafa masih berada di Singapura di mana ia tidak memerlukan waktu yang lama untuk sampai di Indonesia. "Berat banget emang kalo udah nikah, apalagi Aya masih muda gini." Reya mengusap-usap punggung Aya. "Kalo masih pacaran enak, ada masalah bisa langsung ngomong putus abis itu selesai. Kalo udah nikah mau ngomong apa? Cerai? Dosa. Apalagi Aya udah punya anak." Aya mengangguk dengan kepala yang bersandar pada bahu Reya, mata nya berkaca-kaca mendengar ucapan ibunya. "Aya nyesel nikah muda," "Gak salah Aya juga, waktu itu Aya masih belum terlalu dewasa. Pasti mikir nya tentang bahagia nya terus kan? Aya mikir kalo udah nikah nanti semuanya jadi lebih enak?" Aya mengangguk. "Salah. Mau seberat apapun masalah rumah tangga Aya, Aya harus siap hadapi, inget anak kalian. Anak nomor satu loh." Aya kembali mengangguk. "Assalamualaikum," "Wa'alaikumsalam," Aya dan Reya kompak menjawab salam Al. Al masuk ke dalam rumah dengan Nevan yang berjalan dibelakangnya. "Kenyang!" Seru Al sambil mengelus-elus perutnya. "Abis makan apa sampe kenyang gitu?" Tanya Reya. "Makan bakso dwong!" Al memeluk pinggang Aya dan menyembunyikan wajahnya di perut Aya. "Belum dateng si Rafa?" Tanya Nevan sambil menaruh plastik yang berisikan dua bungkus bakso di meja. Reya menggeleng. "Ini udah jam sembilan, saran aku kalo emang mau ngomong besok aja." Ujar Reya. "Aya masih belum mau ngasih tau Papi siapa perempuan itu?" "Tanya aja deh nanti sama Rafa." Balas Aya sembari mengelus rambut Al. Suara ketukan pintu membuat mereka bertiga saling tatap bukannya langsung bergerak membuka pintu. "Aku aja, Mas." Reya menahan Nevan yang ingin membuka pintu. Nevan yang sudah bangkit berdiri kembali duduk di sofa. Aya menaikkan Al ke pangkuannya seraya menggendong anak itu yang ternyata sudah tidur. Tidak sedikitpun mata Aya tertuju pada pintu karena ia tengah sibuk memperhatikan wajah Al sambil menepuk-nepuk b****g anaknya. "Ayo masuk."  Nevan pergi dari ruang tamu tepat saat Reya menyuruh Rafa untuk masuk. Rafa masuk ke dalam rumah dengan mata yang tertuju pada Nevan yang sudah berjalan menjauh. Mata Rafa beralih menatap Aya. Aya menatap sekilas Rafa dengan wajah yang datar. Sama seperti Nevan, Aya ikut pergi dari ruang tamu sambil menggendong Al. "Kamu udah makan?" Tanya Reya sembari menutup dan mengunci pintu. "Belum Mi." "Bersih-bersih aja dulu abis itu makan, sayur di meja masih ada." Rafa mengangguk. "Mami percaya sama kamu, jangan bikin kepercayaan Mami rusak ya." Ucap Reya sambil tersenyum lalu pergi. Rafa menggenggam erat pegangan koper nya seraya menghela napas panjang. Selesai mandi juga makan, Rafa pergi ke kamar. Dan di dalam kamar sudah ada Aya juga Al yang tengah terlelap saling berhadapan. Rafa duduk di tepi tempat tidur sambil memperhatikan wajah Aya dan Al, di dalam hati Rafa terus mengucapkan kata maaf. Rafa sadar ia salah, dan Rafa benar-benar merasa bersalah. Aya terbangun dari tidurnya dan saat membuka mata, mata nya langsung terarah pada Rafa dimana laki-laki itu juga sedang menatapnya. Aya berbalik membelakangi Rafa sambil meremas ujung bantal menahan mata nya untuk tidak mengeluarkan cairan bening, sekarang hanya dengan melihat wajah Rafa saja Aya ingin menangis rasanya. Baru kali ini Aya merasakan sakit hati yang luar biasa pada suaminya. Rasa sakit hati Aya bertambah lantaran tidak adanya kata maaf yang keluar dari mulut Rafa. Nevan duduk di single sofa, Rafa duduk berseberangan dengan Reya dan Aya. Setelah sarapan dan mengantarkan Al ke sekolah, mereka berkumpul di ruang keluarga untuk pagi ini. "Sama siapa kamu pergi?" Rafa melirik Aya, tanpa menatap Nevan Rafa pun menjawab pertanyaan pria itu.  "Jasmin," "Jasmin mantan tunangan kamu?" Rafa mengangguk. "Berdua? Ngapain pergi sama dia? Lupa udah punya anak istri?" Tanya Nevan lagi. Untuk saat ini Nevan lah yang harus Rafa hadapi. Rafa memilih untuk diam. "Ngerasa udah kaya banget kamu sampe jalan sama perempuan lain, jalan sama mantan tunangan sendiri? Kalo emang udah ngerasa kenapa gak nyewa perempuan yang bisa dibayar per malem nya?" "Saya besarin anak saya udah kayak mutiara yang ada di dalam cangkang, bener-bener saya jaga, saya lindungi, saya rawat. Tapi kamu enak aja bikin anak saya sakit hati, enak kamu ninggalin anak cucu saya demi perempuan lain. Punya otak kan? Otak nya masih ada kan?" Sambung Nevan mulai terbawa emosi. Rafa hanya diam karena sadar jika dirinya memang salah. "Kamu selingkuh sama perempuan itu?" Rafa menggeleng, "enggak." "Tapi ada niat mau selingkuh?" Dan Rafa kembali diam. "Tinggalkan perempuan itu atau ceraikan anak saya."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD